/0/5752/coverbig.jpg?v=3719f8e9cf0fc50aa652c7fe17740b8d)
"Aku tidak mengirim istriku untuk menjadi pembantu di sini, Ma. Kenapa dia sibuk mengambil piring dan gelas kotor, sementara kalian enak-enakan makan?" Alka melempar protes ketika sang istri yang dicintainya diperlakukan semena-mena. Menjadi orang tidak berpendidikan tinggi dan tidak berpunya membuat Madina dibeda-bedakan di keluarga suaminya. Terlebih Alka---sang suami, memiliki pendidikan paling rendah juga disbanding ketiga kakaknya. Tuti---ibu mertua Madina terasa sangat pilih kasih. Sering kali dia memperlakukan Madina seperti pembantu dan bukan menantu. Pada acara ulang tahunnya, Madina dicibir dan direndahkan. Bahkan dia disuruh membantu membereskan piring dan gelas kotor. Mereka mengira Madina datang hanya untuk menumpang makan, karena sepertinya tidak mungkin dia membelikan hadiah yang mewah. Semua anggota keluarga tahu jika Madina dan Alka hidupnya hanya rata-rata. Semua hinaan, kepedihan dan rongrongan dari keluarga sang suami membuat rumah tangganya kerap kali diterpa badai. Terlebih Tuti---sang ibu berharap memiliki besan dengan seorang yang terpandang. Dia mencoba memasukkan Ratna dalam kehidupan sang putra. Para Ipar dan Mertua Madina berusaha keras agar Ratna bisa menjadi istri kedua dari Alka. Bagaimanapun mereka diiming-imingi kehidupan mewah dan menyenangkan oleh Ratna. Hingga akhirnya persekongkolan itu membuat sebuah kesalah fahaman besar terjadi antara Madina dan Alka sehingga membuat mereka terpisah jarak dan antara. Dalam kesendirian itu, Madina yang memang sudah merintis karir dalam dunia literasi menemukan jalan rejekinya. Salah satu novel yang ditulisnya viral dan dirinya mendadak terkenal dengan nama pena yang tidak diketahui oleh keluarga suaminya. Begitu pun dengan Alka yang merasa ditinggalkan dan mengira jika Madina lebih memilih lelaki dari masa lalunya, dia sibuk memperbaiki kehidupan ekonominya. Akankah keduanya kembali dipertemukan dan bisa menjalani hidup penuh kebahagiaan? Ataukah semuanya berakhir, Madina dan Alka berjalan masing-masing dengan pilihan hidupnya?
"Ma, ini ada hadiah kecil dariku. Mohon diterima, ya." Aku mengulurkan kantong plastik berwarna hitam yang berisi kado untuk hadiah ulang tahun ibu mertuaku.
"Oh, iya ... taruh saja di situ," ucapnya dingin sambil kembali menyalami tamu-tamu lain yang datang.
Aku tersenyum hambar. Kemudian mengambil kursi dan duduk sambil menunggu Mas Alka datang. Suasana terasa canggung. Sebagai menantu baru yang belum mendapatkan restu, merupakan sebuah tantangan besar untuk datang sendirian di acara seramai ini.
"Hai, Mama. Selamat ulang tahun, ya. Ini aku bawakan hadiah buat Mama. Kami beli di Bali kemarin waktu Mas Hamish dapat tugas luar di kantor papa," ucapnya sambil tersenyum lebar. Dialah Mbak Mirna-kakak iparku-istrinya Mas Hamish, yang merupakan anak pemilik perusahaan furnitur tempat Mas Hamish bekerja.
"Ya ampun, mantu kesayangan mama. Gak usah repot-repot padahal. Kamu itu ya, selalu saja memanjakan mama sama barang-barang mahal kayak gini," ucapnya sambil memeluk Mbak Mirna. Tampak sekali ada binar bahagia di mata wanita yang sudah melewati paruh baya itu.
"Gak apa, Ma. Buat mama apa sih yang enggak," ucap Mbak Mirna setelah saling melepas pelukan dengan ibu mertuaku.
