Chika berharap pernikahannya akan bertahan seumur hidup, nyatanya Irsan tega menceraikan Chika, atas permintaan ibunya. Sakit hati dan terluka, berniat balas dendam justru Chika kecantol ayah tiri mantan suaminya. Bagaimana perjalanan cinta mereka?
Chika berharap pernikahannya akan bertahan seumur hidup, nyatanya Irsan tega menceraikan Chika, atas permintaan ibunya. Sakit hati dan terluka, berniat balas dendam justru Chika kecantol ayah tiri mantan suaminya. Bagaimana perjalanan cinta mereka?
Menantu Menjadi Madu 1
"Ceraikan dia Irsan!" teriak mertuaku lantang, meluapkan amarahnya padaku.
Rasanya seperti disambar petir disiang hari, meski ini bukan pertama kalinya Ibu mertuaku mengucapkannya, tapi kali ini rasanya sangat melukai hatiku.
Aku hanya bisa menatap nanar mertuaku, tajam sekali lidahnya, seolah kata-kata yang keluar dari bibirnya, adalah hal biasa.
"Lihat apa yang dia lakukan, Irsan! Menumpahkan sup di pangkuanku! Pakaianku jadi kotor begini, dasar bo doh! Tidak becus melakukan apa pun, percuma kamu peristri perempuan go-blok dan mandul ini!" Netra wanita itu menatapku nyalang, seolah aku mangsa yang harus segera diterkam.
Ibu mertuaku semakin berapi-api memakiku, seolah aku ini hanya seonggok daging tanpa perasaan, yang tak bisa merasakan sakit hati, dan tidak pantas dihargai.
Mudah sekali mulutnya memaki, harusnya dia introspeksi diri. Bagaimana aku bisa hamil, kalau setiap hari dibebani pekerjaan yang tak ada habisnya. Belum lagi sikap ketusnya yang membuatku senewen.
Dan parahnya lagi Mas Irsan, suamiku. Tak pernah berusaha, atau melakukan sesuatu untuk membelaku. dia hanya bisa menurut saja perintah Ibunya.
Kalau bukan statusnya sebagai mertua, sudah aku remas mulut jahatnya. Tidak bisa kah dia bersikap baik padaku? Dia sudah seperti Wewe Gombel saja, bisanya marah-marah.
"Iya Bu...iya...sekarang Ibu istirahat saja dulu ya? Biar Chika, yang beresin semuanya," ucap Mas Irsan lesu, dia membersihkan sup yang menempel di pangkuan Ibu tercintanya itu.
"Kamu itu terlalu lunak sama istrimu, lihat! berbulan-bulan tinggal di sini sikapnya tidak berubah sama sekali, suka seenaknya sendiri." Sekali lagi, Ibu mencelaku.
Ibu, tak henti-hentinya menyalahkanku, padahal kalau saja dia tidak berulah, pasti kekacauan ini tidak akan terjadi.
Tuhan...rasanya ingin kutampar mulut perempuan setengah baya itu, kalau saja tidak takut dosa.
Sudah setahun aku menikah dengan Mas Irsan, selama itu pula dia memusuhiku, dan mencari-cari kesalahanku, entah apa salah dan dosaku padanya, hingga dia begitu membenciku.
Tadi dia minta dibuatkan sup ayam, dia minta mericanya dibanyakin, karena merasa kurang enak badan, dan aku buatkan. Meski pekerjaan yang lain belum kuselesaikan.
Dia memintaku mengantar sup kekamar, pun aku antarkan. Bahkan dengan suka rela aku menyuapinya, tapi apa balasannya untuk ku?
"Sup macam apa ini! rasanya membakar mulut! kamu kasih racun ya! biar aku cepat mati!" ucapnya saat mencicipi, lalu sup yang sudah masuk mulutnya itu pun disemburkan kemukaku.
"Brrtt..." Sup di mulut Bu, berpindah ke wajahku.
"Kan Ibu yang pesen, mau sup yang banyak ladanya, mau disajikan hangat-hangat," ucapku lembut, sambil mengelap mukaku dengan punggung tangan, mencoba menurunkan emosinya, meski sebenarnya amarah sedang menguasai hatiku.
