Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Cinta Sedalam Doa
Cinta Sedalam Doa

Cinta Sedalam Doa

5.0
30 Bab
63 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Penyesalan hanya datang dibelakangan waktu. Penyesalanku atas tindakannya telah memutuskan cinta pertamaku, Naira Asqalani. Cinta yang sudah 3 tahun lamanya. Kemudian aku memilih untuk menjalin hubungan dengan gadis yang baru dikenal semasa kuliah, Qirani Albanjari namanya, juniornya di organisasi. Naira jatuh sakit. Ia terpuruk dan tidak bisa menerima kenyataan bahwasannya kami tidak lagi bersama. Naira tidak bersemangat menjalani kuliah. Perkuliahannya berantakan. Nilainya anjlok. Kini aku menjalani hubungan bersama Qirani dengan harapan melangkah ke jenjang yang lebih serius. Aku berusaha sekuat tenaga membantu membuatkan skripsi Qirani agar pacarku itu cepat wisuda. Tapi air susu dibalas dengan air tuba. Selepas Qirani wisuda ia pulang ke kampung halamannya dan ia balikan dengan mantannya semasa SMP. Aku marah besar. Aku memutuskan hubungan cintaku dengan Qirani. Qirani malah senang. Aku kecewa berat, ia menangis dan bersedih. Aku mencoba mendekati kembali cinta pertamaku, Naira. Ternyata Naira sudah punya tunangan. Aku sungguh kecewa. Aku terpukul. Aku menyesal telah menyia-nyiakan cintanya Naira. Kemudian aku memutuskan merantau ke Pekanbaru karena tidak sanggup menyaksikan cinta pertamaku menikah dengan lelaki lain selain diriku. Di Pekanbaru aku memulai karirku dari nol. Aku bekerja di kantor pajak. Aku disukai oleh atasanku. Karirku meningkat dan aku mendapatkan promosi untuk naik jabatan. Banyak rekan kerjaku yang terus menggodaku. Ada Nuni, Ayu, dan Mona. Tapi aku tidak ingin pacaran lagi. Aku ingin mempersiapkan masa depan sebaik mungkin, baik dari segi karir maupun finansial. Aku jarang pulang ke kampung, Sijunjung. Aku menyuruh orang tua dan keluargaku ke Pekanbaru untuk melepas rindu. Hatiku enggan untuk menginjakkan kaki di kampung halaman. Naira telah menyakitiku dan memilih menikah dengan lelaki lain. Qirani juga telah mengecewakanku. Teganya ia kembali dengan mantan pacarnya. Waktu memang tidak berpihak kepadaku. Jika kisah ini bisa diputar ulang aku tidak ingin memutuskan Naira kala itu. Dan tidak akan pernah mencoba membuka hati untuk Qirani. Namun semuanya telah terlanjur dan aku harus menerima serta menjalani lika-liku hidup dengan kondisi apapun. Ternyata Naira gagal menikah. Reno sahabat lamaku menelepon dan mengabarkan berita itu kepadaku. Aku hanya terdiam. Aku tidak tahu harus bersikap apa? Harus berbahagia atau harus bagaimana? Aku jadi sulit tidur. Aku berjuang dengan segala apa yang aku bisa. Mendekati semua teman Naira. Meminta bantuan kepada mereka meski hanya berujung jalan buntu. Aku menemui Naira ke rumahnya. Naira bersikap dingin seperti batu es. Aku terus saja berjuang dan telah menurunkan dan menahan egoku. Aku tahu selama ini aku telah menyia-nyiakan cintanya Naira. Sudah hampir setahun aku terus mayakinkan Naira dengan keseriusan cintaku padanya. Setiap salat aku berdoa kepada Tuhan agar dilembutkan hati Naira. Aku merubah sikapku dan pandanganku terhadap wanita. Aku berupaya memperbaiki diri dan rajin salat ke masjid. Aku berdoa kepada Tuhan agar dilembutkan hati Naira. Agar Naira bisa memaafkanku dan bisa menerimaku kembali. Aku hanya berharap kepada Tuhan. Dari kejauhan aku selalu mengamati Naira. Tetapi Naira masih saja memilih sendiri. Kini, aku sudah rela Niara bahagia dengan lelaki pilihannya. Aku kini sadar telah membuat Naira kecewa selama ini. Aku seumpama mendapatkan durian runtuh. Naira membuka hatinya kembali untukku. Aku berjanji tidak akan mengecewakannya lagi. Aku meyakinkan Naira. Aku bersungguh-sungguh padanya. Naira percaya kembali padaku. Kami akhirnya memutuskan untuk menikah setelah lika-liku cinta kami yang rumit. Aku menjadi lelaki yang beruntung, meski menikah pada umur yang tidak muda lagi. Naira hamil dan melahirkan anak pertama kami yang lucu. Anak perempuan berkulit putih dan bermuka oval. Kami hidup bahagia. Karirku semakin baik. Ekonomi keluarga juga ikut membaik. Aku bersyukur bisa menikah dengan Naira. Aku yakin Naira juga senang dengan kehidupan kami. Hingga pada akhirnya kami menjadi sepasang suami istri yang saling melengkapi.

