/0/4737/coverbig.jpg?v=420597b2a3c956301ff06f754ec65614)
Bagiku, lebih baik seperti ini. Hidup dalam kesendirian dan rasa hampa yang kuharap mampu mengobati kecewa dan luka dalam hati. enam tahun pergi dan sendiri, hatiku masih terasa nyeri. Tak apa, kuyakin waktu kan mengobati sakit ini seiring kesendirian yang kupertahankan. Kami menikah, dengan cinta, dengan rasa percaya. Namun, ia menghianati semua saat kami harus terpisah jarak. Aku pergi tanpa sudi bertemu dengannya setelah kupergoki ia mendua. Rasanya sakit, saat pengorbanan yang kulakukan ternyata tak sedikitpun berharga di matanya. Enam tahun berlalu. Aku masih terseok dengan hati yang selalu perih setiap mengingat bagaimana ia mencium wanita itu. Saat hidupku sudah mulai tenang dengan sepi dan hampa yang kubuat, takdir mengujiku dengan pertemuan kami. IA datang dan tinggal dekat denganku, lalu menawarkan masa depan yang dulu pernah ia janjikan kepadaku lagi.
"Happy anniversary ke enam bulan, pangeran aku!"
Aku melirik pada sosok gadis berpakaian putih abu-abu yang berteriak riang dari meja kasir resto cepat saji ini menuju salah satu meja. Langkahnya ringan sekali meski membawa banyak burger dan soda dalam baki yang gadis itu pegang. Wajahnya ceria dengan senyum tak tak juga hilang dari wajahnya.
Aku menyeringai dengan decih remeh dalam hati. Anak jaman sekarang. Enam bulan dan perayaan masa kebersamaan, terlalu lebay. Aku memusatkan lagi perhatianku pada sketsa-sketsa gaun anak-anak yang tengah kukerjakan. Meski ini bukan pekerjaan utama yang memberiku gaj bulanan untuk hidup di kota ini, tetap saja aku harus menyelesaikan beberapa sketsa agar bisa segera kueksekusi menjadi gaun indah dan kujual.
Untuk beberapa hal termasuk menggambar, kadang aku memang butuh tempat seperti restauran cepat saji ini hanya untuk mencari suasana baru. Di hari kerja seperti saat ini, restauran cepat saji tak seramai saat akhir minggu. Apalagi, saat ini jam tiga sore dan para pekerja kantoran pasti tak ada yang berniat mampir untuk makan siang.
"Aku gak sangka banget, Sayang, kita sudah bersama selama ini. Aku makin sayang sama kamu."
Demi Tuhan, runguku sedikit muak dengan kalimat yang gadis itu ucapkan. Suaranya lantang dengan nada ceria. Jika sudah begini, fokusku jadi sedikit goyah dan bola mataku mau tak mau melirik lagi pada sepasang bocah ingusan yang kuyakin, laki-lakinya saja paling baru mengalami mimpi basah satu dua kali.
Gadis itu menyodorkan gelas minuman pada pacarnya, lalu melanjutkan minum satu sedotan berdua. Iyuh, menjijikkan. Kalau uang jajannya kurang, lebih baik makan bakso kaki lima saja alih-alih resto tetapi segalanya dibagi dua. Jika belum bermodal, lebih baik banyak belajar saja.
Aku menggeleng sekilas seraya mengangkat bahu tak acuh dan samar. Buat apa aku jadi pusing memerhatikan bocah ingusan? Aku masih harus kembali ke butik dan menyelesaikan bebera desain gaun formal yang Bu Rahma tugaskan padaku. Tiga bulan lagi butik tempatku bekerja akan mengikuti acara tahunan dan Bu Rahma sedang ingin mengeluarkan koleksi baju formal yang bisa dipakai untuk pesta atau bekerja. Pangsa pasar busana formal sedang bagus saat ini. Kate Middleton membuat beberapa wanita menyukai gaun formal karena dirasa berkelas tanpa harus tampil berlebihan.
Ponselku berdenting. Aku melirik sekilas pada layar dan kudapati pesan dari Mona.
Ratih, Bu Rahma minta tolong jam tujuh ketemu tamu beliau ya. Ada yang mau pesan gaun katanya. Bu Rahma gak bisa hadir karena ada urusan mendadak.
Aku menaikkan satu alisku dan mengangguk. Aku tahu, Mona tak mungkin bisa melihat responsku. Aku tak perlu menjawab pesannya, karena setelah ini aku pasti kembali ke butik dan menghabiskan malam di sana, seperti biasa.
Yah, apa lagi yang bisa kuperbuat untuk mengisi kekosongan hari? Hanya butik tempatku menghabiskan waktu dan menggali banyak penghasilan. Hidupku tak pernah mudah. Sungguh, urusan lembur setiap hari dan terus menggambar hanyalah satu dari sekian hal kecil yang kunikmati. Masih banyak berat dan menyedihkan yang terasa memberatkan pundakku setiap kali melangkah. Beban tak kasat mata ini, bahkan mampu membuatku sulit bernapas.