Tiba-tiba mangkuk sup yang kupegang dia tepis, hingga jatuh kepangkuannya, kemudian menggelinding ke lantai dan pecah. Jadilah keadaan lantai kamar Ibu mertuaku penuh tumpahan sup, dan pecahan mangkuk.
Lalu tiba-tiba Mas Irsan masuk, mungkin karena mendengar kegaduhan. Dan seperti biasa, Ibu membuat drama, seolah aku yang salah, dan Mas Irsan percaya begitu saja.
"Chika cepat kamu bersihkan, kamu itu selalu saja begitu, kerja nggak pernah beres," hardik Mas Irsan, dia menatapku tidak suka.
"Mas, ini bukan salahku. Ibu sengaja menepis mangkuk sup yang kupegang. Lihat! Ibu sengaja menyemburkan sup yang sudah dia makan kemukaku," ucapku membela diri.
Jari ini menunjuk wajahku sendiri, agar dia tahu, apa yang sudah dilakukan ibunya.
"Heh! kamu bilang apa? kamu memang menantu kurang ajar, berani memfitnah mertua." Bukannya merasa bersalah, amarah Ibu mertuaku justru makin menjadi-jadi.
"Sudah! Chika, cepat kamu bersihkan kamar Ibu! Pusing kepalaku! tiap hari mendengar kamu ribut terus sama Ibu!" bentak Mas Irsan.
Ini yang kubenci dari Mas Irsan, dia selalu membela Ibu dan tak pernah menghargai perasaanku, sebagai istrinya. Aku jadi merasa seperti babu.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun aku pergi meninggalkan kamar itu, menuju kamarku sendiri. Aku menjatuhkan tubuhku di atas kasur, menangis sejadinya. Meluapkan segala sesak di dada.
"Chika, kamu harusnya lebih sabar menghadapi Ibu, bukan malah membalas semua ucapannya," ucap Mas Irsan lembut, rupanya dia langsung menyusulku ke kamar. Mas Irsan duduk di tepi ranjang, tangannya mengelus pelan punggungku.
"Kurang sabar apa Mas? Aku sudah mengalah terus, meski semua yang ku lakukan tidak ada yang benar," ucapku sesenggukan.
"Sabarlah Chika...."
"Sabar! Sabar! Sabar terus! Aku capek Mas! Percuma aku bersabar, kalau ibumu selalu saja mencari-cari kesalahanku!" raungku.
Aku keluarkan semua unek-unek yang lama kusimpan di dada ini, memang tidak merubah apapun, tapi setidaknya aku merasa sedikit lega.
"Lalu aku harus bagaimana? Dia Ibuku, tidak mungkin aku memarahinya, dosa," ucapnya sendu.
"Ya, kalau menyakiti hatiku itu tidak dosa, memang hanya aku yang pantas dimarahi Mas," aku bangkit dari ranjang, berjalan menuju lemari pakaian, dan mengemasi seluruh pakaianku.
"Chika, apa yang kamu lakukan?" Mas Irsan menahan lenganku.
"Sudahlah Mas, aku capek, aku nggak sanggup lagi tinggal di rumah yang sudah seperti neraka ini." Aku melepaskan tangan Mas Irsan.
"Kamu mau pulang kerumah Papa?" tanya Mas Irsan, dan kujawab dengan anggukkan.
"Kalau Papa tanya bagaimana? Apa Papa nggak sedih melihat kamu pulang sendiri? Papa pasti mengira kita sedang bertengkar," tanya Mas Irsan lagi.
"Lebih baik begitu Mas. Biar Papa tahu, kalian sudah berlaku tidak adil padaku," sindiran.
"Hhh..." Mas Irsan menghirup nafas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan.
"Aku tidak bisa meninggalkan Ibu, hanya aku yang dia punya," ucap Mas Irsan frustasi.
"Masih ada Ayah, kan?" selaku.
"Kamu tahu sendiri bagaimana sikap, Ayah. Dingin, dia hidup di duniannya sendiri," Mas Irsan menundukan kepala, aku tahu berat untuknya, jika harus memilih antara istri atau ibunya.
"Lalu aku yang harus berkorban, begitu?" tanyaku tajam.
"Lalu aku harus bagaimana?" tanyanya lesu.
"Tidak bisakah kamu bersikap tegas, Mas? Kamu sudah punya istri, punya tanggung jawab sendiri," tukasku.
"Aku tahu, tapi aku tidak tega meninggalkan Ibu sendiri." Entah sudah dah berapa kali Mas Irsan berkata seperti ini. Sampai kapan dia terus bersembunyi dibalik ketiak ibunya.
"Aku tunggu di rumah Papa, jika dalam waktu satu bulan kamu tidak menyusulku, aku anggap kamu sudah menceraikanku, dan aku akan menggugatmu kepengadilan," ucapku.
kemudian berlalu meninggalkan kamar ini, kamar yang menjadi tempat kami memadu kasih sepuluh bulan terakhir ini.
Meskipun terasa berat mengambil keputusan ini, Aku yakin ini yang terbaik, lelah hati, terus-menerus di sakiti, walau masih ada cinta di dada, biarlah untuk sementara kita berpisah.
Semoga Mas Irsan bisa mengambil keputusan yang terbaik untuk masa depan, pernikahan kami berdua.
Bersambung.....
Yuk di krisan.
Demi menutup aibku, aku menikah dengan salah seorang karyawan Papa. Awalnya aku tidak bisa menerima, karena kami beda kasta. Tapi sikap dinginnya justru membuatku tertantang, sulit memang, karena dia laki-laki setia yang tidak mudah berpaling dari wanitanya. Tapi aku tidak akan menyerah, aku akan melakukan segala cara untuk menaklukannya. Karena aku jatuh cinta.
Hesti punya suami yang pelitnya na'uzubillah, jangan memberi uang nafkah untuk istri, urusan belanja saja dia beli sendiri. Jangankan uang untuk beli skincare, uang pegangan sama dia tak ada. Bahkan gajinya dikuasi suaminya. Bagaimana akhir kisah si Pelit Pramono? Baca sampai tamat ya?
Wanita yang ku nikahi ternyata serakah, dia tidak hanya ingin mengusai hartaku, tapi juga hidupku. Tapi semua kusadari setelah aku kehilangan segalanya.
Hati Melani gundah gulana, pacarnya diam-diam menikahi gadis lain. Parahnya lagi, Robin tak mau melepaskan Melani begitu saja. Dalam pelariannya menghindari Robin, Melani bertemu Yudha, dosen tampan mirip Aldebaran. Tapi sayang sang dosen ganteng ini juteknya minta ampun. Siapakah yang akan bersanding dengan Melani akhirnya? Robin atau Yudha.
Lima tahun setelah bercerai, aku kembali dipertemukan dengan mantan istriku, Uma. Dia sudah bermertamorfosa menjadi wanita cantik dan sukses, dokter kandungan sekaligus direktur rumah sakit swasta di kotaku. Penyesalan menghantui hidupku, melihat Uma dan anak-anakku. Salahkah aku berharap bisa kembali bersatu dengan mereka?
ADULT HOT STORY 🔞🔞 Kumpulan cerpen un·ho·ly /ˌənˈhōlē/ adjective sinful; wicked. *** ***
Neneng tiba-tiba duduk di kursi sofa dan menyingkapkan roknya, dia lalu membuka lebar ke dua pahanya. Terlihat celana dalamnya yang putih. “Lihat Om sini, yang deket.” Suradi mendekat dan membungkuk. “Gemes ga Om?” Suradi mengangguk. “Sekarang kalo udah gemes, pengen apa?” “Pengen… pengen… ngejilatin. Boleh ga?” “Engga boleh. Harus di kamar.” Kata Neneng terkikik. Neneng pergi ke kamar diikuti Suradi. Dia melepaskan rok dan celana dalamnya sekaligus. Dia lalu berbaring di ranjang dan membentangkan ke dua pahanya.
