/0/3003/coverbig.jpg?v=2dce91b2d41ad06a1be1a2bac8c96fc2)
"Pak, bagaimana ini? Mengapa Bapak mengatakan kalau kita suami istri?" Adinda mulai berani menyuarakan isi hatinya. "Apa kamu tega melihat Nenek Laila yang sudah menaruh harapan kepada kita? Nenek Laila sangat baik," jawab Alan, kemudian menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. "Tapi, Pak. Bagaimana jika Nenek tahu yang sebenarnya?" "Tidak akan." "Saya tidak ingin menjadi istri pura-pura, dan begitupun Bapak menjadi suami pura-pura saya." "Jadi, kamu ingin menjadi istri saya sesungguhnya?" Deg! Adinda terdiam, ia tidak mampu menjawab pertanyaan Alan. Ia terjebak dengan perkataannya sendiri. Tetapi, Adinda tidak tinggal diam. Ia terus berdebat dengan Alan. Hingga akhirnya, Adinda kesal dan membelakangi Alan. "Saya tidak ingin berpura-pura seperti ini, Pak!" tegasnya.
Suasana tegang menghiasi ruangan itu. Seorang anak sedang berseteru dengan kedua orang tuanya. Mereka saling beradu pendapat, dan tidak ada mengalah di antara ketiganya. Wajahnya pun tampak memerah karena menahan amarah.
Adinda Salsha, seorang gadis yang baru saja menggapai gelar sarjana, dipaksa menikah oleh kedua orang tuanya. Ia menentang, karena menurutnya perjalanan hidup masih panjang, dan Adinda belum puas untuk menikmati masa muda. Sementara Lukman – ayah Adinda, terus bersikeras agar anaknya segera menikah. Dengan alasan umurnya yang tidak akan lama lagi, mengingat dirinya sudah paruh baya dan ingin melihat puterinya ada yang membimbing.
"Ayah, Adinda tidak mau jika harus menikah sekarang," ujar Adinda dengan penuh penekanan.
"Sampai kapan kamu akan sendiri seperti ini? Ayah sudah tua, dan tidak mungkin bisa mendampingimu lebih lama."
"Ayah jangan berkata seperti itu. Adinda masih bisa jaga Ayah, tidak harus dengan menikah secepat ini."
Lukman mendengus kesal, "Kalau kamu tidak mau menikah, maka tidak akan ada harta warisan untukmu."
Lukman kemudian pergi meninggalkan mereka. Sementara Hana – Ibu Adinda, mengusap pundaknya agar anaknya sedikit lebih tenang. Adinda merasa kalau dirinya telah melakukan kesalahan. Sebab, telah membuat sang ayah terluka karena perkataannya.
"Sudah, biar nanti Bunda bicarakan hal ini kepada ayahmu."
"Tapi, Bunda. Kenapa Ayah tega sekali dengan Adinda? Padahal Adinda ingin menikmati masa muda."
Hana mengusap pundak anaknya itu, "Kamu tidak usah khawatir, mungkin Ayah itu sedang banyak pikiran. Yang membuat Ayah seperti itu."
Adinda menghela nafas, karena tidak mau bertengkar lagi dengan ayahnya. Adinda memutuskan untuk pergi ke luar rumah, dan mencari udara segar yang mampu pikirannya kembali tenang. Adinda pergi mengendarai mobilnya, sepanjang perjalanan ia terus memikirkan permintaan ayahnya tersebut. Jauh di lubuk hati yang paling dalam, Adinda tidak ingin mengecewakan ayahnya. Tetapi ia juga tidak mungkin menikah muda. Kepala Adinda terasa pusing dan berdenyut. Hal itu membuat ia tidak focus mengendarai mobil. Dan secara tiba-tiba, ada seorang pria yang melintas begitu saja. Membuat Adinda menghentikan laju mobilnya secara mendadak.
"Astaga! Siapa itu?" Kejadian itu membuat tubuhnya condong ke arah depan.
Ia melihat seorang pria tengah berdiri kaku tepat berada di depan mobilnya. Ia tidak kalah terkejut, bahkan sampai berteriak sambil menutupi wajahnya menggunakan kedua lengannya. Adinda kemudian turun untuk menghampiri pria tersebut. Terlihat seorang pria yang berpenampilan biasa saja. Mengenakan kaos polos berwarna hitam, dan sandal jepit yang melindungi kakinya.
"Kalau jalan lihat-lihat, jangan asal menyebrang begitu saja," oceh Adinda.
"Harusnya anda yang hati-hati. Kalau mengendarai mobil itu pelan saja."
Adinda berdecak kesal, bukannya meminta maaf, pria itu malah memarahinya.
"Anda tidak sopan sekali. Sudah tahu anda yang salah, kenapa malah menyalahkan saya?" Nada bicara Adinda meninggi.
Pria itu menatap Adinda dengan intens, ia tidak mau mempermasalahkan lebih jauh. Dan memutuskan pergi begitu saja, meninggalkan Adinda yang masih dikuasai oleh rasa kesalnya.
"Awas saja kalau bertemu, aku tidak akan pernah mengampuni pria seperti itu."
Adinda kembali berjalan masuk ke dalam mobil. Ia mengarahkan laju mobil pada sebuah café yang terletak di kota tersebut. Tetapi sebelum ke sana, Adinda lebih dulu menghubungi Chika – sahabatnya untuk menemani dirinya.
Sampainya di cafe, Chika sudah lebih dulu sampai ke sana. Bahkan ia sudah memesankan minuman untuk dirinya dan juga Adinda. Chika melihat kedatangan Adinda dan langsung menghempaskan tasnya ke atas meja. Menyebabkan suara bising.
"Kamu kenapa? Wajah ditekuk seperti itu," oceh Chika.
"Hari ini membuat suasana hatiku hancur. Sudah Ayah yang terus memaksa untuk menikah. Dan tadi ada pria yang tidak sopan, sudah dia yang salah dan dia juga tidak mau meminta maaf." Adinda menceritakan semua kejadian sialnya hari ini.
Chika yang mendengar cerita itu terkekeh geli, "Hahaha. Makanya patuh dengan nasihat orang tua. Jangan melawan."
"Tapi aku masih mau menikmati masa muda. Masa mau nikah sekarang?"
Chika menaikkan bahunya tanda tidak tahu.
Adinda mengaduk minuman itu dan sesekali menyeruputnya. Hatinya benar-benar hancur, dan tidak tahu harus berbuat apa. Tak berapa lama, datang makanan yang sudah dipesankan oleh Chika. Tanpa aba-aba, Adinda langsung saja melahap semua makanan itu. Chika menelan ludahnya, memang sudah biasa melihat Adinda yang rakus dengan makanan. Tetapi Adinda tetap menjaga tubuhnya agar terlihat ramping dan menarik.
"Oiya, bagaimana jika kamu tinggal di rumahku saja?" Tawar Chika.
"Boleh juga, telingaku rasanya panas kalau harus terus menerus mendengarkan Ayah yang mendesak untuk menikah."
"Oke, baiklah kalau begitu. Nanti kita langsung saja ke rumahku."
Adinda setuju dengan itu semua. Chika memang sudah memiliki rumah sendiri, itu ia lakukan karena kampung halamannya yang jauh. Mengharuskan Chika membeli rumah agar tidak harus pulang pergi ke rumah kedua orang tuanya. Setelah makan selesai, Chika langsung mengajak Adinda untuk segera pulang. Kebetulan Chika datang ke café dengan menaiki taksi.
Sampainya di rumah Chika. Adinda langsung turun bersama dengan sahabatnya itu. Tampak sebuah rumah, yang bisa dibilang tidak terlalu mewah. Tetapi terkesan sederhana, dan cukup nyaman dengan taman kecil di samping rumah itu. Ini bukan kali pertama Adinda berkunjung ke rumah Chika. Ia sudah sering sekali mampir atau menginap sekalipun di rumah itu. Mereka memang bersahabat sejak pertama kali menjejakkan kaki di bangku perkuliahan.
Suasana rumah yang rapi, Chika itu tidak akan tinggal diam jika melihat rumahnya berantakan. Maka ia sering dijuluki gadis rajin oleh teman-temannya yang lain. Berbeda sekali dengan Adinda yang tidak terlalu perduli dengan sekitar. Bahkan barangnya saja Adinda jarang merapikan. Selalu saja Hana yang merapikan itu.
"Oiya, aku 'kan tidak membawa pakaian? bagaimana?" Adinda baru ingat kalau ia tidak membawa apa-apa.
"Pakai saja ini. Bukannya pakaianku juga bisa dipakai sama kamu?" ujar Chika sambil melempar satu pakaian ke tangannya.
"Oiya aku lupa," jawab Adinda singkat.
**
Malam tiba.
Adinda sudah disibukkan oleh pekerjaan kantor. Sejak lulus, ia langsung melamar pekerjaan. Dan langsung diterima sebagai staff marketing. Memang tidak tinggi, tetapi Adinda selalu mensyukuri apa yang sudah ia dapat dengan jerih payahnya sendiri. Bahkan Adinda sama sekali tidak mengemis pekerjaan kepada orang tuanya, padahal Ayahnya adalah direktur utama di PT. Abadi Jaya. Sedari tadi Adinda terus sibuk dengan layar laptopnya, sampai tidak memberi jeda kepada tubuhnya untuk beristirahat.
"Ini minum." Chika meletakkan minuman di atas meja.
Adinda menoleh kemudian tersenyum, "Terima kasih, sahabat aku memang baik sekali."
"Kamu ini kalau sudah kerja suka tidak ingat waktu. Jaga kesehatan, Din, kamu juga perlu istirahat."
Adinda mengangguk faham, "Aku tahu. Tapi pekerjaan di kantor lagi banyak sekali, dan aku harus mengerjakan malam ini juga."
Chika tidak menanyakan lebih, karena ia tahu kalau sahabatnya akan melakukan yang terbaik untuk membuat pekerjaannya menjadi sempurna. Chika dan Adinda tidak bekerja pada perusahaan yang sama. Walau begitu, mereka sering sekali menghabiskan waktu berdua.
Tidak terasa malam semakin larut, Adinda memutuskan untuk menyudahi semuanya. Rasa kantuk mulai menyerang, dan ingin rasanya Adinda meregangkan otot-otot yang tegang. Sementara Chika sudah lebih dulu tertidur di kamar. Sebelum pergi ke kamar, Adinda terlebih dulu memberikan pesan kepada sang bunda. Agar Hana tidak mencemaskan dirinya. Ia mengatakan kalau akan tinggal di rumah Chika untuk beberapa hari, sampai Lukman menghentikan permintaannya untuk Adinda segera menikah.
**
Bersambung.
Novel Ena-Ena 21+ ini berisi kumpulan cerpen romantis terdiri dari berbagai pengalaman romantis dari berbagai latar belakang profesi yang ada seperti CEO, Janda, Duda, Mertua, Menantu, Satpam, Tentara, Dokter, Pengusaha dan lain-lain. Semua cerpen romantis yang ada pada novel ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga bisa sangat memuaskan fantasi para pembacanya. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Warning 21+ mengandung konten dewasa, harap bijak dalam memilih bacaan. Winda Anita Sari merupakan istri dari Andre Wijaya. Ia harus rela tinggal dengan orang tua suaminya akibat sang ibu mertua mengalami stroke, ia harus pindah setelah dua tahun pernikahannya dengan Andre. Tinggal dengan ayah suaminya yang bersikap aneh, dan suatu ketika Anita tau bahwa ayah mertuanya yang bernama Wijaya itu adalah orang yang mengidap hiperseks. Adik iparnya Lola juga menjadi korban pelecehan oleh ayahnya sendiri, dikala sang ibu tak berdaya dan tak bisa melindungi putrinya. Anita selalu merasa was-was karna sang ayah mertua selalu menatapnya dengan tatapan penuh nafsu bahkan tak jarang Wijaya sering masuk ke kamarnya saat ia sedang tidur. Akankah Anita mampu bertahan tinggal bersama Ayah mertuanya yang hiperseks? Atau malah menjadi salah satu korban dari ayah mertuanya sendiri?
Livia ditinggalkan oleh calon suaminya yang kabur dengan wanita lain. Marah, dia menarik orang asing dan berkata, "Ayo menikah!" Dia bertindak berdasarkan dorongan hati, terlambat menyadari bahwa suami barunya adalah si bajingan terkenal, Kiran. Publik menertawakannya, dan bahkan mantannya yang melarikan diri menawarkan untuk berbaikan. Namun Livia mengejeknya. "Suamiku dan aku saling mencintai!" Semua orang mengira dia sedang berkhayal. Kemudian Kiran terungkap sebagai orang terkaya di dunia.Di depan semua orang, dia berlutut dan mengangkat cincin berlian yang menakjubkan. "Aku menantikan kehidupan kita selamanya, Sayang."
Menikahi single mom yang memiliki satu anak perempuan, membuat Steiner Limson harus bisa menyayangi dan mencintai bukan hanya wanita yang dia nikahi melainkan anak tirinya juga. Tetapi pernikahan itu rupanya tidak berjalan mulus, membuat Steiner justru jatuh cinta terhadap anak tirinya.
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Ketika istrinya tak lagi mampu mengimbangi hasratnya yang membara, Valdi terjerumus dalam kehampaan dan kesendirian yang menyiksa. Setelah perceraian merenggut segalanya, hidupnya terasa kosong-hingga Mayang, gadis muda yang polos dan lugu, hadir dalam kehidupannya. Mayang, yang baru kehilangan ibunya-pembantu setia yang telah lama bekerja di rumah Valdi-tak pernah menduga bahwa kepolosannya akan menjadi alat bagi Valdi untuk memenuhi keinginan terpendamnya. Gadis yang masih hijau dalam dunia dewasa ini tanpa sadar masuk ke dalam permainan Valdi yang penuh tipu daya. Bisakah Mayang, dengan keluguannya, bertahan dari manipulasi pria yang jauh lebih berpengalaman? Ataukah ia akan terjerat dalam permainan berbahaya yang berada di luar kendalinya?