Kupikir sikap posesifnya karena dia terlalu mencintaiku, rupanya aku salah. Dia hanya memanfaatkanku saja. Dia hanya mau enaknya sendiri, egois dan aku tidak suka itu.
Kupikir sikap posesifnya karena dia terlalu mencintaiku, rupanya aku salah. Dia hanya memanfaatkanku saja. Dia hanya mau enaknya sendiri, egois dan aku tidak suka itu.
#TOXIC
"Maaf nggak bisa, Yang. Aku lagi di lokasi proyek sama klien," tolakku halus pada Rey kekasihku.
"Ini kan jam istirahat, masa nggak boleh sih? Kerja kok ada istirahatnya, kayak kerja rodi aja," sergah Reynald di seberang sana.
"Ini kami lagi makan bareng, sama saja istirahat, kan?" jelasku kemudian.
"Kamu bilang lagi di proyek, kok malah makan-makan? Jangan-jangan kamu nggak lagi sama klien, tapi sama laki-laki lain!" bentak Rey.
"Nggak Yang, aku beneran lagi ada di proyek sama klien. Kebetulan di seberang jalan ada rumah makan, meetingnya lanjut di sana, sekalian makan. Aku juga nggak sendirian kok, ada Diani dan Pak Bos juga," paparku, berharap agar Rey mengerti posisiku saat ini.
Hhh... aku hanya bisa menarik nafas panjang lalu mengembuskannya pelan-pelan. Reynald selalu saja begitu, suka memaksakan kehendak, kalau tidak dituruti, dia menuduhku yang macam-macam.
Hari ini dia ngajak makan siang, tapi aku sedang ada meeting dengan klien. Jelas aku menolak ajakannya, tapi dia marah-marah tidak terima. Padahal setiap hari kami juga makan bareng.
"Sudah ya, Yang. Aku nggak enak sama Pak Bos. Lagi meeting sama klien malah asik telfonan sama kamu," pungkasku, tanpa menunggu jawaban darinya, ku akhiri panggilan.
"Siapa? Rey lagi?" sinis Diani, dia yang baru keluar dari toilet menatapku tak bersahabat.
"Iya Di," jawabku singkat. Aku buru-buru memasukkan ponsel ke dalam tas.
"Sebenarnya pacarmu itu kerjaannya apa sih? Nggak pagi, nggak siang, nggak sore, nelfooon aja kerjanya!" lanjut Diani.
"Namanya juga sayang, wajarlah kalau ingin tahu pacarnya lagi apa," sahutku. Meski sebenarnya aku juga merasa tertampar dengan ucapan temanku itu.
"Sayang sih, sayang. Tapi nggak segitunya keles! Masa apa-apa harus laporan, sampai urusan kerja aja, diatur-atur sama dia," sinis Diani.
Bener juga kata Diani, Rey terlalu posesif, semua kegiatanku dipantaunya. Di mana, sedang apa, dengan siapa, semua harus se-pengetahuan-nya. Kadang aku merasa terkekang juga, tapi itu kuanggap sebagai bentuk perhatiannya padaku, meski sedikit berlebihan.
"Lah, malah bengong? Buruan! Tuh, bos sudah ngeliatin kamu dari tadi," sentak Diani, seraya melangkah meninggalkan aku.
Aku pun mengikuti langkah Diani, menuju meja di mana bos dan klien sudah menunggu.
"Maaf Pak, tadi ada telfon penting," bohongku, Pak Bos hanya merespon dengan anggukan dan senyum tipis. Sementara klien hanya menatapku sekilas.
"Jadi begini, klien kita ini minta furniture diganti. Diani, kamu bawa katalognya kan?" tanya Pak Bos, Diani menyerahkan buku tebal pada Pak Bos.
"Luk, coba perlihatkan gambar furniture yang kamu rekomendasikan, biar Pak Maher bisa memilih furniture yang beliau inginkan," ucap Pak Bos padaku.
Tapi tiba-tiba ponselku kembali berbunyi, buru-buru kutekan tombol merah, begitu melihat nama yang tertera dalam layar, Rey lagi.
Pak Bos melirikku tidak suka, Diani memutar bola mata malas, sementara klien menatapku dengan tatapan dingin. Aku jadi merasa tidak enak.
Rey benar-benar keterlaluan, tidak bisakah dia menunggu nanti? Toh tidak ada hal mendesak, keluhku dalam hati.
"Ini Pak, silahkan," ucapku mengatasi kegugupanku.
Aku mereview furniture yang aku pilihkan untuk Pak Maher, dari bahan, kualitas, harga, hingga usia pemakaian. Pak Maher terlihat puas dengan penjelasanku.
Selama aku memberi penjelasan, ponselku terus saja berdering. Hingga membuat Pak Bos dan Pak Maher menatapku jengah.
Tak ingin mendapat masalah, buru-buru aku menonaktifkan benda pintar itu, agar tak menganggu meeting kali ini.
"Saya mau yang ini." Pak Maher menunjukkan gambar yang dia pilih, "tapi saya mau bahannya dari jati kualitas P, lepas mata, dan lepas alur minyak, bisa?" ucap Pak Maher, dia menatapku seolah meragukan kemampuanku.