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Chelsea mengabdikan tiga tahun hidupnya untuk pacarnya, tetapi semuanya sia-sia. Dia melihatnya hanya sebagai gadis desa dan meninggalkannya di altar untuk bersama cinta sejatinya. Setelah ditinggalkan, Chelsea mendapatkan kembali identitasnya sebagai cucu dari orang terkaya di kota itu, mewarisi kekayaan triliunan rupiah, dan akhirnya naik ke puncak. Namun kesuksesannya mengundang rasa iri orang lain, dan orang-orang terus-menerus berusaha menjatuhkannya. Saat dia menangani pembuat onar ini satu per satu, Nicholas, yang terkenal karena kekejamannya, berdiri dan menyemangati dia. "Bagus sekali, Sayang!"
"Ada apa?" tanya Thalib. "Sepertinya suamiku tahu kita selingkuh," jawab Jannah yang saat itu sudah berada di guyuran shower. "Ya bagus dong." "Bagus bagaimana? Dia tahu kita selingkuh!" "Artinya dia sudah tidak mempedulikanmu. Kalau dia tahu kita selingkuh, kenapa dia tidak memperjuangkanmu? Kenapa dia diam saja seolah-olah membiarkan istri yang dicintainya ini dimiliki oleh orang lain?" Jannah memijat kepalanya. Thalib pun mendekati perempuan itu, lalu menaikkan dagunya. Mereka berciuman di bawah guyuran shower. "Mas, kita harus mikirin masalah ini," ucap Jannah. "Tak usah khawatir. Apa yang kau inginkan selama ini akan aku beri. Apapun. Kau tak perlu memikirkan suamimu yang tidak berguna itu," kata Thalib sambil kembali memagut Jannah. Tangan kasarnya kembali meremas payudara Jannah dengan lembut. Jannah pun akhirnya terbuai birahi saat bibir Thalib mulai mengecupi leher. "Ohhh... jangan Mas ustadz...ahh...!" desah Jannah lirih. Terlambat, kaki Jannah telah dinaikkan, lalu batang besar berurat mulai menyeruak masuk lagi ke dalam liang surgawinya. Jannah tersentak lalu memeluk leher ustadz tersebut. Mereka pun berciuman sambil bergoyang di bawah guyuran shower. Sekali lagi desirah nafsu terlarang pun direngkuh dua insan ini lagi. Jannah sudah hilang pikiran, dia tak tahu lagi harus bagaimana dengan keadaan ini. Memang ada benarnya apa yang dikatakan ustadz Thalib. Kalau memang Arief mencintainya setidaknya akan memperjuangkan dirinya, bukan malah membiarkan. Arief sudah tidak mencintainya lagi. Kedua insan lain jenis ini kembali merengkuh letupan-letupan birahi, berpacu untuk bisa merengkuh tetesan-tetesan kenikmatan. Thalib memeluk erat istri orang ini dengan pinggulnya yang terus menusuk dengan kecepatan tinggi. Sungguh tidak ada yang bisa lebih memabukkan selain tubuh Jannah. Tubuh perempuan yang sudah dia idam-idamkan semenjak kuliah dulu.
Evelyn, yang dulunya seorang pewaris yang dimanja, tiba-tiba kehilangan segalanya ketika putri asli menjebaknya, tunangannya mengejeknya, dan orang tua angkatnya mengusirnya. Mereka semua ingin melihatnya jatuh. Namun, Evelyn mengungkap jati dirinya yang sebenarnya: pewaris kekayaan yang sangat besar, peretas terkenal, desainer perhiasan papan atas, penulis rahasia, dan dokter berbakat. Ngeri dengan kebangkitannya yang gemilang, orang tua angkatnya menuntut setengah dari kekayaan barunya. Elena mengungkap kekejaman mereka dan menolak. Mantannya memohon kesempatan kedua, tetapi dia mengejek, "Apakah menurutmu kamu pantas mendapatkannya?" Kemudian seorang tokoh besar yang berkuasa melamar dengan lembut, "Menikahlah denganku?"
© 2018-now Bakisah
TOP
GOOGLE PLAY