Dia berencana melamarku, lalu menggunakan Sumpah Setia Keluarga kami untuk membungkamku selamanya agar aku tidak bisa mengklaim karyaku sendiri. Selingkuhannya, Olivia, akan menjadi wajah publik dari proyek itu.
Bagian terburuknya adalah kebenaran tentang keguguranku. Itu bukan kecelakaan. Dia dan Olivia telah merancangnya dengan sengaja, menyebut bayi kami "pengganggu" yang akan membunuh ambisinya.
Di sebuah pesta, dia membuktikan semuanya. Setelah mendorongku hingga jatuh di depan semua orang, dia pergi begitu saja bersama perempuan itu, meninggalkanku dalam tumpukan penghinaan yang meremukkan.
Cinta yang kumiliki untuknya tidak hanya mati; cinta itu berubah menjadi kepastian yang dingin dan tak tergoyahkan. Dia telah mengambil karyaku, anakku, dan harga diriku.
Jadi, aku mengiriminya satu email terakhir: sebuah file berisi bukti setiap kebohongan, setiap pengkhianatan, dan sebuah video kekerasannya. Judulnya tertulis: "Hadiah Pernikahanku." Lalu aku menaiki penerbangan satu arah ke Singapura untuk bermitra dengan satu-satunya pria yang benar-benar dia takuti. Ini bukan putus cinta. Ini perang.
Bab 1
Dokter berjanji obat pereda nyeri ini akan menghapus rasa sakit akibat kecelakaan itu. Dia tidak pernah bilang obat itu juga akan memaksaku mendengar kebenaran yang akan menghancurkan hidupku berkeping-keping.
Aku berbaring di sofa, denyut tumpul di belakang mataku seirama dengan rasa sakit di lututku yang memar. Cerita resminya adalah kecelakaan mobil. Senggolan kecil. Sebuah kebohongan. Kenyataannya adalah tunanganku, Baskara Aditama, seorang Kepala Divisi di Keluarga Wiratama, dengan amarah yang lebih panas dari ambisinya.
Dalam keadaan antara tidur dan terjaga, suaranya terdengar dari lorong. Suaranya rendah dan percaya diri, suara yang dulu begitu menenangkanku. Sekarang, suara itu terasa tajam, mengiris kabut di kepalaku. Dia sedang menelepon Nanda, Penasihatnya.
"Ini rancangan triliunan rupiah, Nanda. Triliunan. 'Mahkota Senja' akan membuat namaku meroket. Bos Besar tidak akan punya pilihan selain menjadikanku Wakil Bos."
Darahku seakan membeku. Rancangan karyaku-tiga tahun hidupku, kecerdasanku, hasrat rahasiaku, yang tercurah dalam desain kasino-resor revolusioner. "Mahkota Senja." Dia menyebut nama itu seolah-olah dia sendiri yang menciptakannya.
"Dan Olivia?" Suara Nanda terdengar samar dari telepon, tapi ketidaksetujuannya terasa jelas.
"Olivia adalah wajahnya," bual Baskara. "Ketenarannya akan memberi kita perhatian publik yang kita butuhkan. Dia sudah setuju. Kami akan mempresentasikannya bersama. Pasangan yang kuat."
Rasa mual yang pahit naik ke tenggorokanku, rasa sakit yang lebih parah dari apa pun yang bisa disebabkan oleh obat.
"Lalu bagaimana dengan Fina?" tanya Nanda.
Baskara tertawa, suara yang pendek dan meremehkan. "Aku akan melamarnya setelah Bos Besar menyetujui proyek ini. Kita akan adakan pernikahan besar. Setelah dia jadi istriku, Sumpah Setia Keluarga akan membuatnya bungkam. Dia tidak akan bisa mengklaim apa-apa. Sempurna."
Sumpah Setia. Dia berencana menggunakan hukum paling suci di dunia kami untuk membungkamku, untuk mengikatku pada pencuriannya.
"Ini tanpa kehormatan sama sekali, Baskara," kata Nanda, suaranya kini tegas. "Apa kau lupa soal perampokan itu? Saat kesalahanmu hampir membuatmu terbunuh dan dia bilang pada Kepala Divisimu bahwa rencananya cacat? Dia mengorbankan namanya sendiri untuk menyelamatkanmu."
Aku memejamkan mata erat-erat, ingatan itu seperti luka baru. Aku telah menguburnya, menanggung kesalahan, membiarkan mereka berpikir pikiran strategisku memiliki kelemahan fatal, semua untuk melindungi kenaikan jabatan Baskara.
"Dan bayinya?" Suara Nanda merendah, dan jantungku berhenti berdetak. "Olivia yang menaruh racun itu di telingamu, kan? Bahwa seorang anak akan membuatmu terlihat lemah. Bahwa itu akan membunuh ambisimu."
Udara keluar dari paru-paruku dalam napas yang tertahan. Pertengkaran yang dibuat-buat. Stres yang sengaja dia ciptakan. Pertengkaran di depan umum di mana dia mendorongku, jatuh... keguguran yang kusalahkan pada kelemahanku sendiri. Itu bukan kecelakaan. Itu adalah strategi.
"Olivia adalah masa depanku," kata Baskara, suaranya dingin dan final. "Fina... praktis. Dia setia. Itulah nilainya."
Praktis.
Setia.
Hatiku tidak pecah. Hatiku remuk redam menjadi debu. Cinta yang kurasakan untuknya, masa depan yang kubangun di benakku, semuanya hangus terbakar. Di antara abunya, sesuatu yang baru dan keras mulai terbentuk.
Aku berbaring diam, napasku teratur, berpura-pura tidur nyenyak karena obat dan patah hati. Aku menunggu sampai mendengar pintu depan tertutup.
Lalu, aku meraih ponselku. Jari-jariku gemetar, tapi pikiranku setajam es. Aku membuka aplikasi pesan terenkripsi dan menemukan nama yang sudah bertahun-tahun tidak kuhubungi. Nama yang ditakuti Baskara.
Damar Adiwijaya. Bos Besar dari Keluarga paling berkuasa di kota ini. Bertahun-tahun yang lalu, di sebuah acara amal, dia menyebut analisis tak diundangku tentang keuangan saingannya sebagai "cerita pendek" paling brilian yang pernah dia dengar.
Pesanku hanya lima kata.
"Aku punya proposal bisnis."