Bab 1 JANTUNGKU BERDEBAR SAAT MENATAPMU

Selepas libur yang panjang, hari pertama sekolah adalah halyang ditunggu-tunggu. Banyak kisah-kisah selama liburan yang akan dirangkum dan diceritakan kepada teman-teman kelas. Setiap teman-teman akan berlomba-lomba siapa yang lebihduluan untuk bercerita. Suasana akan ricuh. Melompat dari kisah yang satu ke kisah yang menarik lainnya.

Aku telah mandi selepas subuh, berolahraga sedikit di depan halaman rumah. Setelah olahraganya terasa cukup aku segera mandi. Mandi sembari menyanyikan lagu cinta.

Ibu sudah mempersiapkan sarapan pagi. Bapak juga sudah bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Kakak belum terlihat keluar dari kamar. Dulu kakakku bersekolah di SMA favorit di desa sebelah. Aku sekolah di SMA di kampung saja. Jarak umurku dengan kakakku dua tahun. Aku kelas dua SMA dan kakak baru saja lulus dan akan meneruskan pendidikan keperguruan tinggi di provinsi.

Bapak selalu saja membanding-bandingkan aku dengan kakak. Kakak yang lebih pintarlah. selalu juara kelas, bisa diandalkandan banyak hal lain lagi yang membuat aku selalu dipojokkan. Tetapi ibu selalu ada dipihakku. Menjadi penengah dan pembelaku. Aku selalu berharap aku memiliki banyak ibu seperti ibuku. Agar aku selalu bisa bahagia dan dijaga dari orang-orang yang ingin menjahatiku.

Aku sarapan sekadarnya saja. Aku memang tidak begitu suka makan. Bagiku makan hanya menghilangkan lapar saja. Makanya badanku tidak begitu gemuk dan juga tidak kurus. Tapi otot di badanku tidak terlihat. Tapi aku kencang berlari jika bermain bola.

Hari ini adalah hari pertama sekolah pada tahun ajaran baru. Kini aku sudah duduk di bangku kelas dua. Aku tidak sabar bertemu dengan teman-temanku. Aku ingin mendengarkan ceritanya selama liburan akhir tahun. Momen ini biasanya menjadi waktu yang menarik dan ditunggu-tunggu.

Aku memakai sepeda motor jadul, astrea grand. Tapi sepeda motornya sudah aku modifikasi sehingga terlihat klasik dan bersih. Aku suka dengan hal-hal yang bernuansa klasik dan unik. Jadi aku merasa nyaman mengendarai sepeda motor tersebut.

Jarak rumahku dengan sekolah lebih kurang lima belas menit menggunakan sepeda motor. Jika ditafsir lebih kurang satu setengah kilo. Jika berjalan kaki butuh setengah jam. Rumahku di atas bukit dan di kelilingi oleh kebun petani. Sesuatu hal yang indah jika dinikmati pada pagi hari. Awan rendah akan menyelimuti atap rumahku. Hawa dingin dan udara terasa segar. Aku menyukai itu.