"Bisa Pak, saya akan menghubungi pengrajin, agar membuat sesuai pesanan Bapak," jawabku yakin.
"Tolong dipastikan semua furniturenya selesai tepat waktu, dan sama persis seperti yang saya sebutkan tadi. Saya tidak mau dikecewakan," pungkas Pak Maher
"Bapak tidak usah khawatir, saya jamin semua sesuai keinginan anda," tegasku.
"Ok, terima kasih kerja samanya. Pak Tema, saya pamit undur diri, permisi," ucap Pak Maher.
"Oh ya, silahkan. Terima kasih Pak Maher, senang bekerja sama dengan anda," balas Pak Bos. Pria awal empat puluhan itu mengangguk hormat, setelah selesai berjabat tangan.
"Luluk, lain kali matikan telefon ketika sedang meeting." Ucap Pak Bos setelah Pak Maher menjauh. Belian menatapku tajam.
"Saya tidak mau kejadian seperti ini terulang lagi, paham?" lanjut Pak Bos. Laki-laki itu kemudian berjalan meninggalkan aku dan Diani.
"Kayaknya kamu perlu ngomong sama pacarmu, itu deh! Bilang sama dia, jangan terlalu posesif jadi orang," ketus Diani, dia pun meninggalkan aku sendiri.
Tak ingin tertinggal, aku menyusul Diani.
"Di, Tunggu!" Aku menjajari langkah gadis itu.
"Kamu marah ya, Di?" tanyaku setelah berada disamping Diani.
"Nggak, buat apa marah? Aku nggak ada hak untuk itu," jawab Diani datar.
"Nggak marah tapi kok ketus gitu?"
Diani menghentikan langkah, lalu menatapku tajam. "Aku hanya kasihan sama kamu, kalian baru pacaran, tapi dia sudah ngatur-ngatur gitu. Gimana kalau kalian menikah? Bisa tersiksa hidup kamu. Kalau aku punya pacar kek gitu, sudah kuputusin dari dulu-dulu.
Ucapan Diani ada benernya juga, Reynald memang berlebihan. Aku sendiri kadang merasa tidak nyaman, dengan sikap posesifnya itu. Tapi pernah sedikit pun. terlintas dalam fikiranku untuk berpisah. Gimana lagi? Aku sudah terlanjur sayang.
Next?
Demi menutup aibku, aku menikah dengan salah seorang karyawan Papa. Awalnya aku tidak bisa menerima, karena kami beda kasta. Tapi sikap dinginnya justru membuatku tertantang, sulit memang, karena dia laki-laki setia yang tidak mudah berpaling dari wanitanya. Tapi aku tidak akan menyerah, aku akan melakukan segala cara untuk menaklukannya. Karena aku jatuh cinta.
Hesti punya suami yang pelitnya na'uzubillah, jangan memberi uang nafkah untuk istri, urusan belanja saja dia beli sendiri. Jangankan uang untuk beli skincare, uang pegangan sama dia tak ada. Bahkan gajinya dikuasi suaminya. Bagaimana akhir kisah si Pelit Pramono? Baca sampai tamat ya?
Wanita yang ku nikahi ternyata serakah, dia tidak hanya ingin mengusai hartaku, tapi juga hidupku. Tapi semua kusadari setelah aku kehilangan segalanya.
Chika berharap pernikahannya akan bertahan seumur hidup, nyatanya Irsan tega menceraikan Chika, atas permintaan ibunya. Sakit hati dan terluka, berniat balas dendam justru Chika kecantol ayah tiri mantan suaminya. Bagaimana perjalanan cinta mereka?
Hati Melani gundah gulana, pacarnya diam-diam menikahi gadis lain. Parahnya lagi, Robin tak mau melepaskan Melani begitu saja. Dalam pelariannya menghindari Robin, Melani bertemu Yudha, dosen tampan mirip Aldebaran. Tapi sayang sang dosen ganteng ini juteknya minta ampun. Siapakah yang akan bersanding dengan Melani akhirnya? Robin atau Yudha.
Lima tahun setelah bercerai, aku kembali dipertemukan dengan mantan istriku, Uma. Dia sudah bermertamorfosa menjadi wanita cantik dan sukses, dokter kandungan sekaligus direktur rumah sakit swasta di kotaku. Penyesalan menghantui hidupku, melihat Uma dan anak-anakku. Salahkah aku berharap bisa kembali bersatu dengan mereka?
"Kau sedang mengintip? Bagaimana jika kuajari secara langsung?" Tawari Hunter Oragle kala menangkap basah putri tirinya mengintip dirinya yang tengah bergumul panas dengan ibunya. •••• Perasaan dan hubungan tabu itu menjadi rumit saat fakta dan kebenaran mencuat.
21+ Dia lupa siapa dirinya, dia lupa siapa pria ini dan bahkan statusnya sebagai calon istri pria lain, yang dia tahu ialah inilah momen yang paling dia tunggu dan idamkan selama ini, bisa berduaan dan bercinta dengan pria yang sangat dia kagumi dan sayangi. Matanya semakin tenggelam saat lidah nakal itu bermain di lembah basah dan bukit berhutam rimba hitam, yang bau khasnya selalu membuat pria mabuk dan lupa diri, seperti yang dirasakan oleh Aslan saat lidahnya bermain di parit kemerahan yang kontras sekali dengan kulit putihnya, dan rambut hitammnya yang menghiasi keseluruhan bukit indah vagina sang gadis. Tekanan ke kepalanya Aslan diiringi rintihan kencang memenuhi kamar, menandakan orgasme pertama dirinya tanpa dia bisa tahan, akibat nakalnya lidah sang predator yang dari tadi bukan hanya menjilat puncak dadanya, tapi juga perut mulusnya dan bahkan pangkal pahanya yang indah dan sangat rentan jika disentuh oleh lidah pria itu. Remasan dan sentuhan lembut tangan Endah ke urat kejantanan sang pria yang sudah kencang dan siap untuk beradu, diiringi ciuman dan kecupan bibir mereka yang turun dan naik saling menyapa, seakan tidak ingin terlepaskan dari bibir pasangannya. Paha yang putih mulus dan ada bulu-bulu halus indah menghiasi membuat siapapun pria yang melihat sulit untuk tidak memlingkan wajah memandang keindahan itu. Ciuman dan cumbuan ke sang pejantan seperti isyarat darinya untuk segera melanjutkan pertandingan ini. Kini kedua pahanya terbuka lebar, gairahnya yang sempat dihempaskan ke pulau kenikmatan oleh sapuan lidah Aslan, kini kembali berkobar, dan seakan meminta untuk segera dituntaskan dengan sebuah ritual indah yang dia pasrahkan hari ini untuk sang pujaan hatinya. Pejaman mata, rintihan kecil serta pekikan tanda kaget membuat Aslan sangat berhati hati dalam bermanuver diatas tubuh Endah yang sudah pasrah. Dia tahu menghadapi wanita tanpa pengalaman ini, haruslah sedikit lebih sabar. "sakit....???"
Adult content 21+ Bijaklah dalam memilih bacaan. Bagaimana mungkin sebuah mitos bisa membawanya sampai berhubungan seksual dengan makhluk tak kasat mata. Bahkan sampai membuatnya ketagihan dan ingin terus melanggar pantangan nenek moyang. Merinding gak sih? Ngebayangin hal itu terjadi sama kamu?
Stella pernah merasakan ketulusan cinta Marc, dan juga pengkhianatannya yang menusuk dalam. Dia membakar potret pernikahan di hadapannya, sementara Marc mengirim pesan mesra pada selingkuhannya. Dengan dada sesak dan mata yang dipenuhi kobaran amarah, Stella melayangkan tamparan yang tajam. Kemudian, dia menghapus identitasnya, mendaftar untuk misi penelitian rahasia, lenyap tanpa bekas, dan meninggalkan sebuah kejutan besar untuk Marc. Pada hari peluncuran, dia menghilang. Dan di pagi yang sama, perusahaan Marc bangkrut. Yang dia temukan hanyalah akta kematian Stella dan dia pun hancur. Ketika mereka bertemu lagi, sebuah acara gala menyoroti Stella di samping seorang pengusaha sukses. Marc berkata memohon padanya. Namun, dengan senyum sinis, Stella berkata sambil merangkul pria di sampingnya, "Sayangnya, kamu sama sekali tidak pantas untukku yang sekarang."
Suamiku, Christoper Wijaya, adalah playboy paling terkenal di Jakarta, yang terkenal dengan skandal musimannya dengan gadis-gadis berusia sembilan belas tahun. Selama lima tahun, aku percaya bahwa aku adalah pengecualian yang akhirnya berhasil menjinakkannya. Ilusi itu hancur berkeping-keping ketika ayahku membutuhkan transplantasi sumsum tulang. Donor yang sempurna adalah seorang gadis sembilan belas tahun bernama Iris. Pada hari operasi, ayahku meninggal karena Christoper memilih untuk tetap di tempat tidur bersamanya daripada mengantarnya ke rumah sakit. Pengkhianatannya tidak berhenti di situ. Ketika lift anjlok, dia menarik Iris keluar lebih dulu dan membiarkanku jatuh. Ketika lampu gantung jatuh, dia melindungi tubuh Iris dengan tubuhnya dan melangkahi aku yang terbaring berdarah. Dia bahkan mencuri hadiah terakhir dari almarhum ayahku untukku dan memberikannya kepada Iris. Melalui semua itu, dia menyebutku egois dan tidak tahu berterima kasih, sama sekali tidak menyadari fakta bahwa ayahku sudah tiada. Jadi aku diam-diam menandatangani surat cerai dan menghilang. Pada hari aku pergi, dia mengirimiku pesan. "Kabar baik, aku menemukan donor lain untuk ayahmu. Ayo kita jadwalkan operasinya."
© 2018-now Bakisah
TOP
GOOGLE PLAY