"Iya, makasih banyak ya, Mir. Ayo makan dulu." Mama menggandeng Mbak Mirna melewatiku menuju stan makanan yang tertata rapi. Sudut mataku mengikutinya. Tampak wanita itu mengambilkan beberapa puding dan buah untuk Mbak Mirna. Dia mengantarkan Mbak Mirna duduk di meja yang berseberangan denganku. Sementara padaku, tak lagi menoleh atau menyapa. Aku sesekali menengok ke luar, berharap Mas Alka segera datang. Keberadaanku di sini sudah seperti siluman yang ada, tapi tidak kelihatan.
"Bu Tuti beruntung banget punya mantu kayak Mirna ini, ya. Baik, cantik, kaya, bikin kami iri," ucap beberapa ibu-ibu teman arisan ibu mertuaku kalau tidak salah. Mereka duduk serta mengelilingi Mbak Mirna.
"Iyalah ... gak kayak pilihan si Alka. Sudah gak dikasih restu juga tetep aja ngeyel anak itu. Padahal sudah berkali-kali saya bilang kalau nikah sama orang miskin, nantinya hanya akan merepotkan." Kudengar ibu mertuaku memelankan ucapannya, tapi tetap saja jarak yang tidak cukup jauh masih bisa mendengarnya.
Wajahku terasa panas dan malu ketika kumerasa beberapa sudut mata beralih memandang ke arahku. Aku duduk dengan kikuk. Ingin rasanya langsung berlari meninggalkan ruangan ini.
"Padahal dulu kan Bu Tuti sudah mau mantu sama si Ratna, anak juragan kontrakan itu 'kan?" timpal seorang wanita seumuran ibu mertuaku.
"Makanya, saya berkeras dulu melarang Alka nikahin wanita kampungan itu, dasar ngeyel juga bocahnya. Tetep aja nekat. Kalau udah gini, ya mau gimana lagi?" Suara ibu mertuaku tetap terdengar meskipun dipelankan. Ada rasa nyeri menjalar ke dalam dada. Sehina itukah aku di matanya?
"Hai, Mbak Mirna." Ajeng kali ini yang datang. Adik Mas Alka. Dia belum menikah. Selama ini dia yang paling bersikap baik padaku. Namun, dia datang bersama dua saudara iparku yang lain. Mbak Sari yang seorang perawat merupakan istri dari Mas Hamdan-anak pertama di rumah ini dan Mbak Melda yang orang tuanya tengkulak sapi dan katanya memiliki peternakan merupakan istri dari Mas Hadi-anak kedua.
Mereka tampak cipika-cipiki dan mengobrol sebentar. Tampak mereka menyerahkan kado yang disambut hangat oleh ibu mertuaku dan langsung dipisahkannya. Berbeda dengan kado dariku yang dibiarkan saja teronggok bersama kado-kado tamu yang lain. Mungkin dia berpikir kadoku terlalu biasa.
"Eh, Mbak Madina. Ayo gabung sini." Ah rupanya Ajeng baru melihat keberadaanku. Dia melambaikan tangan sambil memasang senyuman. Aku mengangguk dan tersenyum padanya juga. Sementara yang lain hanya menoleh dan menatap datar padaku.
"Hush, mejanya udah gak muat juga. Biar saja dia di sana." Kalimat yang terlontar spontan dari wanita yang melahirkan suamiku itu kembali menciutkan nyaliku. Aku merasa begitu kecil di antara mereka.
"Ih, Mama." Ajeng mendengus lalu beranjak berdiri. Gadis periang itu menghampiriku yang duduk bersama dua orang tamu yang baru saja datang.
"Mbak, maafin ya kalau sikap mama masih kayak gitu." Ajeng menyalamiku dan memelukku sekilas. Dia tampak merasa tidak enak.
"Gak usah dipikirkan, Jeng, Mbak gak kenapa-kenapa, kok," ucapku berbohong.
"Mas Alka mana?" Gadis itu mencari keberadaan kakaknya.
"Tadi masih jualan katanya," ucapku sambil tersenyum. Teringat Mas Alka yang bekerjanya hanya berjualan pecel ayam sambil menjaga parkiran di depan mini market, bahkan dia pun bilang selalu dibeda-bedakan dengan ketiga kakaknya yang sudah sukses.
Ajeng mengangguk. Namun, gawainya berdering. Ajeng mengangkat telepon dan menjauh. Dia mengisyaratkan untuk berpamitan padaku. Aku kembali sendirian. Merasa semakin canggung dan tidak nyaman.
Mas Alka bukan tanpa alasan hanya menamatkan pendidikannya hingga SMA dan tidak kuliah seperti ketiga kakaknya yang lain. Waktu Mas Alka baru saja tamat SMA, almarhum ayah mertuaku meninggal katanya. Jadi, tidak lagi ada yang mencari nafkah untuk membiayai kuliah. Sementara Ajeng masih duduk di kelas satu sekolah menengah atas dan sedang membutuhkan biaya besar juga. Tidak cukup uang pensiunan dari pegawai pemerintahan almarhum ayah mertua jika harus menutup kedua biaya itu.
Karena itulah Mas Alka mengalah. Kini karir dan kehidupan Mas Alka jauh berbeda dengan ketiga abangnya. Sementara Ajeng beruntung karena memiliki calon orang kaya. Jadi, setelah menikah nanti dia akan meneruskan pendidikan katanya.
"Dina, daripada bengong di sini mending kamu bantuin Bi Romsih di belakang." Aku tidak sadar, tahu-tahu ibu mertuaku sudah berdiri di depan.
"Iya, Ma. Bantuin apa?" Aku mendongak ke arahnya. Dia menunjuk piring-piring dan gelas kotor di sudut ruangan.
"Itu bawain ke belakang. Terus cuciin sekalian. Kasihan Bi Romsih dari pagi tadi gak henti-henti bekerja," ucapnya datar. Aku mengangguk. Lagipula aku sudah tidak nyaman berada di sini.
Aku bolak-balik mengambil gelas dan piring-piring kotor itu ke dalam. Benar saja, Bi Romsih tampak sudah kelelahan. Kasihan sekali dia bekerja sendirian. Entah pada kali ke berapa aku membantu Bi Romsih. Kudengar suara lantang yang kukenal.
"Aku tidak mengirim istriku untuk menjadi pembantu di sini, Ma. Kenapa dia sibuk mengambil piring dan gelas kotor, sementara kalian enak-enakan makan?" Kudengar suara itu. Aku menoleh dan tertegun. Mas Alka menatap ke arah ibu mertua dan para iparku yang tampak sedang asyik makan.
“Percuma kamu Bapak sekolahkan tinggi-tinggi! Susah-susah pun maksain kamu biar masuk SMA, tapi mana nyatanya sekarang! Sudah mau satu tahun lulus sekolah tapi belum kerja juga! Belum ngasilin duit! Mending adik kamu yang sekolahnya SMP doang, sudah punya pacar anak tukang daging sapi, hidupnya terjamin!” celoteh Bapak. Orang yang Sumi paling takutkan ketika sudah bicara. Sumi menghela napas. Dia masih membelekangi Bapak dan mengiris bawang merah untuk masak. Untuk ke sekian kalinya omelan itu terasa menusuk hati Sumi. Bapak selalu mengungkit keinginannya untuk bersekolah lagi dan menyalahkan karena sampai saat ini belum menghasilkan rupiah. Hinaan, cibiran dan perlakuan Bapak membuat Sumi benar-benar terluka. Namun rupanya Tuhan mendengar setiap alunan doa yang dipanjatkan olehnya. Pertemuannya dengan Hiraka Yamada---seorang pegolf yang merupakan bos dari salah satu perusahaan automotive ternama di tanah air membuka jalannya untuk meraih kejayaan. Namun ada satu hal yang tiba-tiba terasa kosong, Zaki---sahabat dekat Sumi yang dulu selalu ada ketika dia butuhkan tiba-tiba menghilang. Sumi tak tahu jika Zaki menaruh rasa padanya. Zaki pergi dengan masih memendam segenggam cinta di hatinya. Akankah kehidupan mereka berakhir bahagia?
“Nay! rempeyek kacang apaan kayak gini? Aku ‘kan bilang mau pakai kacang tanah, bukan kacang hijau!” pekik Natasya. Dia membanting bungkusan rempeyek yang sudah Rinai siapkan untuknya. Natasya berniat membawanya ke rumah calon mertuanya dan mengatakan jika itu adalah rempeyek buatannya. “Maaf, Sya! Bahan-bahannya habis kemarin. Aku uangnya kurang, Sya! Uang yang kamu kasih, sudah aku pakai buat berobat ibu. Ibu lagi sakit,” getar suara Rinai sambil membungkuk hendak memungut plastik yang dilempar kakak tirinya itu. Namun kaki Natasya membuat pergerakannya terhenti. Dia menginjak-injak plastik rempeyek itu hingga hancur. *** “Aku mau beli semuanya!” ucap lelaki itu lagi. “T—tapi, Bang … yang ini pada rusak!” ucap Rinai canggung. “Meskipun bentuknya hancur, rasanya masih sama ‘kan? Jadi aku beli semuanya! Kebetulan lagi ada kelebihan rizki,” ucap lelaki itu kembali meyakinkan. “Makasih, Bang! Maaf aku terima! Soalnya aku lagi butuh banget uang buat biaya Ibu berobat!” ucap Rinai sambil memasukkan rempeyek hancur itu ke dalam plastik juga. “Aku suka perempuan yang menyayangi ibunya! Anggap saja ini rejeki ibumu!” ucap lelaki itu yang bahkan Rinai sendiri belum mengetahui siapa namanya. Wira dan Rinai dipertemukan secara tidak sengaja, ketika lelaki keturunan konglomerat itu tengah memeriksa sendiri ke lapangan tentang kecurigaan kecurangan terhadap project pembangunan property komersil di salah satu daerah kumuh. Tak sengaja dia melihat seoarng gadis manis yang setiap hari berjualan rempeyek, mengais rupiah demi memenuhi kebutuhannya dan sang ibu. Mereka mulai dekat ketika Rinai menghadapi masalah dengan Tasya---saudara tirinya yang seringkali menghina dan membullynya. Masa lalu orang tua mereka, membuat Rinai harus merasakan akibatnya. Harum---ibunda Rinai pernah hadir menjadi orang ketiga dalam pernikahan orang tua Tasya. Tasya ingin menghancurkan Rinai, dia bahkan meminta Rendi yang menanangani project pembangunan property komersil tersebut, untuk segera menggusur bangunan sederhana tempat tinggal Rinai. Dia tak tahu jika lelaki yang menyamar sebagai pemulung itu adalah bos dari perusahaan tempat kekasihnya bekerja. Wira dan Rinai perlahan dekat. Rinai menerima Wira karena tak tahu latar belakang lelaki itu sebenarnya. Hingga pada saatnya Wira membuka jati diri, Rinai benar-benar gamang dan memilih pergi. Dia merasa tak percaya diri harus bersanding dengan orang sesempurna Wira. Wira sudah frustasi kehilangan jejak kekasih hatinya. Namun tanpa disangka, takdir justru membawanya mendekat. Rinai yang pergi ke kota, rupanya bekerja menjadi ART di rumah Wira. Bagaimanakah kisah keduanya? Akankah Rinai kembali melarikan diri ketika tahu jika majikannya adalah orang tua Wira?
“Percuma kamu punya suami modal tampang doang! Memangnya hidup mau kenyang hanya cuma makan cinta? Tiap hari kerjanya hanya ngendon di kamar dan jalan-jalan keliling komplek bawa kamera!” hardik bapak sambil melempar sayuran sisa jualanku hari ini. Aku hanya terdiam. Sudah bosan beradu debat dengan bapak yang selalu merendahkan dan menghina Mas Yasa. Lelaki yang sudah dua tahun terakhir ini menjadi suamiku. Pekerjaan Mas Yasa memang hanya serabutan. Namun Bapak tak pernah mau tahu meskipun sebetulnya ada sesautu yang tengah Mas Yasa perjuangkan untuk kami di masa depan. Suatu saat Bapak pasti akan menyesal karena telah menghina suamiku habis-habisan.
Sukma hanyalah gadis sebatang kara yang menumpang hidup di keluarga Ambu dan Abah. Sukma terpaksa harus mengubur harapan indah hidup bersama Ahsan---lelaki yang dicintainya. Ambu meminta Sukma menggantikan Prisilia untuk menikahi anak sahabat lama Abah yang cacat dan sudah duda. Sukma berusaha sekuatnya percaya pada takdir dan jodoh. Demi membalas hutang budi itu, akhirnya dia melepas Ahsan dari hatinya. Namun tanpa disangka, ternyata sosok calon suaminya yang bernama Raga pada akhirnya membuatnya menjadi wanita paling bahagia karena dicintai, diistimewakan dan dihargai. Akankah cinta sejati Sukma dan Raga akan abadi? Atau luluh lantah karena hadirnya orang ketiga?
Novel ini merupakan novel bergenre romantic komedi yang memiliki konflik percintaan yang unik. Karakter tokoh utama wanita---Srikandi yang cuek dan pemberontak, tokoh Bisma yang lembut dan bijak serta tokoh Arjuna---bos tampan yang semena-mena membuat alur dalam cerita ini begitu hidup dan mengalir dengan sendirinya. Siapapun yang mengikuti ceritanya akan ketagihan untuk mengetahui setiap babak baru dalam episode berikutnya. Terlebih kisah cinta segi lima antara tiga orang pria dengan dua orang wanita yang rumit dan berakhir dengan mengejutkan. Dengan siapakah pada akhirnya Srikandi bersanding? Selain itu cara mereka menuju jenjang pernikahannya itu terkesan nyeleneh dan bisa membuat orang senyum-senyum sendiri.
[Heyyy! Gadis kampung! Ini peringatan saya yang ke sekian! Kamu pake guna-guna apa, hah?! Cepetan hilangkan ilmu hitam yang kamu kirimkan pada Ashraf! Kamu tidak pantas menjadi menantu di keluarga Adireja!] Aku menghela napas panjang. Sehari setelah aku menerima lamaran Tuan Muda Ashraf, aku selalu mendapatkan terror dari nomor yang tidak dikenal. Pikiranku yang sedang kacau oleh hal itu, bertambah runyam oleh omelan yang keluar dari mulut cabenya Teh Selvi. “Kalau semua ayam yang kamu goreng gosong? Kamu pergi lagi ke pasar beli ayam lagi pake duit kamu sendiri, punya gak?” cibirnya. Dia tak pernah bosan menghinaku karena kastaku yang dianggapnya rendahan. Aku lupa ada sepasang netra yang menatapku sambil berlinang. “Ibu kenapa?” Aku menoleh ke arahnya setelah Teh Selvi berlalu. “Maafin Ibu sama ayah kamu, Ta! Kalau saja kami punya uang dan menyekolahkan kamu tinggi, mungkin kakak-kakak sepupumu tidak akan merendahkanmu seperti ini?” isaknya. Wa’ Imah hanya sesekali melirik kearahku dan Ibu. “Bu, sudahlah! Sinta tidak apa-apa! Tuhan tidak akan salah memilih orang yang akan Dia tinggikan, Allah tidak hanya melihat dari pendidikannya. Meskipun seluruh dunia merendahkan orang itu, jika Allah meninggikannya semua bisa apa? Ibu hanya perlu mendoakanku agar tetap menjadi orang yang penuh syukur dan berada di jalan-Nya. Ibu mau kan
Selama tiga tahun pernikahannya dengan Reza, Kirana selalu rendah dan remeh seperti sebuah debu. Namun, yang dia dapatkan bukannya cinta dan kasih sayang, melainkan ketidakpedulian dan penghinaan yang tak berkesudahan. Lebih buruk lagi, sejak wanita yang ada dalam hati Reza tiba-tiba muncul, Reza menjadi semakin jauh. Akhirnya, Kirana tidak tahan lagi dan meminta cerai. Lagi pula, mengapa dia harus tinggal dengan pria yang dingin dan jauh seperti itu? Pria berikutnya pasti akan lebih baik. Reza menyaksikan mantan istrinya pergi dengan membawa barang bawaannya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benaknya dan dia bertaruh dengan teman-temannya. "Dia pasti akan menyesal meninggalkanku dan akan segera kembali padaku." Setelah mendengar tentang taruhan ini, Kirana mencibir, "Bermimpilah!" Beberapa hari kemudian, Reza bertemu dengan mantan istrinya di sebuah bar. Ternyata dia sedang merayakan perceraiannya. Tidak lama setelah itu, dia menyadari bahwa wanita itu sepertinya memiliki pelamar baru. Reza mulai panik. Wanita yang telah mencintainya selama tiga tahun tiba-tiba tidak peduli padanya lagi. Apa yang harus dia lakukan?
Firhan Ardana, pemuda 24 tahun yang sedang berjuang meniti karier, kembali ke kota masa kecilnya untuk memulai babak baru sebagai anak magang. Tapi langkahnya tertahan ketika sebuah undangan reuni SMP memaksa dia bertemu kembali dengan masa lalu yang pernah membuatnya merasa kecil. Di tengah acara reuni yang tampak biasa, Firhan tak menyangka akan terjebak dalam pusaran hasrat yang membara. Ada Puspita, cinta monyet yang kini terlihat lebih memesona dengan aura misteriusnya. Lalu Meilani, sahabat Puspita yang selalu bicara blak-blakan, tapi diam-diam menyimpan daya tarik yang tak bisa diabaikan. Dan Azaliya, primadona sekolah yang kini hadir dengan pesona luar biasa, membawa aroma bahaya dan godaan tak terbantahkan. Semakin jauh Firhan melangkah, semakin sulit baginya membedakan antara cinta sejati dan nafsu yang liar. Gairah meluap dalam setiap pertemuan. Batas-batas moral perlahan kabur, membuat Firhan bertanya-tanya: apakah ia mengendalikan situasi ini, atau justru dikendalikan oleh api di dalam dirinya? "Hasrat Liar Darah Muda" bukan sekadar cerita cinta biasa. Ini adalah kisah tentang keinginan, kesalahan, dan keputusan yang membakar, di mana setiap sentuhan dan tatapan menyimpan rahasia yang siap meledak kapan saja. Apa jadinya ketika darah muda tak lagi mengenal batas?
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Ketika istrinya tak lagi mampu mengimbangi hasratnya yang membara, Valdi terjerumus dalam kehampaan dan kesendirian yang menyiksa. Setelah perceraian merenggut segalanya, hidupnya terasa kosong-hingga Mayang, gadis muda yang polos dan lugu, hadir dalam kehidupannya. Mayang, yang baru kehilangan ibunya-pembantu setia yang telah lama bekerja di rumah Valdi-tak pernah menduga bahwa kepolosannya akan menjadi alat bagi Valdi untuk memenuhi keinginan terpendamnya. Gadis yang masih hijau dalam dunia dewasa ini tanpa sadar masuk ke dalam permainan Valdi yang penuh tipu daya. Bisakah Mayang, dengan keluguannya, bertahan dari manipulasi pria yang jauh lebih berpengalaman? Ataukah ia akan terjerat dalam permainan berbahaya yang berada di luar kendalinya?
Seorang gadis SMA bernama Nada dipaksa untuk menyusui pria lumpuh bernama Daffa. Dengan begitu, maka hidup Nada dan neneknya bisa jadi lebih baik. Nada terus menyusui Daffa hingga pria itu sembuh. Namun saat Nada hendak pergi, Daffa tak ingin melepasnya karena ternyata Daffa sudah kecanduan susu Nada. Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Warning!!!!! 21++ Aku datang ke rumah mereka dengan niat yang tersembunyi. Dengan identitas yang kupalsukan, aku menjadi seorang pembantu, hanyalah bayang-bayang di antara kemewahan keluarga Hartanta. Mereka tidak pernah tahu siapa aku sebenarnya, dan itulah kekuatanku. Aku tak peduli dengan hinaan, tak peduli dengan tatapan merendahkan. Yang aku inginkan hanya satu: merebut kembali tahta yang seharusnya menjadi milikku. Devan, suami Talitha, melihatku dengan mata penuh hasrat, tak menyadari bahwa aku adalah ancaman bagi dunianya. Talitha, istri yang begitu anggun, justru menyimpan ketertarikan yang tak pernah kubayangkan. Dan Gavin, adik Devan yang kembali dari luar negeri, menyeretku lebih jauh ke dalam pusaran ini dengan cinta dan gairah yang akhirnya membuatku mengandung anaknya. Tapi semua ini bukan karena cinta, bukan karena nafsu. Ini tentang kekuasaan. Tentang balas dendam. Aku relakan tubuhku untuk mendapatkan kembali apa yang telah diambil dariku. Mereka mengira aku lemah, mengira aku hanya bagian dari permainan mereka, tapi mereka salah. Akulah yang mengendalikan permainan ini. Namun, semakin aku terjebak dalam tipu daya ini, satu pertanyaan terus menghantui: Setelah semua ini-setelah aku mencapai tahta-apakah aku masih memiliki diriku sendiri? Atau semuanya akan hancur bersama rahasia yang kubawa?