/0/5136/coverbig.jpg?v=b78c0d9bf44a5dc9b81a00c6c23a3547)
Warning 21+ Bijaklah dalam memilih bacaan. Dibawah umur dilarang baca, jomblo sebaiknya menghindari ^_^ ---------------------- Sinta gadis malang yang berkali-kali hampir jadi korban pelecehan, berkali-kali pula diselamatkan oleh Biru, seorang CEO muda yang hanya kebetulan membantunya. Namun, sejak pertama menolongnya Biru sudah jatuh cinta. Tapi Sinta takut jatuh cinta akibat lingkungannya yang dulu membuatnya trauma. Bagaimana kisah mereka selanjutnya?
"Jangan deket-deket, Pak!" larang Sinta berjalan mundur, bosnya menyeringai dan Sinta menggeleng-gelengkan kepalanya, jantungnya berdetak sangat kencang. Ia tak tahu harus berbuat apa sekarang, tak bisa berpikir jernih karena takut.
Bosnya terus mendekat sampai Sinta hampir terjerembab ke tumpukan pakaian-pakaian yang baru datang, belum diberi bandrol harga.
"Kamu mau nggak jadi istri simpenan saya? saya udah lama pengen jadiin kamu pacar tapi kamu menghindar terus, Sin. Ayolah, mau ya? Apapun saya kasih, dan jangan panggil saya pak lagi, kita kan cuma beda sepuluh tahun aja, Sin," ucap pria yang tiba-tiba menampakkan belangnya ketika mereka sedang berdua saja di gudang ... lebih tepatnya si bos yang menyusulnya ke gudang. Ia terus mendekat sampai Sinta terpojok ke belakang rak.
"Stop, Pak! Jangan deket-deket saya! saya peringatkan Bapak!" Kedua tangan Sinta terulur ke depan, bosnya ingin menciumnya. Sinta mendorong kasar tubuh gempal berisi yang berdiri di depannya, pria itu dengan cepat mendekat lagi menyingkirkan tangan Sinta, memegang dagu gadis manis yang tak lain adalah karyawati tokonya.
"Jadi istri saya itu enak, Sin. Nggak perlu capek-capek kerja, kamu saya jatah lima juta sebulan, di luar biaya kuliah, kamu tetep mau nolak?" ujarnya congkak, ia membuka kancing kemejanya. Sinta menyilangkan kedua tangan di depan dadanya. "Saya perkasa loh, Sin. Dari pada cowok-cowok di luar sana yang belum tentu bisa buat kamu merasakan nikmat dunia." Bosnya berucap sambil terkekeh pelan, ia sudah bertelanjang dada sekarang. Bosnya berniat melucuti pakaian Sinta.
"Stop, Pak. Inget istri bapak, Bapak gila apa?!" teriak Sinta terus mendorong tubuh kekar yang mengungkungnya.
"Udahlah, istri saya nggak akan tau. Fokus ke kita aja, Sin. Nanti kamu minta berapa aja saya kasih, Sin. Apa kamu masih perawan sampai kamu menolak keras?" Bosnya menarik diri, memberi ruang Sinta untuk menjawab.
"Bukan urusan Bapak!" bentak Sinta sinis.
Bosnya tersenyum, juga mengangguk-angguk ... maju selangkah lagi, ia dengan santai melepas ikat pinggangnya sambil terus saja menatap Sinta, karyawatinya ketar-ketir ingin berteriak.
"Bapak gila ya?!" Sinta menutup matanya dengan satu telapak tangannya.
"Iya, Sin. Saya tergila-gila sama kamu, hehehe."
'Dasar gila!' maki Sinta dalam hati. 'gimana caranya kabur, Ya Tuhan tolooong ...."
Tok Tok Tok!
Ketukan dipintu gudang sontak membuat keduanya menoleh.
"Sin! Kamu di dalem? Lama banget sih ngambil plastiknya? buruan, Sin!"
Hening, Sinta ingin berteriak menjawab namun bosnya lebih dulu membekas mulutnya.
Dok Dok ... Dok Dok Dok
Ketukan pelan kini menjadi gedoran memburu.
Teman kerja Sinta menggedor-gedor keras pintu gudang, kesempatan Sinta untuk kabur, pikirnya.
Bosnya melepas tangannya dan menyuruhnya diam, Sinta berlagak menurut dengan mengangguk-angguk. Sekarang bosnya sibuk memelorotkan celananya kini, Sinta melesat kabur, namun tangan bosnya sigap meraih tangan kiri Sinta.
"Aduuh! Lepasin, Pak atau saya teriak! Bapak nggak takut?!" ancam Sinta geram. Ia tak habis pikir kenapa bosnya bisa nekat begitu.
"Sin! Cepetan!" teriak Sari yang tak tahu keadaan di dalam gudang.
"Iya, Sar!" balas Sinta setengah berteriak.
"Udahlah, Sin biarin aja. Biar saya yang urus kalau ada yang marahin kamu, ya ... Ayo, sekarang aja, Sin, tanggung joni saya udah tegak."
Sinta menatam tajam penuh ancaman ke arah bosnya, tapi bosnya sama sekali tak takut malah tertawa. Dasar gila!
Karena tak kunjung dilepaskan maka Sinta menginjak kaki bosnya hingga bosnya mengaduh dan melepaskan tangan Sinta. Karyawatinya berlari menuju pintu langsung berniat membuka pintu yang terkunci, untungnya kuncinya masih tertancap dilubang kunci. Tangan Sinta gemetaran membuatnya susah memutar kunci.
Si bos masih sibuk mengenakan kembali pakaiannya yang ia tanggalkan. Sinta gelisah, ia terus memeriksa ke belakang takut bosnya menyergap dari belakang, sepuluh detik kemudian Sinta berhasil keluar, bosnya belum muncul. Sinta bisa bernapas lega, ia berjalan cepat diikuti Sari yang kesal.
"Sin, mana kantongnya?" tanya Sari sambil cemberut, mengulurkan tangannya.
"Gue keluar, Sar. Sorry lo ambil sendiri di gudang," balas Sinta mengacuhkan Sari, ia berlalu menuju loker karyawan.
"What? Lo kesambet setan apaan sih, Sin?"
Sinta masuk ke ruangan karyawati, ia melepas kaos kerjanya, namun ia masih memakai tanktop. Ia memakai hoodienya lalu mengambil tasnya buru-buru.
"Maksudnya lo bolos ya? Sin-"
"Gue keluar, gue mau cari kerjaan lain aja, bye, Sar, sampek ketemu di luar sana." Sinta menyambar helm dan keluar tergesa-gesa.
"Sin ... Sin!" pekik Sari sambil berlari mengejar Sinta yang keluar dari toko, namun ia urungkan karena diteriaki pembeli. Ia lantas tak enak hati dan pergi ke gudang untuk mengambil kantong plastik, belum ia masuk ke dalam sana ia berpapasan dengan bosnya yang keluar dari gudang.
Sari hanya menunduk dan berlalu begitu saja tapi dalam batinnya bertanya-tanya, ada apa gerangan.
'Kenapa si bos keluar dari gudang? Jangan-jangan ... Jangan-jangan Sinta diapa-apain?'
"Sari!" panggil si bos menggelegar.
Ia tersadar lalu menyambar kantong plastik lalu kembali menuju meja kasir. Dengan napas memburu, ia mendekat ke kasir.
"I-iya, Pak."
"Ini kenapa pelanggan kamu biarin nunggu lama?"
'Bukannya elo yang ngunciin Sinta di gudang, pake nyalahin gue lagi!' batin Sari kesal, melirik bosnya.
"Sa-saya ngambil kantong plas-"
Bosnya menyambar kantong plastik dan membungkus pakaian milik pelanggannya, semenit kemudian tersenyum ramah dan mengulurkan uang kembalian pada si pelanggan.
"Terima kasih," ucap bosnya ramah.
Sari berniat pergi dari kasir, namun si bos sudah lebih dulu bertanya padanya.
"Sar, Sinta ke mana? toilet?" tanya si bos dengan santainya.
"Emm-anu ... Pak, anu-"
"Apa sih ngomong tuh yang jelas, ini masih jam 7 loh, Sar. Sinta ke mana?"
"Itu-Pak, Sinta katanya keluar," jawab Sari takut-takut, memainkan jemarinya gugup.
'Aduh, gimana nih kalo gue yang kena' batin Sari ingin mengumpat saking kesalnya terjebak dalam situasi tak mengenakkan.
"Apa?!" Si bos keluar dari meja kasir. "Harusnya kamu bilang dong, dia katanya pergi ke mana?"
"Katanya bukan keluar ke mana gitu, Pak, tapi resign." Nada bicara Sari merendah.
"Apa? Dia bilang gitu sama kamu? Wah wah wah, nggak bener ini. Sinta kenapa juga main out-out aja, heran," gerutunya sambil masuk ke dalam ruangan kecil yang ia sebut ruang kerjanya. Si bos terlihat panik, Sari melihat keningnya berkeringat padahal ditoko sudah terpasang AC.
Kini Sari cemas, entah ia mencemaskan apa, mencemaskan temannya atau dirinya sendiri.
Krieet.
Pintu dibuka muncullah bosnya dari dalam ruangan kerjanya lalu berlalu begitu saja melewati Sari yang mondar mandir dibalik meja kasir.
"Pak, mau ke mana?" tanya Sari gugup.
"Bukan urusan kamu, nanti tutup seperti biasanya, bawa kuncinya."
Si bos tergesa-gesa seperti mengejar sesuatu atau dikejar sesuatu, namun Sari enggan mengurusinya, ia memilih untuk tak menghiraukannya sesuai perintah bosnya.
***
Motor yang dikendarai Sinta tiba-tiba dihadang oleh mobil yang langsung berhenti di jalan depannya. Mau tak mau Sinta mengerem laju motornya dari pada harus ganti rugi jika ada kerusakan yang disebabkan olehnya. Sinta yang moodnya sudah hancur karena bosnya, bukan ... tepatnya mantan bosnya seperempat jam lalu kini tambah kesal karena pengguna jalan yang menghadangnya. Ia mematikan mesin motor dan turun, melepas helmnya dan siap memukulkannya ke pemilik mobil itu.
'Brengsek! Siapa sih yang cari gara-gara, pengen gue hajar kali nih orang!'
Sinta mendekat ke pintu kanan mobil, hendak memprotes namun si empunya keluar dengan girangnya terkekeh, Sinta terkejut dan tak habis pikir.
"Kamu mau ke mana sih, Sin? Kamu nggak bisa lari dari saya, kamu nggak bisa apa nurut gitu?" ujar si bos lembut.
Sinta diam, mengangkat helm dan siap untuk menghantamkannya ke muka bosnya yang cabul.
"Mau saya hajar?" tantang Sinta mencoba berani, namun siapa sangka bosnya malah merebut helm Sinta, dan menariknya agar mau masuk ke dalam mobilnya.
"Ayo, ikut saya aja, masuk ke dalam!"
"Nggak, saya nggak mau! Jangan maksa, Pak!" Sinta berusaha melepas cengkraman di pergelangan tangan kirinya, bosnya menyeretnya menuju ke jok samping kemudi.
"Toloooong! Gue mau diperkosaaa!" teriak Sinta lantang, si bos sedikit panik karena Sinta melawan dan berteriak kencang.
"Diem kamu, Sin. Jangan aneh-aneh!"
"Tolooong! Siapa aja lapor polisi toloong!"
Karena Sinta tak mau masuk ke dalam mobil dan bosnya memaksanya masuk dengan menyeret bagian depan hoodie Sinta, saking kuatnya tenaga si bos hoodie tersebut robek bagian depan, menampilkan tanktop Sinta.
Sinta berteriak semakin kencang sambil mencengkram hoodie yang sobek.
"Toloong!" pekiknya sambil berjongkok takut.
Seorang gadis SMA bernama Nada dipaksa untuk menyusui pria lumpuh bernama Daffa. Dengan begitu, maka hidup Nada dan neneknya bisa jadi lebih baik. Nada terus menyusui Daffa hingga pria itu sembuh. Namun saat Nada hendak pergi, Daffa tak ingin melepasnya karena ternyata Daffa sudah kecanduan susu Nada. Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Cerita Khusus Dewasa... Banyak sekali adegan panas di konten ini. Mohon Bijak dalam Membaca. Basah, Tegang, bukan Tanggung Jawab Autor. Menceritakan seorang pria tampan, bekerja sebagai sopir, hingga akhirnya, seorang majikan dan anaknya terlibat perang diatas ranjang.
Yuvina, pewaris sah yang telah lama terlupakan, kembali ke keluarganya, mencurahkan isi hatinya untuk memenangkan hati mereka. Namun, dia harus melepaskan identitasnya, prestasi akademisnya, dan karya kreatifnya kepada saudara perempuan angkatnya. Sebagai imbalan atas pengorbanannya, dia tidak menemukan kehangatan, hanya pengabaian yang lebih dalam. Dengan tegas, Yuvina bersumpah akan memutus semua ikatan emosional. Berubah, dia sekarang berdiri sebagai ahli seni bela diri, mahir dalam delapan bahasa, seorang ahli medis yang terhormat, dan seorang desainer terkenal. Dengan tekad yang baru ditemukan, dia menyatakan, "Mulai hari ini dan seterusnya, tidak ada seorang pun di keluarga ini yang boleh menyinggungku."
Warning 21+ mengandung konten dewasa, harap bijak dalam memilih bacaan. Winda Anita Sari merupakan istri dari Andre Wijaya. Ia harus rela tinggal dengan orang tua suaminya akibat sang ibu mertua mengalami stroke, ia harus pindah setelah dua tahun pernikahannya dengan Andre. Tinggal dengan ayah suaminya yang bersikap aneh, dan suatu ketika Anita tau bahwa ayah mertuanya yang bernama Wijaya itu adalah orang yang mengidap hiperseks. Adik iparnya Lola juga menjadi korban pelecehan oleh ayahnya sendiri, dikala sang ibu tak berdaya dan tak bisa melindungi putrinya. Anita selalu merasa was-was karna sang ayah mertua selalu menatapnya dengan tatapan penuh nafsu bahkan tak jarang Wijaya sering masuk ke kamarnya saat ia sedang tidur. Akankah Anita mampu bertahan tinggal bersama Ayah mertuanya yang hiperseks? Atau malah menjadi salah satu korban dari ayah mertuanya sendiri?