"I love you, sayang!"
Ya, nikmatilah masa indah ini, anak kecil. Hamburkan saja kata cinta itu sesuka hatimu hingga mulut dan telingamu lelah sendiri. Aku hanya berharap, kelak kamu tak akan menyesali dan menangisi apa yang terjadi sore ini bersama pria yang hanya fokus menghabiskan sisa burger yang tak mampu perutmu tampung.
Mengambil kembali drawing pen, aku melanjutkan sketsa gaun anak beserta tuksedo yang bisa dipasangkan. Menjahit membuatku memiliki kepuasan batin tersendiri. Aku seperti mampu mengubah imaginasiku menjadi nyata. Hidupku tak semudah dan seindah harapan juga bayanganku. Jadi, ketika aku berimajinasi dan menuangkan semua itu di atas kertas, lalu bekerja keras hingga aku bisa menyentuh bentuk nyatanya dalam genggaman, aku merasa bahwa masih ada dalah hidup ini yang bisa kita perjuangkan. Meski hanya beberapa potong baju dari hasil ide dan kreatifku.
Berbeda dengan hidupku sendiri yang tak lagi bisa kuperjuangkan apalagi dijadikan indah seperti gaun toska berenda yang kurancang untuk anak usia tujuh tahun ini. Soal hidup, baiknya semua kulupakan saja dan kembali melangkah meski terkadang bayang beban itu terasa sulit kulepas pergi.
Gerak tanganku berhenti saat kusadari jika gelas sodaku tak lagi berisi. Kosong, bahkan tak ada lagi sisa es batu karena sudah mencair dan kusedot hingga habis. Sepasang anak ingusan itu pun sudah tak ada lagi. Mungkin orangtuanya menghubungi dan meneriaki mereka untuk lekas berada di rumah. Kasihan, anak ingusan itu belum tahu pentingnya aturan dan norma ketat. Orang tua bersikap keras bukan berarti mereka jahat. Orangtua mereka, kuyakin tahu yang terbaik dan merayakan hari jadi ke berapa hari tadi? Enam jam? Ah, berapapun pendeknya masa itu, bukanlah hal yang akan mereka banggakan atau syukuri kelak.
Percaya padaku!
Aku membereskan buku sketsa dan beberapa kertas juga pen gambar ke dalam tasku. Sudah waktunya kembali ke butik karena Mona harus pergi sebelum jam lima sore. Teman kerjaku itu sedang menjalani kuliah kelas karyawan yang membuatnya harus ada di kelas setiap malam. Berbeda dengan aku yang tak memiliki keinginan untuk mengenyam bangku kuliah. Memiliki kemampuan menjahit dan menggambar desain baju sudah cukup bagiku. Bu Rahma mengarahkanku hingga kemampuan yang enam tahun lalu hanya sekadar menggambar pola, jadi bisa merancang dengan baik dan benar. Ini saja sudah cukup. Aku tak mau merepotkan banyak orang dan mengambil banyak hal dari hidup mereka.
Aku melajukan motor matikku kembali menuju butik. Saat sampai sana, Bu Rahma tengah bersiap di ruangannya. Beliau memintaku untuk bertemu dengan pelanggan baru yang ingin membuat baju.
"Cukup gambarkan aja sketsa kasar model yang dia mau. Berikan katalog contoh bahan dan keterangan kelebihan juga kekurangan bahan itu serta cara perawatannya. Nanti, setelah dia memutuskan, baru saya lanjutkan rancangan itu dan membuatkan untuk dia." Bu Rahma memberiku banyak pesan hingga langkah wanita itu sudah berada di samping sedan mewahnya. "Bisa, ya, Tih?"
Tentu. Aku mengangguk tegas dan antusias. "Saya rencana di sini sampai jam sepuluh malam, Bu. Mau potong pola untuk furing baju yang harus saya jahit besok."
Bu Rahma tersenyum manis dan simpul kepadaku. Wajahnya menyiratkan aliran semangat yang tinggi, meski matanya menatapku dengan binar sendu. Aku tahu arti tatapan itu kepadaku. Selalu begitu, sejak enam tahun lalu, saat pertama kali aku diberi belas kasihan berupa kesempatan untuk menjahit dan berkembang di sini hingga saat ini.
"Jangan terlalu lelah, Ratih. Kamu juga harus memikirkan kebutuhan dan hidupmu." Wanita itu berkata lirih sebelum masuk ke dalam mobil bersama supir yang mengantarnya ke mana pun ia pergi.
Dari area parkir ini, aku hanya tersenyum getir memindai kepergian sedan itu hingga menghilang di persimpangan. Bu Rahma bilang apa tadi? Kebutuhan? Hidupku? Aku tak lagi butuh apapun di hidupku yang sudah runyam enam tahun lalu. Bagiku, menjalani hari sendiri dalam sepi seperti ini jauh lebih baik dan menentramkan, daripada harus berteriak marah dan menangis hingga tertekan batin sendiri. Menghabiskan energi dan waktu untuk meranjang baju dan menjahit bagus untuk batinku yang terguncang sejak enam tahun lalu. Jadi, aku tak butuh apapun lagi, selain tugas merancang busana dan pesanan gaun pesta anak yang kukerjakan di kontrakanku sendiri.
*******
Keseruan tiada banding. Banyak kejutan yang bisa jadi belum pernah ditemukan dalam cerita lain sebelumnya.
BACAAN KHUSUS DEWASA Siapapun tidak akan pernah tahu, apa sesungguhnya yang dipikirkan oleh seseorang tentang sensasi nikmatnya bercinta. Sama seperti Andre dan Nadia istrinya. Banyak yang tidak tahu dan tidak menyadari. Atau memang sengaja tidak pernah mau tahu dan tidak pernah mencari tahu tentang sensasi bercinta dirinya sendiri. Seseorang bukan tidak punya fantasi dan sensasi bercinta. Bahkan yang paling liar sekalipun. Namun norma, aturan dan tata susila yang berlaku di sekitranya dan sudah tertanam sejak lama, telah mengkungkungnya. Padahal sesungguhnya imajinasi bisa tanpa batas. Siapapun bisa menjadi orang lain dan menyembunyikan segala imajinasi dan sensasinya di balik aturan itu. Namun ketika kesempatan untuk mengeksplornya tiba, maka di sana akan terlihat apa sesungguhnya sensasi yang didambanya. Kisah ini akan menceritakan betapa banyak orang-orang yang telah berhasil membebaskan dirinya dari kungkungan dogma yang mengikat dan membatasi ruang imajinasi itu dengan tetap berpegang pada batasan-batasan susila
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?
Indira, sangat bahagia karena akhirnya dia diterima bekerja di perusahaan terbesar di ibu kota. Walaupun dia hanya bekerja sebagai sekretaris pengganti, tapi dia bertekad akan bekerja dengan sebaik-baiknya. Suatu hari, Indira, hendak mengantarkan berkas untuk ditandatangani oleh Edbert, CEO dari perusahaan tersebut. Tanpa dia duga, Indira malah melihat Edbert sedang bermesraan dengan Merry istrinya. Indira, kaget. Dia mendadak jadi gugup dan segera membalikan tubuh nya, Indira, pun hendak pergi. Namun, baru saja Indira, melangkahkan kakinya, Merry malah memanggil Indira. Indira, pun dengan cepat menghampiri Merry. "Duduklah, Indira." titah Merry, Indira pun menurut. Edbert nampak mengernyit heran saat mendengar ucapan Istrinya, "Kenapa malah menyuruh Indira, duduk?" "Honey, menikahlah dengan Indira." Duar!!!! Bagai tersambar petir di siang hari, Edbert, benar-benar tak menyangka dengan apa yang di ucapan istrinya. Akankah Edbert menikahi Indira? Apakah Indira mau menjadi istri kedua? Apa alasan Merry meminta suaminya untuk menikah lagi? Yuk akh, kepoin kisahnya..
Novel ini berisi kompilasi beberapa cerpen dewasa terdiri dari berbagai pengalaman percintaan penuh gairah dari beberapa karakter yang memiliki latar belakang profesi yan berbeda-beda serta berbagai kejadian yang dialami oleh masing-masing tokoh utama dimana para tokoh utama tersebut memiliki pengalaman bercinta dengan pasangannya yang bisa membikin para pembaca akan terhanyut. Berbagai konflik dan perseteruan juga kan tersaji dengan seru di setiap cerpen yang dimunculkan di beberapa adegan baik yang bersumber dari tokoh protagonis maupun antagonis diharapkan mampu menghibur para pembaca sekalian. Semua cerpen dewasa yang ada pada novel kompilasi cerpen dewasa ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga menambah wawasan kehidupan percintaan diantara insan pecinta dan mungkin saja bisa diambil manfaatnya agar para pembaca bisa mengambil hikmah dari setiap kisah yan ada di dalam novel ini. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Kehidupan rumah tangga Vee dan Damar harus berakhir ketika dirinya mengetahui perselingkuhan suaminya dengan asisten rumah tangga mereka. Bercerai dengan Damar bukan berarti permasalahan telah selesai. Vee mendapatkan teror dari istri baru suaminya dan mengakibatkan dia harus kehilangan orang yang paling disayang. Vee tidak tinggal diam. Dibantu sahabatnya, dia mengungkap kejahatan istri baru mantan suaminya hingga membuat Damar yang tadinya tidak mempercayai ucapan Vee menjadi berbalik percaya. Bagaimana cara Vee mengungkap semua kejahatan mantan asisten rumah tangga yang kini telah menjadi istri Damar? Lantas, apa yang akan dilakukan oleh Damar saat mengetahui kebenarannya?