Aku meliuk-liuk di tikungan jalan yang menurun. Kebun karet dan sawah petani di kiri kanan. Sekarang sudah musim panen. Padi petani menguning dan indah dipandang.

"Hai, Pak. Semoga panennya melimpah!" teriakku kepada salah satu petani yang sedang berjalan menuju sawahnya. Aku melambaikan tangan. "Aamiin, Anak Muda. Semangat sekolahnya!" teriak Bapak Tani tersebut padaku.

Aku terus tancap gas menuju sekolah. Banyak petani yang aku temui di jalan. Di sini petani pagi-pagi sudah turun ke kebun atau ke sawah. Jarang sekali petani yang tidur pagi. Katanya, bekerja di pagi hari sangat menyenangkan, sebelum matahari yang terik menyengat dan menghitamkan kulit.

Keindahan alam di kampungku tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Sakin indahnya. Suasana alam yang masih terjaga dan terpelihara. Bukit Barisan yang sambung-menyambung dan tertata rapi. Menyuguhkan pemandangan yang menyejukkan mata. Jika masalah dan beban yang berat menumpuk, datanglah ke kampungku untuk rehat sejenak. Niscaya masalah akan hilang dan semangat melewati hari-hari akan tumbuh kembali.

Tidak terasa aku sudah sampai di sekolah. Aku datang sepuluh menit sebelum bel masuk berbunyi. Tapi teman-temanku sudah ramai yang datang. Aku memarkirkan sepeda motorku di tempat yang sudah ditentukan. Aku rapikan rambut dan pakaianku. Lalu melangkah dengan gagah menuju kelas baruku.

Aku sekarang sudah naik ke kelas dua. Tentu akan ada beberapa orang teman baru. Karena setiap tahunnya kelas selalu diacak. Kata wali kelas agar kami bisa bergaul dan beradaptasi dengan teman-teman yang lainnya, tidak itu-itu saja. Aku tidak benar-benar mengerti. Tapi aku tidak bisa juga protes dan menolak keputusan dari wali kelas.

Suasana sekolah terasa berbeda. Dinding sekolah kami sepertinya baru saja dicat ulang dengan warna putih dan merahyang bersinar dan menyala jika dipandang. Tapi cukup bagus menurut penilaianku.

Sesampai di kelas teman-teman sudah duduk melingkar. "Hei, Rianda Manales! Temanku yang baik hati suka menabung dan tidak punya pacar." Reno langsung saja menyapaku saat aku baru masuk kelas. Aku hanya tersenyum cengengesan.

Aku meletakkan tasku di meja dan langsung bergabung bersama teman-teman yang sudah ramai saja. "Apa-apa kamu ini, Reno. Meneriakkan aku tidak punya pacar segala." Aku protes dan tidak terima atas lelucon Reno. Aku pukul Pundak Reno.

"Santai-santai! Tapi memang benar kamu tidak punya pacar kan Rianda sahabatku?" Reno terus saja mengejekku. Aku tidak melayaninya. Reno memang temanku yang usil. Jika dilayani keusilannya, maka tidak akan usai. Aku memilih mengalah saja. Tapi Reno teman yang baik hati dan selalu nyambung jika diajak curhat. Salah satunya itulah alasanku bisa berteman dengannya hingga saat ini.

"Cerita apa nih?" Tanyaku dan bergabung. "Ini Andino pergiliburan ke kampung bapaknya. Ia berkenalan dengan cewek cantik. Tapi sayangnya ia lupa meminta nomor telepon cewekitu," terang Reno. Kami tertawa terbahak-bahak secara bersamaan. Andino menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Andino merasa menyesal lupa meminta nomor telepon cewek itu.

"Jangan-jangan cewek itu tetanggaku," aku ikut membercandai Andino. Kami semua tertawa lagi. "Kamu ada-ada saja, Rianda. Jika benar cewek itu tetanggamu, aku yakin kamu yang sikat duluan. Tapi sayangnya kamu masih menjomblo," Andino balik melawan. Aku ditertawakan bersama-sama. Aku juga ikut tertawa. Karena keempat temanku yang ada di sana masih jomblo juga. Hanya saja Reno yang baru jadian dengan anak IPA, kelas sebelah. Andino baru saja diputuskan pacarnya saat mau ujian naik kelas kemarin.

Alasan Andino diputuskan pacarnya yaitu pacarannya maufokus dulu untuk menghadapi ujian. Orang tuanya melarang pacaran untuk sementara. Tetapi saat class meeting dan menunggu penerimaan lapor, mantan pacarnya itu sudah jadian lagi dengan teman sekelasnya. Apes sekali Andino kala itu.

Andino menangis dan marah-marah. Tetapi kejadian itu hanya kami saja yang tahu. Mantan pacarnya jangan sampai tahu, begitu tegas Andino. Kami sepakat dengan hal itu. Kami tidak tega jika nanti Andino ditertawakan oleh anak-anak lain di sekolahku.

Kami terus tertawa terbahak-bahak mendengar berbagai pengalaman liburan dari teman-teman. Sebenarnya aku tidak ada kemana-mana liburan kali ini. Aku hanya di kampung saja membantu kakek ke sawah dan pergi memancing. Pengalaman memancing inilah yang menarik aku ceritakan kepada teman-temanku.

Begini ceritanya, aku pergi ke sawah dengan kakek menghalau hama burung pipit yang memakan padi. Setelah sore hari aku memancing di sungai yang ada di dekat sawah. Aku semangat memancing ikan. Tetapi bukan ikan yang aku dapatkan tetapi kura-kura sebesar piring. Teman-temanku tertawa hingga sakit perut mendengar ceritaku. Aku juga ikut tertawa. Mancing ikan malah dapat kura-kura.

Wali kelas akhirnya datang. Pembicaraan kami terpaksa terhenti. Jika ada waktu akan dilanjutkan kembali. Itu pun jika ada cerita yang menarik.

Ibu wali kelas membentuk daftar piket dan susunan kepengurusan kelas. Aku terpilih menjadi wakil ketua kelas. Padahal aku sudah mengelak-elak untuk menjadi pengurus kelas. Dikarenakan aku ingin menjadi siswa biasa saja. Tapi teman-temanku mengajukan dan menunjukku. Singkat ceritaaku mendapat suara nomor dua terbanyak. Secara tidak langsung aku terpilih menjadi wakil ketua kelas.

Kami berdiskusi dan menunjuk penanggung jawab untuk membuat daftar piket, susunan kepengurusan kelas, jadwal mata pelajaran, pengadaan foto presiden dan wakil presiden, dan keperluan kelas lainnya.

Bel istirahat berbunyi. Aku dan teman-teman pergi makan ke kantin sekolah. Memesan makanan dan minuman kesukaan masing-masing. Sudah hampir sebulan aku tidak lagi mencicipi masakan ibu kantin. Aku jadi rindu dan melahap makanan dengan ganasnya. Lagi pula aku tadi sarapan sedikit. Jadi energiku telah terkuras karena tertawa-tawa di kelas tadi. Maka aku terasa lapar sekali. Aku makan dengan tanpa bercanda dengan teman-teman.

Setelah selesai makan aku merenggangkan tubuh. Mencoba bersandar di kursi. Mengamati seisi kantin. Tanpa sengaja mataku tertuju pada seorang siswi yang aku tafsir adalah anak baru. Aku amati siswi itu lamat-lamat. Saat siswi itu melihatku, aku membuang muka. Seolah-olah melihat ke sisi lain.

Beberapa kali aku memandangnya. Tapi kenapa rasanya berbeda dengan memandang siswi yang lain. Rasa penasaranku muncul begitu saja. Aku pandangi ia menyuap makanannya. Sungguh ayu sekali. Siswi itu bersama dua orang temannya. Kedua temannya aku juga tidak kenal.

Teman-temanku sibuk saja bercanda sambil makan. "Rianda kamu lihat siapa?" Tanya Reno yang membuat aku terkejut dan belum siap merapikan diri. "Tidak ada. Aku hanya mengamati pengunjung di kantin ini saja," aku mencoba mengalihkan perhatian. Reno sejenak memandang lurus ke pandangan akutadi. Untung saja Reno tidak curiga kalau aku memandangi seorang siswi yang anggun yang membuat darah di kepalaku berdesir. Yang sanggup membuat napasku tidak karuan. Yang mampu membuat dadaku berdetak kencang seperti genderang mau perang.

Aku baru pertama kali ini melihat siswi itu. Tapi rasanya akusudah sangat dekat sekali dengannya. Aku jadi berpikiran yang aneh-aneh.

Setelah teman-temanku selesai makan dan membayarnya, kami kembali ke kelas, dua menit lagi bel masuk akan berbunyi. Saat berjalan keluar kantin aku menyempatkan diri untuk memandang Kembali kepada siswi baru itu. Aku harus tahu namanya. Aku harus bisa berkenalan dengannya. Siswi yang membuat aku berantakan dan darahku mengalir deras ke ubun-ubun.

Aku terus kepikiran siswi itu. Tapi aku tidak berani mengungkapkan kepada teman-temanku. Ada beberapa hal aku tidak mau terbuka kepada Reno dan yang lainnya. Salah satunya Reno adalah sahabat yang fakboy. Sedikit saja bisa suka dengan cewek. Nanti jika aku menceritakan perihal siswi yang baru aku lihat tadi. Takutnya Reno diam-diam juga suka padanya.

Maka lebih baik aku menyimpan rahasiaku sendiri. Dikunci rapat dan tidak ada seorang pun ingin aku beri tahu.

Malamnya aku terus mengingatnya. Mengingat caranya memegang sendok dan garpu. Mengingat cara makannya yang lembut dan tertata serta tidak tergesa-gesa. Aku pelan-pelan mengaguminya.

Malam harinya aku terbawa mimpi bisa berkenalan dengan siswi yang aku lihat di kantin sekolah tadi. Aku terbangun dari mimpiku. Hingga pagi mataku sulit untuk dipejamkan. Pikiranku tidak bisa dialihkan dari mengingat wajahnya siswi itu. Ia telah mengusik ketenangan tidurku. Aku harus bisa berkenalan dengannya. Aku harus tahu siapa namanya.

Embun masih menyelimuti bukit di depan rumahku. Burung-burung bernyanyi riang dan terbang dari dahan yang satu kedahan yang lainnya. Tupai keluar dari sarangnya, lalu, melompatke pohon kelapa. Musim buah-buahan sebentar lagi, begitu kata ibu kepadaku.

Aku sudah terbangun dan olahraga secukupnya. Aku selalu menjaga kondisi tubuhku. Meski otot di tubuhku tidak begitu tampak perkembangan.

Beberapa hari ini tidurku tidak nyenyak. Pagi terasa lama dan malam begitu panjang. Aku tidak sabar untuk ke sekolah dan ingin melihat siswi yang hadir dalam mimpiku itu.

Sudah satu pekan sekolah tahun ajaran baru berlangsung. Akutidak lagi semangat untuk belajar. Gejolak ingin dihargai dan bisa memiliki seorang kekasih di dalam dadaku tidak terbendung. Reno dan teman-teman yang lainnya tidak henti-hentinya mengejekku lelaki kesepian.

Aku sungguh menikmati hidupku tanpa pacaran. Tetapi jika akusaja terus-terusan yang menjadi bahan lelucon. Aku tentu tidak terima. Tidak enak rasanya dipojokkan begitu. Harga diriku sebagai lelaki robek terkoyak. Aku tidak terima selalu dibilang begitu.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY