Unduh Aplikasi panas
Beranda / Adventure / DICINTAI SAHABAT SUAMI
DICINTAI SAHABAT SUAMI

DICINTAI SAHABAT SUAMI

5.0
1 Bab
301 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Sarah Farhrani seorang Ibu muda yang bekerja keras membantu perekonomian keluarga. Hidupnya pas-pasan, terkadang kekurangan. Ikhtiar apapun dia lakukan tanpa kenal malu. Akmal Hidayat—suaminya—hanyalah pekerja serabutan setelah Pabrik tempat dulunya bekerja bangkrut. Belakangan, Sarah sering mendapat hadiah dari Ilham Satyawan—teman karib suaminya sendiri. Kehidupan Ilham terbilang lebih mapan dari Akmal. Ilham begitu baik padanya. Dia kerap memberi uang pada Winda—putri kecilnya. Pria lajang itu senantiasa membantunya. Ilham akhirnya mengakui dirinya menaruh rasa terhadap Sarah. Dia kerap menghubunginya lewat media sosial facebook. Kehidupan lebih layak dia jaminkan pada Sarah yang tengah bersusah payah. "Ujian berat istri ketika suaminya tidak memiliki apa-apa. Ujian berat suami ketika dirinya memiliki segalanya."

Bab 1 Hadiah Novel

Selamat membaca, semoga suka, dan terhibur :)

🍁🍁🍁

"Ini buat kamu, suka baca buku 'kan?" Aku tertegun pada sebuah buku yang disodorkan di hadapanku.

Aku melirik pada bang Akmal—suamiku yang di sebelahku.

"Ambil aja," ujarnya setengah berbisik padaku. Dengan sungkan aku ambil buku itu dari tangan seseorang.

"Terimakasih."

"Sama-sama."

Aku memperhatikan buku yang kini ada di tangan. Masih disegel. Aku membaca judul yang tulisannya besar. Sebuah novel bestseller. Refleks aku tersenyum. Tak dipungkiri rasanya senang sekali. Kemudian senyumku surut saat tahu tatapan si pemberi. Memang sejenak, dia lalu berpaling dan mengajak ngobrol Bang Akmal seputar pekerjaan. Bang Akmal yang sedang menghisap rokoknya menjawabnya, lalu mereka terlibat dalam percakapan yang akrab.

Aku terdiam memandangi cover buku itu. Merasakan tidak enak dalam hati. Aneh rasanya mendapat pemberian seperti ini dari orang lain. Berbeda jika yang memberi suami sendiri, aku akan sangat berbahagia dan tentu tidak akan ada sungkan-sungkannya.

Aku menyeruput minuman jeruk di gelas. Aku diajak bang Akmal ke rumah bang Ilham—teman karibnya. Winda—putriku—duduk di sisiku meminum susu kotak pemberian bang Ilham juga. Kami duduk di teras luar beralas karpet.

Tadi, ketika mengobrol dengan bang Akmal, bang Ilham pamit ke dalam rumahnya lalu ke luar membawa buku ini dan memberikannya padaku. Jujur aku senang sekali mendapat buku ini, tapi rasa senang itu seperti salah.

Sebetulnya ini bukan pertama kali ke sini. Aku hanya menemani bang Akmal yang katanya ada perlu. Aku lebih banyak diam tidak ikut-ikutan mengobrol. Saat ditanya dijawab jika tidak, tidak akan memulai duluan.

Sungguh, aku tidak biasa mengobrol dengan laki-laki lain selain suami sendiri. Terhadap teman-teman bang Akmal aku membatasi diri, termasuk terhadap bang Ilham. Hari ini tidak menyangka dapat pemberian buku darinya.

Ketika hendak pulang bang Ilham menyelipkan uang bewarna biru ke saku baju Winda.

"Buat jajan Winda."

"Gak usah, Ham." Suami melihat itu tidak enak. Aku pun. Bang Ilham banyak memberi hari ini.

"Udah, gak apa-apa. Biarin." Lelaki jejaka itu tulus memberi, dia tampak senang melakukan semuanya.

"Bilang apa Winda ke Omnya?" Suamiku mengingatkan Winda untuk mengucapkan sesuatu.

"Makasih, Om."

"Sama-sama Winda."

Bang Akmal pamit dan bersalaman dengan bang Ilham. Winda bocah berusia emat tahun itu juga salim padanya. Terakhir aku mengatupkan ke dua tanganku pamit padanya.

"Hati-hati di jalan, ya."

Aku mengangguk saja. Kulihat suamiku menyelah motornya di depan sana. Kami pamit pulang.

****

"Kok bang Ilham tau, ya, aku suka baca buku?" kataku pada bang Akmal setelah selesai solat maghrib. Aku masih mengenakan atasan mukena dan bawahan roknya. Menghidangkan kopi hitam untuknya di meja dan duduk di sisinya di sofa.

"Iyalah. Kamu 'kan suka numpang transfer bayar PO buku ke dia."

"Oh, iyaaa ... " Aku tertawa kecil mengingat sudah empat kali numpang transfer di rekeningnya.

Aku mengikuti sebuah grup kepenulisan di facebook. Banyak cerbung yang menarik dan dipinang penerbit dijadikan novel. Penulis akan membuka Pre Order(PO) untuk penjualan perdananya. Saat ada cerita yang menarik, aku membelinya dengan mengikuti PO itu. Harga PO buku lebih murah dibanding harga normal. Bang Akmal tidak punya rekening sendiri, ia meminta bantuan bang Ilham untuk membayar buku pesananku.

"Ilham itu temenku yang paling baik. Dia gak itungan dan gak pelit. Aku merasa dia itu sudah seperti sodaraku sendiri. Saat aku butuh bantuan dia selalu bersedia menolong."

Aku mengangguk membenarkan ucapan bang Akmal. Aku pun merasakannya, dia melakukan semua itu tanpa pamrih.

"Sama Winda putri kita, Ilham sangat baik. Dia selalu memberi uang jajan setiap kali ketemu. Kamu tahu sendiri 'kan?"

Aku mengangguk lagi, "Iya, bang." Kulihat bang Akmal menyeruput kopinya. Dia meniup-niupnya terlebih dahulu.

"Oh, iya. Besok aku jadi kerja sama Ilham. Membangun rumah."

"Jadi, dia beneran mau membuat rumah?"

"Iya. Lokasinya tidak jauh dari rumah orangtuanya. Katanya tabungannya mau dipake membangun rumah dulu. Biar nanti setelah menikah udah punya rumah sendiri. Secukupnya uang yang ada katanya, atau mungkin dibantu orangtuanya."

"Yang kerjanya ada berapa orang memangnya?"

"Tukangnya udah ada tiga, kernetnya baru dua. Nah, aku ikut jadi kernet di sana. Bagaimana Sarah? Boleh 'kan aku ikut kerja di sana? Ya, 'kan dari pada nganggur, pekerjaan lain pun sedang gak ada."

Aku melihat bang Akmal, terdapat keseriusan yang amat dalam di wajahnya. Dia tidak sungkan membicarakan itu. "Boleh, kenapa tidak? Asal kamu sehat dan pekerjaan itu halal tidak apa-apa."

"Kamu gak malu 'kan aku kerja kuli?"

"Enggak. Aku malah senang kamu mau kerja apa aja."

Bang Akmal tersenyum menatapku. Dia menggenggam tanganku. "Maaf, ya, Sar. Sampai saat ini aku belum juga mendapat pekerjaan lebih baik seperti dulu. Kamu doa kan saja, biar aku sehat-sehat, kuat, sehingga bisa bekerja apa pun juga. Pekerjaan ini lumayan lama, kira-kira bisa sampai dua bulanan atau lebih. Lumayan upahnya buat menyambung bekal kita sehari-hari."

Aku yang kini tersenyum dan menyandarkan bahu padanya. Bang Akmal merangkulku, mencium pucuk kepalaku. Aku menyayangi bang Akmal terlebih pribadinya yang sekarang.

Dulu, bang Akmal bekerja di Pabrik. Setelah dua tahun menikah tempat kerja bang Akmal mengalami pailit dan tidak beroprasi lagi. Suamiku kehilangan pekerjaan. Mencari ke tempat lain sulit karna terkendala usia yang mencapai batas maksimal. Satu tahun bang Akmal bekerja di Garmen, tapi dengan upah yang sangat minim sekali. Setelah itu bang Akmal tidak punya pekerjaan lagi. Dua tahun terakhir ini hanya usaha serabutan.

Bang Akmal sempat ingin menjadi Ojol, tapi tidak ada motor baru. Motor yang ada keluaran lama tidak bisa dipakai untuk driver online. Kalau mau bisa ambil kredit, kami memilih mundur. Kata bang Akmal tidak apa kerja kuli saja sekarang.

Rumah yang kami tempati sebagian dari kerja keras bang Akmal dulu, sebagian lagi dari bantuan orangtuaku. Dibangun di atas tanah Ibuku. Hanya rumah minimalis, cukup untuk keluarga kecil kami. Sekarang lima tahun usia pernikahan kami. Aku menikah pada usia 20 tahun, kini usiaku 25 tahun, sementara bang Akmal 35 tahun. Selisih sepuluh tahun usia kami.

Sikap bang Akmal baik, dia suka membantu dan suka mengalah. Aku berharap hubungan kami langgeng sampai tua bersama-sama.

****

Bang Akmal ke luar dari dalam rumah. Dia sudah selesai sarapan dan akan berangkat kerja. Aku menghampirinya meninggalkan ember jemuran, mengambilkan helem dari dalam memberikan padanya.

"Aku berangkat sekarang."

"Iya, bang." Mencium tangannya sebelum kepergiannya memulai bekerja di tempat bang Ilham.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Aku melihat kepergiannya. Jarak tempuh dari rumah ini ke kediaman bang Ilham cukup dua puluh menit bila ditempuh dengan motor. Setelah memastikan suami sudah tak terlihat aku masuk ke dalam rumah.

Winda sedang bermain di rumah tetangga. Libur sekolah masih panjang setelah lebaran jadi aku bisa lebih santai kini. Tidak disibukkan dengan membuat aneka jajanan dan belum berjualan.

Aku membuka facebook dan mencari cerbung di sebuah grup kepenulisan yang anggotanya mencapai satu juta lebih. Beberapa judul aku baca, memberi like dan komentar. Tak sengaja mataku tertuju pada list permintaan pertemanan. Ada ratusan permintaan pertemanan yang belum aku konfirmasi dan bertambah satu list pertemanan baru.

Aku melihatnya, M Ilham Satyawan meminta pertemanan. Aku klik poto profilnya. Itu benar bang Ilham teman karib suamiku. Dia meminta pertemanan denganku? Aku langsung klik konfirmasi, kupikir tidak apa menerima pertemanannya.

Kembali aku mensecroll beranda. Melihat-lihat status orang dan membaca status grup lainnya. Bosan aku ke luar dari aplikasi facebook membuka Whatsapp. Tidak ada chat dari siapa pun hanya ada belasan chat grup alumni teman SMP. Aku tidak membukanya, biasanya hanya basa-basi dan kekonyolan. Aku membaca semua status di kontakku.

Jumlah kontak hanya ada empat puluhan, berisi keluarga dan teman-teman perempuanku saja. Tidak ada kontak laki-laki yang bukan saudara. Aku klik kontak suami dan mengetik pesan untuknya.

[Jangan lupa makan siang, ya.]

Kukirim, hanya centang satu. Aku tahu jam istirahat masih lama, baru jam sembilan pagi. Tapi, tak apa. Setelahnya aku tutup kembali membiarkan batrai handphoneku penuh terisisi. Aku ke luar pergi ke rumah Ibuku.

Pulang dari rumah Ibu ketika sudah adzan dzuhur. Bersama Winda aku masuk ke dalam. Winda yang tadi kuajak ke rumah neneknya langsung menonton Tv. Aku mencabut kabel cassan, batrai handphoneku sudah penuh.

Teringat bang Akmal aku membuka Whatsapp, masih centang satu belum dibuka chatku. Dia belum online. Aku malah mendapat notifikasi facebook saat membuka aplikasi biru itu. Ada inbox yang masuk.

[Terimakasih sudah di konfir mamah Winda.]

Pesan dari M Ilham Satyawan ....

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 1 Hadiah Novel   12-07 13:01
img
1 Bab 1 Hadiah Novel
07/12/2021
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY