Unduh Aplikasi panas
Beranda / Anak muda / GAMMA
GAMMA

GAMMA

5.0
3 Bab
52 Penayangan
Baca Sekarang

Gara-gara mengetahui gebetannya menyukai sahabat sendiri, Rhea Zeleina mengalami writer's block parah. Kenyataan yang menghantamnya telak membuat Rhea sama sekali tidak bisa menulis apa-apa selama dua bulan terakhir. Satu-satunya jalan Rhea untuk menyelamatkan naskahnya yang menggantung adalah dengan mencari sumber inspirasi baru. Tapi, bagaimana caranya? Tidak mungkin 'kan Rhea wara-wiri mengadakan sayembara? Di tengah kebingungan itu, Airgamma Zeta, teman sekelas Rhea dan mantan ketua geng Thunderiders yang dingin serta punya 100 rumor mengerikan, tiba-tiba memberikan sebuah penawaran. "Kita pura-pura pacaran. Syaratnya cuma satu, jangan libatkan perasaan."

Konten

Bab 1 Airgamma Zeta

Selain trigonometri, Rhea paling benci dengan hari Senin. Dan Rhea semakin benci hari Senin setelah masuk kelas 12. Masalahnya, awal hari Senin di kelas 12 adalah yang terburuk!

Dimulai pagi hari dengan upacara, belum kering keringat habis upacara, kelas 12 IPA 2 harus dihadapkan dengan pelajaran Fisika. Seolah tidak dibiarkan bernapas dengan tenang atau ... entah ada dendam kesumat macam apa pembuat jadwal pada anak kelas 12 IPA 2, selesai pelajaran Fisika mereka disuguhi pelajaran olahraga di siang hari yang terik. Benar-benar hari Senin yang luar biasa.

Belum cukup dengan awal hari Senin yang buruk, Rhea masih harus dihantui oleh chat beruntun dari editornya.

Kak Bella | Editor Aksara Pustaka

Rhe ...

Naskah 'Hello, Classmate' kapan ya selesainya?

Sudah dua bulan lebih, lho.

Kalau ada kesulitan boleh bilang, ya.

Rhea mematikan segera ponselnya begitu sudah membaca chat itu. Gadis itu membuang napasnya kasar. Kalau sudah pusing seperti ini, rasanya Rhea ingin jadi pohon toge saja.

"Siapa? Gebetan lo?" tanya Haura, sahabat Rhea satu-satunya di sekolah ini. Dia duduk di pinggir lapang diikuti Rhea yang baru saja memasukan ponselnya ke saku celana olahraga.

Rhea mendengkus. "Gebetan dari mana? Lo 'kan tahu gebetan gue gepeng, fiksi, dan nggak bisa digapai semua."

Haura terkekeh. "Makanya, cari yang real."

"Iya, gue punya. Cuma dia nggak suka gue, sukanya sama lo."

Rhea ingin sekali berkata demikian tetapi tentu saja Rhea tidak mau jadi antisosial di SMA Astronesia yang segede gaban ini.

Rhea menghela napas. Daripada memikirkan persoalan gebetan, Rhea perlu mendapatkan solusi segera untuk nasib naskahnya yang sudah diabaikan selama dua bulan lebih. Jadi, Rhea pun memilih bercerita.

"Editor gue tadi, tuh," ucap Rhea seraya membuka tutup botol air mineral.

"Oh, ya?" Haura merespon setelah selesai minum.

Rhea mengangguk sambil minum. "Heem."

"Kenapa editor lo? Nyuruh lo revisian lagi?" tanya Haura, paham betul pembahasan masalah ini karena Rhea selalu cerita padanya.

"Bukan." Rhea menghela napas berat. Sekilas dia melihat cowok-cowok dari kelasnya sedang mempersiapkan diri untuk bertanding basket. "Nagih naskah dia."

"Eh? Naskah lo belum selesai emang?" Haura tampak kaget.

Setahu Haura, Rhea selalu menyempatkan menulis kapanpun dan dimana pun. Rhea juga bukan tipe orang yang tidak mematuhi deadline. Rhea cukup gigih dan ambisius. Itulah yang membuatnya menjadi penulis terkenal meski masih muda.

"Belum." Rhea menggeleng.

"Kenapa? Lo ada masalah?" tanya Haura.

Ya, pasti ada. Masalah hati.

Ini semua gara-gara kejadian dua bulan lalu, tepat pada tanggal 22 Agustus.

