/0/3149/coverbig.jpg?v=3f0c9548d342ef9937c0d337c8cc2b32)
Luna Valleryn adalah seorang perempuan muda yang baru dinikahi oleh Dion satu bulan yang lalu. Tapi ia sama sekali tidak merasakan kebahagiaan sebagai pengantin baru karena suaminya yang terlalu sibuk bekerja. Suatu ketika, saat Dion pergi ke luar kota, Luna menginap di rumah Maya, tantenya. Ia merasa iri melihat rumah tangga Maya dan Berend yang masih hangat kendati usia pernikahan mereka sudah belasan tahun. Maya membayangkan seandainya ia memiliki suami seperti Berend, tentu ia tidak akan merasa kesepian. Seolah membaca pikiran Luna, Berend pun menggoda perempuan muda itu. Disanalah bermulanya perselingkuhan antara Berend dan Luna.
Namaku Luna Valleryn, biasa dipanggil Luna. Aku seorang gadis muda berusia dua puluh lima tahun yang baru menikah satu bulan yang lalu. Suamiku bernama Dion Wijaya, seorang arsitektur. Usia kami tidak terpaut jauh, hanya tiga tahun saja. Dahulu dia adalah kakak kelasku di SMA, dan kami tidak sengaja bertemu kembali ketika reuni. Satu minggu setelah pertemuan itu, Mas Dion langsung datang ke rumah dan melamarku.
Aku menerima lamaran Mas Dion karena kurasa aku tidak punya alasan untuk menolaknya. Dia pria yang tampan dan mapan. Apa lagi yang harus aku pertimbangkan? Lagipula, usiaku pun sudah cukup matang untuk berumah tangga. Kupikir Mas Dion laki-laki yang baik, buktinya ia langsung meminangku. Bukankah itu salah satu bukti nyata bahwa dia serius dan sungguh-sungguh mencintaiku? Tapi ternyata, setelah menjadi istrinya, aku baru menyadari bahwa anggapan itu keliru.
Orang bilang, masa-masa pengantin baru adalah masa-masa yang menyenangkan. Namun yang kurasakan justru sebaliknya. Setiap hari Mas Dion sibuk dengan pekerjaannya, dan hampir setiap akhir pekan ia melakukan perjalanan bisnis ke luar kota. Boro-boro mau bulan madu, bahkan Mas Dion saja baru satu kali menyentuhku, itu pun pada saat malam pertama, hanya sekitar setengah jam setelah itu ia mendengkur tidur. Saat itu aku masih memaklumi, mungkin Mas Dion lelah karena resepsi yang memakan waktu seharian. Aku pun begitu. Kupikir, kami akan mengulangnya di malam berikutnya, dengan persiapan yang lebih matang dan terencana mungkin. Nyatanya, malam-malam yang kunantikan itu tidak pernah datang lagi.
"Pakaianku sudah siap, Lun?" tanya Mas Dion yang baru ke luar dari kamar mandi.
"Mas jadi berangkat ke Bali hari ini?" balasku.
"Iya. Aku sudah membuat janji dengan klien di sana," jawabnya.
Aku memasukkan beberapa pakaiannya ke dalam koper, sebenarnya aku juga telah mempersiapkan pakaian itu sedari tadi karena Mas Dion memang sudah memberi tahuku dari tiga hari yang lalu.
"Aku ikut ya, Mas," pintaku penuh harap.
"Jangan dong. Aku di sana sibuk, nanti kamu malah sendirian di hotel."
"Apa bedanya dengan di sini? Toh sepanjang hari aku juga sendiri," balasku sarkas.
Ia membelai rambutku. "Nanti kalau aku udah nggak terlalu sibuk, kita liburan satu minggu full, okay?"
Aku mendengus, sudah begitu muak mendengar kata 'nanti' itu.
"Entar malam aku ke rumah Tante Maya ya, kemarin anaknya ulang tahun, aku mau ngasih kado sekalian silaturahmi. Tante Maya juga udah nyuruh aku main ke sana dari kemarin-kemarin," ujarku beberapa menit berselang.
"Ya, sampaikan salamku pada Tante Maya dan Om Berend," balas Mas Dion sambil mengenakan pakaian yang telah aku sediakan untuknya.
"Padahal Tante Maya juga pengen ketemu kamu lho, Mas. Mereka kan nggak sempat hadir ke pernikahan."
"Iya, nanti, ya. Kalau aku sudah sibuk."
Aku mendengus untuk yang kedua kalinya. Kalau aku sedang sibuk? Kamu tidak pernah tidak sibuk, Mas, batinku.
Tidak lama berselang, Mas Dion pun berangkat ke Bali. Aku tidak ikut mengantar ke Bandara karena rasanya juga akan percuma. Di sepanjang perjalanan Mas Dion hanya akan membahas agendanya bersama Galih, asistennya. Yang ada aku hanya akan semakin makan hati.
Pukul setengah tujuh malam, aku tiba di kediaman Tante Maya. Niko langsung menyambutku dengan girang, apa lagi saat tahu aku datang membawa kado untuknya.
"Bilang apa ke kakaknya, Sayang?" ujar Tante Maya yang datang menghampiri aku dan Niko.
"Terima kasih, Kakak Cantik," ujar bocah sepuluh tahun itu.
"Iya, sama-sama, Niko Ganteng," balasku,
Lantas aku menyalami Tante Mira dan dia langsung membalas dengan pelukan hangat, lengkap dengan ciuman di pipi kanan dan kiri. "Kok datang sendiri sih, Lun? Suami kamu mana?" tanya Tante Mira.
"Mas Dion baru berangkat ke Bali tadi sore, Tante, ada urusan kerjaan," jawabku.
"Lho, kamu kok nggak ikut? Kan bisa sekalian bulan madu."
Aku mengibaskan tangan. "Nggak nyaman juga bulan madu tapi suami masih sibuk dengan kerjaannya."
Tante Mira terkekeh. "Iya, iya, mending nyari waktu yang tepat dulu, ya."
Aku menanggapi dengan senyum tipis. Lantas Tante Maya mengajakku mengobrol di sofa. Tante Maya ini adalah sepupu jauh mamaku, tapi aku cukup dekat dengannya karena aku pernah menginap di rumahnya beberapa bulan saat kuliah dahulu. Saat tengah mengobrol, Om Berend, suaminya Tante Maya pulang bekerja.
"Eh, ada tamu rupanya," sapa Om Berend hangat. Aku langsung menyalami suami tanteku itu.
"Kapan datang, Lun?" tanya Om Berend lagi.
"Baru banget, Om, sekitar lima menit yang lalu."
"Ooohh." Om Berend beralih mendekati istrinya. Ia memeluk dan memberikan kecupan hangat di dahi Tante Maya. Om Berend memang tidak pernah berubah, ia selalu memperlakukan Tante Maya dengan romantis meski usia pernikahan mereka sudah lebih sepuluh tahun.
"Kamu kok cantik banget sih hari ini, Sayang," puji Om Berend pada Tante Maya.
"Apaan, ibu-ibu pake daster gini kok dibilang cantik?" elak Tante Maya, meski kulihat pipinya merona merah saat mendapatkan pujian itu.
"Justru karena pakai daster kamu terlihat lebih seksi," goda Om Berend lagi.
Tante Maya langsung mencubit pinggang suaminya itu. "Malu tahu, ada Luna."
Om Berend hanya terkekeh sendiri. "Aku mau mandi dulu ya, Sayang. Udah keringetan banget nih rasanya."
"Iya, aku langsung nyiapin makanan, ya."
"Okay." Om Berend pun menaiki lantai dua, menuju kamarnya.
Jujur saja, aku iri melihat keromantisan Om Berend pada Tante Maya. Mas Dion tidak pernah memperlakukanku sehangat itu. Jangankan memeluk dan memberikan kecupan setiap berangkat dan pulang kerja, memuji aku saat aku berdandan cantik saja Mas Dion tidak pernah.
Aku membantu Tante Maya menyiapkan makan makan malam. Sekitar setengah jam kemudian, Om Berend kembali bergabung bersama kami. Rambutnya basah habis keramas, menyeruakkan aroma shampoo yang menggelitik penciuman. Ia mengenakan celana pendek dan baju kaos polos. Dengan penampilan seperti itu, Om Berend sama sekali tidak terlihat seperti bapak-bapak kepala empat. Ia justru terlihat sepuluh tahun lebih muda dari umurnya.
Om Berend memang merawat tubuhnya dengan baik. Dia rajin berolahraga, seminggu tiga kali. Ia juga selalu mewarnai rambutnya dengan warna hitam dan mencukur berewoknya secara berkala. Dahulu, ketika masih tinggal di rumahnya, aku pernah tidak sengaja melihat Om Berend bertelanjang dada. Perutnya kotak-kotak, dadanya bidang. Sepertinya juga belum berubah hingga sekarang.
"Malam ini kamu menginap di sini, Lun?"
Pertanyaan Tante Maya berhasil membuyarkan lamunanku yang sedang membayangkan keindahan tubuh Om Berend.
"Eng-enggak, Tante, lain kali saja," jawabku dengan sedikit tergagap. Saat itu Om Berend juga melirik padaku, wajahku langsung berubah merah padam. Apa Om Berend tahu bahwa tadi aku memerhatikannya?
Bagi Raymond Rudiart, kencan buta satu malam di Bali hanyalah untuk satu malam itu saja. Tapi bagi Sherly Agatha, kencan semalam itu telah mengubah hidupnya untuk selamanya. Sherly hamil tanpa tahu identitas laki-laki yang menebar benih dalam rahimnya. Semenjak itulah kehidupannya yang manis langsung berubah pahit. Sherly diusir dari rumah dan terpaksa membesarkan buah hatinya itu seorang diri. Tiga tahun kemudian Sheina, kakaknya datang dan berniat untuk mengadopsi anak Sherly agar Sherly dan anaknya bisa kembali punya kehidupan yang layak. Merasa sangat tersinggung dengan niatan sang kakak, Sherly pun bertekad untuk sukses agar bisa memberikan tamparan balik ke keluarganya. Berbekal prestasinya selama kuliah, Sherly pun diterima di sebuah perusahaan besar. Ternyata CEO perusahaan itu adalah Raymond Rudiart. Apakah Sherly akan meminta Raymond untuk menikahinya?
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
Kisah seorang ibu rumah tangga yang ditinggal mati suaminya. Widya Ayu Ningrum (24 Tahun) Mulustrasi yang ada hanya sebagai bentuk pemggambran imajinasi seperti apa wajah dan bentuk tubuh dari sang pemain saja. Widya Ayu Ningrum atau biasa disapa Widya. Widya ini seorang ibu rumah tangga dengan usia kini 24 tahun sedangkan suaminya Harjo berusia 27 tahun. Namun Harjo telah pergi meninggalkan Widy sejak 3 tahun silam akibat kecelakaan saat hendak pulang dari merantau dan karna hal itu Widya telah menyandang status sebagai Janda di usianya yang masih dibilang muda itu. Widya dan Harjo dikaruniai 1 orang anak bernama Evan Dwi Harjono
Warning!!!!! 21++ Aku datang ke rumah mereka dengan niat yang tersembunyi. Dengan identitas yang kupalsukan, aku menjadi seorang pembantu, hanyalah bayang-bayang di antara kemewahan keluarga Hartanta. Mereka tidak pernah tahu siapa aku sebenarnya, dan itulah kekuatanku. Aku tak peduli dengan hinaan, tak peduli dengan tatapan merendahkan. Yang aku inginkan hanya satu: merebut kembali tahta yang seharusnya menjadi milikku. Devan, suami Talitha, melihatku dengan mata penuh hasrat, tak menyadari bahwa aku adalah ancaman bagi dunianya. Talitha, istri yang begitu anggun, justru menyimpan ketertarikan yang tak pernah kubayangkan. Dan Gavin, adik Devan yang kembali dari luar negeri, menyeretku lebih jauh ke dalam pusaran ini dengan cinta dan gairah yang akhirnya membuatku mengandung anaknya. Tapi semua ini bukan karena cinta, bukan karena nafsu. Ini tentang kekuasaan. Tentang balas dendam. Aku relakan tubuhku untuk mendapatkan kembali apa yang telah diambil dariku. Mereka mengira aku lemah, mengira aku hanya bagian dari permainan mereka, tapi mereka salah. Akulah yang mengendalikan permainan ini. Namun, semakin aku terjebak dalam tipu daya ini, satu pertanyaan terus menghantui: Setelah semua ini-setelah aku mencapai tahta-apakah aku masih memiliki diriku sendiri? Atau semuanya akan hancur bersama rahasia yang kubawa?
Kisah asmara para guru di sekolah tempat ia mengajar, keceriaan dan kekocakan para murid sekolah yang membuat para guru selalu ceria. Dibalik itu semua ternyata para gurunya masih muda dan asmara diantara guru pun makin seru dan hot.
Keseruan tiada banding. Banyak kejutan yang bisa jadi belum pernah ditemukan dalam cerita lain sebelumnya.
"Tolong hisap ASI saya pak, saya tidak kuat lagi!" Pinta Jenara Atmisly kala seragamnya basah karena air susunya keluar. •••• Jenara Atmisly, siswi dengan prestasi tinggi yang memiliki sedikit gangguan karena kelebihan hormon galaktorea. Ia bisa mengeluarkan ASI meski belum menikah apalagi memiliki seorang bayi. Namun dengan ketidaksengajaan yang terjadi di ruang guru, menimbulkan cinta rumit antara dirinya dengan gurunya.