/0/3163/coverbig.jpg?v=d1017b5fca450bb6d309b0068faa215d)
Sejak kematian sang papa Lunar memilih untuk tinggal bersama mama dan papa tirinya. Disana Lunar bertemu Serafin. Tetangganya yang unik. Serafin tanpa ragu menyatakan cintanya pada Lunar. Bahkan laki-laki itu melamarnya tidak lama dari pernyataan cintanya. Satu yang membuat Lunar kaget. Laki-laki itu tidak menampilkan image yang baik. Serafin langsung mengatakan jika dia adalah laki-laki sangean. "Gue itu baik, pengertian, setia dan bisa menerima kamu apa adanya. Hanya saja minusnya gue sangean." Itulah kata Serafin. Lunar juga mencurigai Serafin sebagai orang suruhan tantenya yang berusaha merebut harta warisannya. Sebenarnya apakah niat Serafin. Benarkah dia suruhan tante Lunar? Akankah Lunar terjatuh dalam jerat Serafin dengan segala tingkahnya yang unik dan mesum?
"Cinta tanpa nafsu itu omong kosong! Jangan dekat-dekat sama gue. Gue sang*an," katanya terus terang dan frontal. Baru kali ini aku bertemu dengan laki-laki yang begitu terus terang. Sedikit kaget, tapi sudut bibirku terangkat sedikit.
"Lo balik deh, otak gue traveling," katanya mengambil kotak makanan dari tanganku dan menutup pintu rumahnya. Aku sama sekali tidak diberi basa-basi untuk dipersilahkan masuk dan ditawari minum.
Aku kembali ke rumahku yang berada tepat di sebelah rumahnya. Sebelum meninggal rumahnya. Dari sudut mataku aku bisa melihat dia mengintip dibalik pintu.
Sungguh tidak disangka laki-laki yang sering dibanggakan dan dibandingkan mama denganku. Punya sisi yang unik seperti ini.
Keterus terangannya sungguh membuatku terkejut. Apalagi aku tidak terlalu mengenalnya secara pribadi. Hanya mendengar mama yang menggambarkan begitu sempurna.
"Gimana udah diantar?" tanya mama saat aku baru saja masuk dan menutup pintu rumah.
"Udah. Cuman Serafin aja yang ada di rumah kayaknya," kataku menjelaskan sebelum ditanya macam-macam.
"Gimana? Kamu lihat sendiri kan. Anak tetangga kita, udah ganteng, pinter, baik dan sopan lagi," kata mama bersemangat.
"Minusnya sang*an Ma," kataku dalam hati. Kalau ku utarakan bisa diceramahi habis-habisan.
"Iya terserah Mama aja lah," kataku lalu pergi ke kamar dilantai atas. Aku duduk di balkon kamarku dan pemandangannya menuju balkon kamar Serafin. Jendela kamarnya terbuka dan dia duduk di atas jendela. Sambil menikmati makanan yang kuberikan tadi.
Dia melambaikan padaku tanpa malu-malu. Melempar senyum manis dengan sudut bibir terdapat sisa pasta yang kuberikan.
Sungguh aneh kalau jauh seperti ini dia sering menggodaku. Kalau berhadapan dia sangat menjaga jarak. Tidak jarang dia langsung pergi kalau melihatku mendekat.
"Enak," katanya menunjukan tempat pasta yang sudah habis. Sungguh kejutan badan atletis itu menghabiskan satu tupperware berukuran besar sendirian.
"Sering-seringlah masakin gue ya," katanya lagi. Aku menunjukan jari tengah ku padanya. Kalau jauh dia bisa seperti ini. Kalau dekat dia menganggapku seperti kuman, harus dihindari.
Makan malam kali ini terasa lebih serius dari sebelumnya. Papa tiriku sedari tadi melirik ku terus menerus. Seakan ada hal penting yang dibicarakannya, tapi menahan diri.
"Kenapa?" tanyaku saat melihat mama gelisah. Aku memang tidak dekat dengan mama, aku tinggal dengan almarhum papa sejak kecil.
"Anu, Mama mau bilang. Papa aja lah, Mama takut salah," kata mama menyenggol lengan papa tiriku.
"Papa juga gak tau harus ngomong apa," kata papa tiriku melihat kearah mama dan saling saling menyenggol.
"Ngomong aja," kataku santai sambil terus menyuap nasi ke mulut.
"Itu, sebelumnya Om minta maaf. Om tau, om tidak berhak untuk hal ini. Serafin, melamar kamu pada Om," kata papa tiriku sambil mengambil segelas air dan meminumnya dengan susah payah. Seakan-akan di dalam air itu ada kandungan sianida.
"Mau gimana lagi, mau gak mau, Om yang jadi wali aku sekarang. Papa udah gak ada," kataku pelan. Papa anak tunggal tidak punya saudara kandung. Papa cuman punya satu satu saudara yang merupakan anak angkat. Masih hitungan saudara, karena dia adalah anak dari adik nenek yang perempuan.
Tetap saja tidak bisa menjadi waliku. Sekarang aku tinggal dengan mama dan om Rendi. Mau tidak mau om Rendilah yang menjadi waliku.
Hubungan kami masih terbilang canggung. Aku yang tiba-tiba masuk kedalam keluarga mereka. Tinggal dan menetap disini. Sebenarnya aku punya alasan, kenapa aku tinggal disini. Tanteku sedang memperebutkan harta peninggalan papa denganku.
Om Rendi menyarankan aku untuk tinggal disini. Sementara dia mengurus semuanya. Dia bilang harta peninggalan papa, adalah hakku. Tidak ada yang boleh menggusiknya, karena itu om Rendi menyiapkan pengacara terbaik di firma hukumnya untuk mempertahankan harta warisanku.
"Jadi, Om jawab apa pada Serafin?"
"Om belum jawab. Om serahkan keputusan ditangan kamu."
"Menurut Om dia laki-laki yang seperti apa. Seperti kata Om, aku butuh laki-laki yang bisa melindungi aku."
Om Rendi menatapku serius, dia menggeser gelas yang tepat di depannya ke sampingnya. Mama hanya diam sambil memandang kami bergantian.
"Om tidak ingin kamu menikah karena ini. Om akan berusaha mempertahankan apa yang menjadi hak kamu. Kamu tidak perlu mengorbankan kebahagiaan kamu untuk ini."
"Lunar tau, Om akan berusaha, tapi papa menulis surat wasiat yang akan menyulitkan kita semua. Sebelum Lunar menikah Tante Wendalah yang menjaga dan mengatur harta warisan papa. Walaupun kita menang di pengadilan mereka masih punya kartu as untuk mengambil dan menikmati harta papa," kataku serius. Om Rendi mengusap wajahnya frustasi.
Papa sepertinya kurang hati-hati pada tante Wenda. Dia bukan orang yang baik. Buktinya dia menuntut ke pengadilan atas pembagian harta warisan papa. Padahal sudah jelas kalau dia tidak punya hak untuk itu.
"Tante Wenda sangat licik dan kejam. Aku harus berlindung disini agar terhindar dari rencana liciknya"
"Apa tidak sebaiknya berikan saja sebagian harta peninggalan Haris untuk mereka," kata mama.
"Memberikan harta warisan bukan hal yang benar. Hal itu bisa membuat mereka menjadi lebih serakah dan membuat mereka punya kemampuan untuk menyakiti Lunar," kata om Rendi menolak usul mama.
"Jadi menurut om, bagaimana Serafin?"
"Seperti yang kamu lihat dia punya semua hal yang kita butuhkan. Cerdas dan punya dukungan keluarga. Hanya saja Om tidak yakin dengan karakter aslinya."
Pekerjaan Om Rendi yang sebagai pengacara membuatnya lebih waspada. Dia melihat orang dari berbagai sisi. Tidak hanya dari yang ditunjukkan oleh orang itu saja.
"Om tidak bisa menebak karakter aslinya. Walaupun dengan pengalaman yang sudah Om dapatkan selama ini."
Aku juga kesulitan menebak karakter Serafin. Dia begitu lihai memainkan peran. Aku juga tidak tahu apakah pernyataan cinta yang diungkapkannya adalah kesungguhan atau ada udang dibalik batu.
Disaat seperti ini kami memang harus lebih berhati-hati. Apalagi Tante Wenda menjadi lebih agresif akhir-akhir ini. Aku sampai tidak bisa keluar dengan bebas lagi.
"Om akan memikirkan langkah kedepannya. Kamu jangan terlalu khawatir dan mengambil keputusan secara buru-buru. Apalagi kamu dan Serafin juga baru saling mengenal," kata om Rendi.
Setelah selesai makan malam aku kembali ke kamarku. Makan malam dengan keluarga hal yang baru untukku. Dulu almarhum papa lebih sering meninggalkan aku untuk pekerjaan. Sementara om Rendi selalu mewajibkan untuk makan malam bersama kalau dia tidak berada di luar kota.
Keluarga ini jauh lebih hangat. Hanya saja kurang kehadiran seorang anak. Aku tau dari binar mata om Rendi saat melihatku di meja makan. Dia selalu bahagia dan tersenyum hanya saja masih canggung.
Nanti sebagai hadiah aku akan memanggilnya papa. Panggilan itu cocok untuknya yang memiliki perilaku hangat dan peduli keluarga. Hanya saja tuhan tidak menakdirkannya untuk memiliki seorang anak.
Dari jendela kamarku muncul pesawat kertas yang secara perlahan mendekat dan mendarat di ranjangku. Aku melihat ke arah datangnya pesawat kertas. Rumah sebelah, tepatnya kamar Serafin. Lampu kamarnya masih menyala dan dia duduk di balkon dengan memegang gitar.
Seperti dia hanya berniat memegang saja, tanpa berniat memainkan. Aku berdiri didepan pintu yang menguntungkan ke balkon dan tersenyum mengejek padanya. Dia menaikan sebelah alisnya dan melirik ke arah dadaku lalu menyeringai.
Aku lalu kembali dan menutup pintu balkon. Saat kulihat pesawat kertas yang dilemparkan Serafin padaku. Ternyata didalamnya ada tulisan.
Aku membuka lipatan pesawat kertas yang dibuatnya dengan hati-hati. Lalu membaca tulisan indah disana.
Aku benar-benar jatuh cinta padamu. Aku ini sebenarnya laki-laki baik, pengertian dan bisa menerima kamu apa adanya. Minusnya hanya sang*an doang. Jadi terimalah lamaranku 😊
Inilah tetangga yang selalu dibanggakan oleh mama. Haruskah aku memperlihatkan ini pada mama. Agar dia berhenti membanggakan laki-laki itu?
Walau bagaimanapun dia mencurigakan kan?
Tiga tahun lalu, keluarganya menentang pilihan William untuk menikahi wanita yang dicintainya dan memilih Fransiska sebagai pengantinnya. William tidak mencintainya. Malah, dia membencinya. Tidak lama setelah mereka menikah, Fransiska menerima tawaran dari universitas impiannya dan mengambil kesempatan itu. Tiga tahun kemudian, wanita tercinta William sakit parah. Untuk memenuhi keinginan terakhirnya, dia menelepon Fransiska untuk kembali dan memberinya perjanjian perceraian. Scarlett sangat terluka oleh keputusan mendadak William, tetapi dia memilih untuk membiarkannya pergi dan setuju untuk menandatangani surat cerai. Namun, William tampaknya menunda proses dengan sengaja, yang membuat Fransiska bingung dan frustasi. Sekarang, Fransiska terjebak di antara konsekuensi dari keragu-raguan William. Apakah dia bisa melepaskan diri darinya? Akankah William akhirnya sadar dan menghadapi perasaannya yang sebenarnya?
Yolanda mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Setelah mengetahui taktik mereka untuk memperdagangkannya sebagai pion dalam kesepakatan bisnis, dia dikirim ke tempat kelahirannya yang tandus. Di sana, dia menemukan asal usulnya yang sebenarnya, seorang keturunan keluarga kaya yang bersejarah. Keluarga aslinya menghujaninya dengan cinta dan kekaguman. Dalam menghadapi rasa iri adik perempuannya, Yolanda menaklukkan setiap kesulitan dan membalas dendam, sambil menunjukkan bakatnya. Dia segera menarik perhatian bujangan paling memenuhi syarat di kota itu. Sang pria menyudutkan Yolanda dan menjepitnya ke dinding. "Sudah waktunya untuk mengungkapkan identitas aslimu, Sayang."
Yahh saat itu tangan kakek sudah berhasil menyelinap kedalam kaosku dan meremas payudaraku. Ini adalah pertama kali payudaraku di pegang dan di remas langsung oleh laki2. Kakek mulai meremas payudaraku dengan cepat dan aku mulai kegelian. “ahhhkkk kek jangannnhh ahh”. Aku hanya diam dan bingung harus berbuat apa. Kakek lalu membisikkan sesuatu di telingaku, “jangan berisik nduk, nanti adikmu bangun” kakek menjilati telingaku dan pipiku. Aku merasakan sangat geli saat telingaku di jilati dan memekku mulai basah. Aku hanya bisa mendesah sambil merasa geli. Kakek yang tau aku kegelian Karena dijilati telinganya, mulai menjilati telingaku dengan buas. Aku: “ahhkkk ampunnn kek, uddaahhhhh.” Kakek tidak memperdulikan desahanku, malah ia meremas dengan keras payudaraku dan menjilati kembali telingaku. Aku sangat kegelian dan seperti ingin pipis dan “crettt creettt” aku merasakan aku pipis dan memekku sangat basah. Aku merasa sangat lemas, dan nafasku terasa berat. Kakek yang merasakan bila aku sudah lemas langsung menurunkan celana pendekku dengan cepat. Aku pun tidak menyadarinya dan tidak bisa menahan celanaku. Aku tersadar celanaku sudah melorot hingga mata kakiku. Dan tiba2 lampu dikamarku menyala dan ternyata...
Menikahi single mom yang memiliki satu anak perempuan, membuat Steiner Limson harus bisa menyayangi dan mencintai bukan hanya wanita yang dia nikahi melainkan anak tirinya juga. Tetapi pernikahan itu rupanya tidak berjalan mulus, membuat Steiner justru jatuh cinta terhadap anak tirinya.
Evelyn, yang dulunya seorang pewaris yang dimanja, tiba-tiba kehilangan segalanya ketika putri asli menjebaknya, tunangannya mengejeknya, dan orang tua angkatnya mengusirnya. Mereka semua ingin melihatnya jatuh. Namun, Evelyn mengungkap jati dirinya yang sebenarnya: pewaris kekayaan yang sangat besar, peretas terkenal, desainer perhiasan papan atas, penulis rahasia, dan dokter berbakat. Ngeri dengan kebangkitannya yang gemilang, orang tua angkatnya menuntut setengah dari kekayaan barunya. Elena mengungkap kekejaman mereka dan menolak. Mantannya memohon kesempatan kedua, tetapi dia mengejek, "Apakah menurutmu kamu pantas mendapatkannya?" Kemudian seorang tokoh besar yang berkuasa melamar dengan lembut, "Menikahlah denganku?"