Saat itu, Farash Ganindra, gebetan Rhea selama hampir empat tahun tiba-tiba menghubunginya. Sebagai pihak yang menyukai seseorang dalam diam, tentu saja Rhea senang sampai ingin jumpalitan di perempatan.

Rhea jadi mengingat bagaimana awal mula dia menyukai Farash.

Dulu, Rhea dan Farash pernah satu kelas saat kelas 7. Farash adalah sosok cowok yang simple, humoris, dan agak jail. Saat itu, Rhea salah satu korban kejailan Farash.

Suatu hari saat jam pelajaran prakarya, kelas mereka mengadakan praktek membuat kerajinan tangan. Rhea kebetulan satu kelompok dengan Farash. Kelompok mereka sudah sepakat ingin membuat rumah-rumahan dari stick ice cream.

Semua berjalan lancar. Stick itu berhasil disusun dan direkatkan dengan lem. Sampai jiwa jail Farash tiba-tiba kambuh.

Menurut pengakuannya dulu, Farash berniat menjaili teman cowoknya. Dia mengoleskan lem di kursi temannya. Namun, Rhea malah sembarangan mengambil kursi dan duduk di sana. Alhasil begitu beranjak dari duduknya, rok Rhea sobek.

Rhea menangis. Dia malu sampai ingin bumi menelannya saja saat itu. Dia juga sangat membenci Farash sejak kejadian itu.

Pernah mendengar pepatah 'benci jadi cinta'? Itulah yang terjadi pada Rhea.

Rhea yang sangat membenci Farash suatu hari tiba-tiba menyukainya karena Farash terus berada di dekatnya sejak kejadian itu.

Farash berusaha meminta maaf pada Rhea. Dia membantu Rhea mengangkat kursi kala Rhea sedang piket sehabis pulang sekolah. Dia juga membelikan Rhea batagor yang antrenya berdesakkan. Lalu, hal yang membuat Rhea benar-benar jatuh cinta padanya adalah di hari ketika hujan deras turun.

Rhea sangat takut guntur. Saat itu, dia terjebak hujan bersama Farash yang akan mengantarkannya ke rumah. Farash dan Rhea pun berteduh di halte. Melihat Rhea yang ketakutan mendengar petir yang menyambar dengan ganas, Farash menggenggam erat tangan Rhea kemudian memasukkannya ke dalam saku jaket seraya berbisik, "Jangan takut, ada gue."

Sebagai remaja yang baru mengetahui apa itu cinta dari Drama Korea, itu adalah momen uwu yang tak pernah Rhea bayangkan akan terjadi dalam hidupnya. Rhea jadi tahu bagaimana rasanya sensasi kupu-kupu terbang di perutnya dan bagaimana rasanya jantung berdegup kencang tetapi bukan penyakit gagal jantung yang menjadi penyebabnya.

Sejak saat itu sampai empat tahun terakhir Rhea menyukai Farash dalam diam, meski beberapa kali sering lost contact walaupun masih dalam satu sekolah. Rhea selalu mencuri pandang ketika melewati kelasnya, malah sengaja memutar arah saat akan ke toilet demi melihat Farash.

Rhea begitu menyukai Farash. Rhea tidak peduli meski Farash berkali-kali sudah berganti pacar sementara dia sendiri masih memegang gelar jomblo abadi. Rhea tetap menyukai Farash. Sangat menyukainya.

Namun, semua perasaan itu harus berakhir di tanggal 22 Agustus.

Dua bulan lalu, Farash dan Rhea pertama kali bertemu lagi setelah sekian lama. Farash mentraktir mochi ice cream favorit Rhea.

Rhea saja yang begitu naif. Rhea kira, Farash merindukannya. Setidaknya, jika tidak memandang Rhea sebagai perempuan, Farash merindukannya sebagai sosok teman sekelas saat kelas 7 SMP. Namun, dugaan Rhea salah besar.

Kenyataan menampar Rhea lewat ucapan Farash, "Temen lo, maksud gue Haura, dia udah taken?"

Rhea mematung saat itu. Mochi ice creamnya hampir terjatuh. Iseng, Rhea bertanya. Memastikan dia tidak salah dengar.

"Lo ... suka Haura?"

"Iya. Gue suka dia. Boleh gue minta nomornya?"

Seperti itulah kisah cinta pertama Rhea terpaksa harus berakhir. Kisah tentang Farash. Karena Farash, Rhea tahu apa yang menjadi hobinya. Karena Farash, dia bisa menulis dan ada di titik ini, menjadi seorang penulis muda yang terkenal. Karena Farash, hanya karena menyebut namanya dia mampu tersenyum dengan lebar.

Namun, semua itu harus berakhir karena ... Farash tidak menyukainya. Sama sekali tidak.

Jadi, dengan kikuk Rhea mengangguk untuk menanggapi pertanyaan Farash.

"Boleh, boleh. Gue izin dulu tapi, ya?"

"Okay."

Rhea jadi berpikir. Dibandingkan dirinya, Haura memang lebih baik dari segala sisi.

Haura sangat cantik. Tingginya semampai, tidak seperti dirinya yang tingginya sebatas rata-rata. Haura punya kulit putih, hidung mancung, dan mata sipit yang menggemaskan. Tidak seperti Rhea, kulitnya memang putih tetapi tidak seputih Haura, hidungnya malah disamakan seperti kucing Persia milik tetangga oleh ibunya sendiri, dan matanya bulat. Setiap bertutur kata, suara Haura begitu halus. Sekali lagi, tidak seperti Rhea yang suaranya mirip kaleng Khong Guan dipukul gagang sapu.

Haura pintar, dia selalu mendapat ranking tiga besar di kelas. Tidak seperti Rhea yang hanya mampu masuk 10 besar. Haura berbakat dalam seni tari, tidak seperti Rhea yang bakatnya cuma berimajinasi.

Dengan perbandingan itu, Rhea sadar kenapa Farash tidak menyukainya.

Jadi, Rhea memutuskan mengakhiri kisah cinta pertamanya. Rhea akan melepaskan gebetannya untuk sahabatnya.

Haura baik, Rhea tidak mau kehilangan sahabat sebaik Haura hanya demi seorang laki-laki.

Begitulah. Karena sudah tidak punya gebetan, Rhea jadi kehilangan inspirasi dalam menulis. Biasanya, Rhea selalu membayangkan tokoh fiksi buatannya seolah itu adalah Farash. Rhea mendeskripsikan tentang tokohnya secara mendetail, seperti Farash. Namun, sekarang tidak lagi. Tidak boleh!

Rhea tidak bisa menyukai Farash. Dia tidak bisa membayangkan rasa sesak ketika mengetahui bahwa sumber inspirasinya ternyata menyukai sahabatnya.

"Rhe?"

Haura menjentikkan jarinya di depan wajah Rhea. "Kok, ngelamun? Bener, ya, ada masalah lo."

"Oh ... iya," gumam Rhea. "Gue cuma, apa, ya? Lagi writer's block?" Rhea tidak akan pernah menceritakan masalah dia sebenarnya, kan?

Haura mendengarkan dengan saksama.

"Ya, gue ada di fase itu. Gue ngerasa tulisan gue hambar dan nggak nge-feel banget."

"Nggak nge- feel gimana? Jokes lo garing?"

"Ish, bukan!"

"Terus?" Haura masih semangat menebak. "Lo bikin scene sedih tapi nggak nyampe?"

"Nggak gitu juga. Lo tau gue kalau nulis yang sedih pasti nangis bombay."

"Ya terus apaan?" Haura akhirnya mulai menyerah. Namun, dua detik kemudian dia menyunggingkan senyum geli.

"Pasti lo maksain banget romance-nya, ya?"

"Eng... kayaknya?" Rhea mengusap tengkuknya.

"Udah gue duga, pasti lo bakal ngalamin hal kayak gini, sih." Haura menyilangkan kedua tangannya. "Gini, Rhe. Lo, tuh, ngeh nggak sih? Lo yang jomblo ini nulis tentang kisah percintaan. Ok, mengandalkan imajinasi bisa aja. Tapi, bukannya lo perlu ngerasain secara langsung?"

Rhea mengernyit. "Maksud lo gue nyobain pacaran gitu?" tanya Rhea tidak naif untuk mengerti apa maksud Haura.

Haura pun mengangguk. "Bingo!" serunya, antusias.

Dan Rhea tersedak tawa. Dia menepuk-nepuk pahanya, kebiasaan saat sedang tertawa dia akan menepuk-nepuk apapun.

"Ur, kepala lo abis kepentok bola basket?" Rhea tidak habis pikir. "Lo pikir karena gue jomblo, bikin romance story gitu, gue harus pacaran? Buat riset?"

Haura mengangguk. "Yap!"

"Dan, kalau gue mau nulis thriller ada adegan bunuh-bunuhan, bacok-bacokan, lo mau gue jadiin bahan riset? Mau lo? MAU LO? HAH?!"

"Ampun! Jangan emosi, dong." Haura malah terkekeh.

Rhea meniup anak rambut yang jatuh menghalangi pandangannya. Dia berkacak pinggang sambil mengembuskan napas berat sebelum lanjut bicara.

"Lagian, ya, emang ada yang mau sama gue yang buluk ini?"

"Rhe, lo tuh jangan merendah untuk mengangkasa gitu! Dih." Haura mencibir. Kadang Haura kesal sendiri kalau Rhea sudah kumat insecure. Padahal menurut Haura, Rhea sangat cantik dan berbakat.

"Yee, emang kenyataannya gitu kali!" Kalau nggak, Farash udah suka sama gue dari dulu.

Percakapan mereka harus terhenti sejenak ketika pluit sakti Pak Jeki, guru olahraga, ditiup. Kemudian, Pak Jeki menginterupsi anak-anak cewek untuk berbaris.

"Sementara siswa bertanding basket, siswi lakukan teknik dasar permainan bola basket. Buat dua baris. Pertama, lakukan dribble melewati kun disana dengan lintasan zig-zag."

Rhea dan Haura berada di baris sisi kanan. Satu per satu siswi berlatih mendribble bola menuju sisi lainnya kemudian dari sisi lain diteruskan kembali ke sisi sebelumnya. Begitu terus berulang-ulang sampai semua siswi kelas 12 IPA 2 kebagian mendribble.

Tiba giliran Rhea, gadis itu menguncir rambutnya agar tidak mengganggu aktivitasnya. Dengan gerakan lambat, Rhea mendribble bola dengan jalur menyilang. Dia memusatkan fokusnya hanya pada bola basket, sampai terdengar suara seseorang dari koridor, menyebutkan satu nama yang-masih mampu-memporak-porandakan hatinya.

"Farash!"

Rhea seketika berhenti mendribble bola. Dia menoleh cepat ke sumber suara. Tak jauh dari sana dia menemukan sosok yang merupakan cinta pertamanya.

Farash Ganindra. Pria dengan senyuman secerah matahari pagi dan menyejukkan hati. Pria dengan sejuta pesona.

Demi mochi ice cream yang enak banget, Rhea belum bisa move on secepat ini!

Netra Rhea terus mengikuti arah ke mana Farash akan pergi sampai dia lupa kini sedang berada di sisi tengah lapangan.

Teriakan Haura yang paling keras menarik dirinya dari pesona Farash. Saat menoleh, sebuah bola basket melayang ke arahnya.

Tuhan, jadi inilah saatnya hamba merasakan sendiri adegan klise ketimpa bola basket sampai pingsan?

Rhea tidak ada waktu untuk menghindar. Dia hanya menutup matanya. Jujur, sedikit berharap dia nanti akan pingsan kemudian Farash yang melihatnya akan menggendongnya ke UKS. Persis seperti adegan yang dia tulis di salah satu naskahnya.

Namun, bukan adegan itu yang terjadi pada Rhea.

Rhea tidak merasakan kepalanya terbentur sesuatu yang keras. Dia malah merasa tubuhnya ditarik ke dalam sebuah dekapan kemudian terdengar suara tabrakan bola basket menyentuh punggung seseorang.

Bau matahari dan tangan kekar yang melingkar di punggungnya.

Apa ini?

Rhea membuka matanya dan membelalak melihat teman sekelasnya yang sepanjang satu kelas dengannya, bisa terhitung jari dia ngobrol dengannya karena sikap cowok itu yang terlalu dingin dan memiliki aura menyeramkan.

Dia, Airgamma Zeta.

Rhea mendongak. Selama beberapa detik tatapannya terkunci oleh mata elang milik Gamma.

Gamma, cowok berwajah kaku yang rupawan itu melepas pelukannya segera. Dia mendengkus kemudian mendorong dahi Rhea.

"Fokus, dong!" serunya dengan nada datar seraya mengambil bola basket. Kemudian cowok itu berlari ke tengah lapangan, melanjutkan kembali permainan yang sempat tertunda.

***

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 3 Cinderhea   06-11 12:51
img
img
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY