/0/6567/coverbig.jpg?v=2a0b8a94561b371ee69b668b67d66c2d)
Ini kisah hidupku yang dilahirkan dari seorang wanita yang menjual dirinya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Cacat mental dari kecil dan belum tersembuhkan hingga kini. Aku tidak ingin dilahirkan ke dunia jika kenyataan yang harus ku terima sungguh kejam seperti ini. Bukan salahku, bukan inginku. Aku hanya gadis yang dititipkan pada rahim wanita yang memiliki pekerjaan menyimpang di lingkungan masyarakat. Perihal jodoh yang senantiasa mengganggu pikiranku, aku tidak menginginkan hal itu. Namun, tiba-tiba dia datang tanpa diundang dan diinginkan. Mungkin ini hanya ilusi dari gadis naïf yang tak pernah jatuh hati sepertiku. Edward Watinson Hareld, lelaki tertampan dan terkaya di ibukota menghampiriku dan memintaku menjadi kekasihnya. "Kamu adalah makhluk terindah yang pernah ku temui. Percaya dirilah... Semesta pun cemburu kala redup di bibirmu berganti tawa. Senyumanmu adalah lengkungan terindah dan ternyaman, Aur." Edward Watinson Hareld. "Mawar yang yang baru saja keluar kuncupnya kini layu sebelum mekar. Begitu pun aku padamu. Belum sempat menjalin kasih namun patah lebih dulu karena status sosial kita." Aurora Sunsetsa. Namun sejatinya Aurora telah terjebak aura Edward yang mampu meluluhlantakan keutuhan hatinya.
Seperti biasa, pagiku akan selalu sama. Bunyi alarm yang sudah menjadi teman terbaik membangunkanku dari nyenyak tidur panjangku. Bumi masih gelap, suara sang jago tidak terdengar seperti cerita-cerita dongeng yang seringkali ku baca. Mungkin ayam-ayam sudah dijadikan lauk makan malam di kota besar ini. Atau mungkin ruangan yang ditempatiku ini kedap suara.
"Lily..." Suara parau dan lemah dari arah dapur. Aku sudah biasa mendengar itu. Bahkan waktunya hampir sama namaku akan senantiasa disebut. Kuusap mataku untuk sekedar mengembalikan semua jiwaku yang masih ingin terlelap dalam mimpi indah yang selalu hadir dalam tidurku. Dengan gontai ku hampiri ibu yang duduk meringkuk di lantai cukup dingin. Setiap kali aku menghampirinya, aroma alkohol dan aroma lainnya membuatku mual. Pagiku senantiasa sama. Menyambut ibuku pulang dari petualang panjangnya, malam demi malam.
Setiap anak pasti akan senang meyambut ibunya pulang. Namun tidak denganku, aku sangat membenci hal itu. Bahkan aku ingin malam panjang dan tidak ingin pagi datang.
"Kamu sudah bangun, Sayang?" Suara parau dengan napas terengah-engah itu sontak membuatku memalingkan wajah ke samping. Aroma yang senantiasa aku hindari. Perlahan aku membantu ibu berdiri dan mengambil tangan kanannya lalu dilingkarkan di pundakku. Tubuh ibu cukup berat. Namun karena sudah terbiasa memapahnya ke tempat tidur, rasa berat itu menjadi terbiasa. Dengan tertatih-tatih aku membimbing ibu memasuki kamar.
"Hahaha..." Gelak tawa ibu seperti neraka bagiku. Entah apa yang membuatnya tertawa, aku pun tak tahu. Setiap pagi dalam pulangnya, ibu akan tertawa dan terdengar sangat mengerikan bagiku. Layaknya Mak Lampir yang tertawa. Aku hanya menghela napas kesal membiarkan keresahan dalam hati sirna. Namun berulang kali aku mencoba, lara dalam hati sepertinya sudah nyaman menetap dalam lubuk ini.
Aku membaringkan tubuh ibu di atas king size yang sudah ku rapikan sebelumnya. Dengan telaten high hills hitam miliknya ku lepas satu persatu dan menaruhnya di lantai. Selimut yang cukup tebal ku tarik dan menutupi tubuh ibu yang memakai pakaian yang lebih pantas disebut kurang kain itu.
Raut wajah dengan mata yang mulai keriput itu terlihat sedikit tersenyum namun seperti tidak iklas. Entah apa yang mengganjal di hatinya. Ku jelajahi wajah ibu sampai kakinya.
"Dia adalah ibuku. Dia adalah surgaku-" dan lagi butiran bening itu mengalir tanpa permisi dari kedua kelopak mataku. "Sekotor apa pun dirimu, tetaplah rahimmu tempat aku berkembang, Bu." Dengan mengabaikan segala aroma yang tidak ku sukai, dengan lembut ku kecup kening yang masih banyak pelu itu. Tangan refleks ibu memegang kepalaku. Dapat ku rasakan tangan itu mengelus pelan ubun-ubunku. Rasanya masih sama. Nyaman dan menenangkan.
"Selamat istirahat, Bu," ucapku lembut di samping telinganya. Tidak ada reaksi dari ibu. Detik berikutnya ibu membalikkan badan dan memeluk guling di sampingnya. Ia membelakangiku dengan tubuh bergetar. Menangiskah ia?
Tidak ingin membuat tidur ibu terganggu, aku pun keluar dari kamarnya dengan perasaan sedih dan haru. Pertama kalinya ku lihat ibu menangis. Dan pertama kali juga ku kecup kening itu.
Sebenci-bencinya aku pada ibuku, tetap jauh di dalam lubuk hatiku ada rasa cinta yang mendalam bagi ibu yang tak mampu aku utarakan dan tunjukan. Walau jarang sekali aku mengatakan bahwa aku mencintaimu tapi aku selalu paham setiap tarikan nafasmu. Arti dari setiap senyum dalam lamunan panjangmu. Aku ingin memulihkan apa yang sudah kita lewati ini. Ingin memulihkan apa yang telah kita lalui dan hidup dengan lebih baik.
Drt...drt..
Suara alarm menyadarkanku dari pikiran penat dan lara ini. Suara alarm pertanda sudah pukul lima. Aku harus menyiapkan sarapan dan berangkat ke sekolah.
Hari ini adalah hari kelulusan. Tiga tahun aku bergelut di sekolah menengah atas. Tidak memedulikan perkataan dan pandangan sekitar, aku tetap melanjutkan sekolahku. Dan akhirnya hari ini adalah hari penentuan apakah aku bisa menyelesaikan studiku atau tidak.
Nasi yang sudah ku masak malam ku keluarkan dari rice cooker dan mendinginkannya. Bumbu nasi goreng yang sudah kusiapkan dan wajan sudah ku panaskan. Tidak membutuhkan waktu lama, aroma semerbak memenuhi dapur rumahku. Telur mata sapi dan daging ayam sudah ku goreng dan dihidangkan di meja.
Tepat pukul tujuh, aku sudah siap dengan seragam sekolah dan duduk menikmati nasi goreng buatanku sendiri. Aku tidak suka susu dan lebih memilih teh. Susu membuat perut kembung dan mual. Setelah merasa kenyang, piring dan senduk langsung aku bersihkan. Rumah dan taman sudah rapih. Bunga sudah ku siram dan semuanya tumbuh mekar dengan subur.
Cuaca pagi ini sangat cerah. Aku menutup pintu pagar sebelum meninggalkan rumah. Dengan senyum semangat aku melangkah menuju halte bus. Hanya memerlukan waktu lima menit aku sudah sampai di sana.
Pohon Mimba adalah tempat andalanku menunggu bus. Aku lebih memlih berdiri agak jauh dari kerumunan orang. Bukan karena takut tapi menghindari pandangan menjijikan dari manusia yang sok suci itu. dalam jarak sepuluh meter pun beberapa orang saling berbisik dengan ekor mata mengarah padaku. Bukan hal baru. Aku mengambil headset dan memasang musik di ponselku. Lagu Mikrokosmos milik BTS adalah lagu favoritku. Selain menenangkan, kata-katanya mampu membuatku teguh dan terus melangkah ke depan. Aku memandang langit biru dengan bibir tersenyum. Menghirup lebih dalam udara pagi yang masih minim polusi itu. Terasa segar dan menyehatkan.
Lima belas menit kemudian bus pun datang. Semua orang naik ke dalam bus. Aku memilih naik terakhir dan membuatku tidak mendapat tempat duduk.
"Lihat anak jalang datang." Suara seorang gadis dari kursi tengah. Rambutnya diwarna merah menyala. Lipstiknya sangat kontras dengan warna rambutnya. Melihatnya membuat perutku mual. Namun aku tidak ingin nasi gorengku terbuang sia-sia akibat dandanan gadis itu. Aku terus berjalan menuju kursi belakang yang tersisa satu-satunya. Di sampingnya terdapat seseorang entah wanita atau pria aku pun tak tahu. Ia menutup tubuhnya dengan jaket. Suara dengkurannya meyakinkanku bahwa ia sedang tidur. Dengan hati-hati aku duduk di sampingnya. Melepaskan ransel dari pundak dan memangkunya. Bus mulai berjalan dan beberapa tatapan yang sebelumnya tertuju padaku satu persatu mulai sibuk dengan kesibukannya.
KREKKK!!
Kepalaku terbentur di kursi dapan akibat rem mendadak dari sopir bus. Aku mengusap kepalaku yang sedikit perih. Terdengar beberapa umpatan dan pertanyaan yang ditujukan pada sopir bus.
"Maaf, ada tukang ojek yang belok tanpa aba-aba." Suara sopir bus terdengar gugup. Ia juga terkejut tentunya. Bus kembali melaju dan aku pun memperbaiki posisi duduk dan berniat menyandarkan kepalaku di kursi.
Seketika aku langsung berdiri karena merasakan benda asing di belakangku. Seorang lelaki dengan seragam SMP yang duduk di samping menatap aneh ke arahku. Aku tidak memedulikannya dan mencoba menoleh ke belakang ingin melihat benda apa yang ada di sana.
Pahatan Tuhan yang luar biasa pada wajah pria yang masih tertidur pulas. Rahang tegas dan hidung mancung. Orang tuanya pasti cantik dan ganteng sehingga anaknya sungguh rupawan seperti ini. Aku sudah banyak menonton drama dan film, namun lelaki ini sungguh tampan dan berkharisma.
"Apakah ada sesuatu di wajahku?" Aku terlonjat kaget ketika mendengar baritone berat milik lelaki itu. sejak kapan ia membuka mata? Apakah aku terlena dan melamun?
Awal pertemuan dramatis antara Luke dan Mika di sebuah rumah tua ketika disekap oleh klan Mawar Hitam. Mika hanya mengingat tato dengan simbol-simbol kuno di dada Luke, dan Luke hanya bisa mengingat aroma menenangkan dari Mika. Keduanya kembali berjumpa dengan membawa dendam dan ambisi untuk menghabisi satu sama lain. Mungkinkah keduanya mengakhiri dendam dan menjalin kisah atau memilih menghabisi nyawa satu sama lain?
DEWASA AREA!!! Lilyana Maranatha dianggap sebagai istri pajangan oleh suaminya, Richardo Maliando Wayne. Bahagia dan cinta yang didambakannya setelah menikah ternyata hanya angan belaka. Lelaki itu memperlakukannya dengan buruk. "Jangan karena kamu kuanggap sebagai pajangan di dalam rumah ini, bukan berarti tubuhmu akan kuabaikan." Lily tidak mengerti dengan jalan pikiran Richard. "Kamu membenciku tapi kamu malah menyukai tubuhku." Kisah cinta yang berjalan sejajar dan tidak menemukan titik temu. Lily dengan dunianya dan Richard dengan segala pekerjaannya. Sebulan sekali Richard kembali ke rumah, pada setiap kepulangannya Lily senantiasa mendapatkan sakit baik tubuh maupun hatinya. Akankah kehangatan dalam rumah tangga mereka terjadi? Bilamana kasih yang akan terjalin? Ataukah perpisahan yang menjadi jawabannya?
Ini kisah hidupku yang dilahirkan dari seorang wanita yang menjual dirinya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Cacat mental dari kecil dan belum tersembuhkan hingga kini. Aku tidak ingin dilahirkan ke dunia jika kenyataan yang harus ku terima sungguh kejam seperti ini. Bukan salahku, bukan inginku. Aku hanya gadis yang dititipkan pada rahim wanita yang memiliki pekerjaan menyimpang di lingkungan masyarakat. Pada satu titik aku berpikir bahwa ibuku lebih mahal dan masih punya harga diri dibandingkan dengan sepasang kekasih yang bertindak seperti suami istri tanpa status yang melekat pada hubungan mereka. Rela memberikan segalanya hanya karena sebuah alasan “Takut Kehilangan” dan ujung-ujungnya tak dinikahi. Namun yang terlihat lebih dinilai negative daripada yang tidak terlihat. Kemana pun aku pergi aku akan di cap anak jalang dari mulut-mulut wanita yang seakan tanpa dosa. Netra penuh angkuh memandang rendah diriku. Sungguh aku seperti manusia yang tidak layak hidup berdampingan dengan manusia lainnya. “Kira-kira siapa ayahnya?” “Apakah hasil dari banyak lelaki?” Kalimat demi kalimat menyakitkan seakan mencabik-cabik batinku. Hingga membuatku menjadi wanita introvert dan mengurung diri dalam ruangan segi empat yang bagiku adalah surga bagi jiwa lara dan sepi ini. Perihal jodoh yang senantiasa mengganggu pikiranku, aku tidak menginginkan hal itu. Namun, tiba-tiba dia datang tanpa diundang dan diinginkan. Mungkin ini hanya ilusi dari gadis naïf yang tak pernah jatuh hati sepertiku. Edward Watinson Hareld, lelaki tertampan dan terkaya di ibukota menghampiriku dan memintaku menjadi kekasihnya. Apakah putri dari seorang wanita yang tidak diterima masyarakat ini pantas menerima cintanya?. Ataukah ada maksud lain dari Edward mendekatiku? Yang jelas tentang cinta aku tidak pantas menerimanya. Pada kenyataannya aku di mata mereka hanyalah binatang jalang tanpa logika dan harga diri. Dan jika memang ada cinta, tentunya aku tidak berada di bumi ini lagi. “Kamu adalah maklhuk terindah yang pernah ku temui. Percaya dirilah… Semesta pun cemburu kala redup di bibirmu berubah tawa. Senyumanmu adalah lengkungan terindah dan ternyaman, Lily.” Edward Watinson Hareld. “Mawar yang yang baru saja keluar kuncupnya kini layu sebelum mekar. Begitu pun aku padamu. Belum sempat menjalin kasih namun patah lebih dulu karena status sosial kita.” Liliani Emiliana.
Lelaki dengan sorot mata tajam, minim bersuara dan tegas. Ethand Girogino Alves sang CEO Alves Corp selalu berpikir kritis dan kejam. Bahkan setiap kalimat yang dilontarkannya seperti sembilu yang menyayat hati bagi setiap telinga yang mendengarnya. “Ternyata benar,” Ethand menjeda kalimatnya. Wanita dihadapannya menatap sinis lalu membuang tatapannya ke arah lain. “Barang murah memang selalu berkualitas rendah.” Awal mula pertemuan Ethand dan seorang wanita yang mampu mengubah pandangan hidup dan hatinya. Emma Liandra Jones, seorang wanita yang mahir dalam dunia IT. Bekerja di Alves Corp dan bertemu dengan CEO yang memberinya hukuman di hari pertama kerja. “Bukankah lelaki juga selalu menilai wanita dari sepatu mana yang dipakainya?” Emma seorang yang jenius. Kecantikannya mengalahkan artis papan atas di Vunia. Akankah Ethand me-reset hidupnya dan memulai hidup baru?
CERITA DEWASA GARIS KERAS! Ketika seorang mafia yang keji menaruh dendam pada wanita yang pernah dia cintai karena sebuah penghianatan. Sebuah jerat licik dia persiapkan untuk menghancurkan keluarga kecil dari wanita yang dia cintai itu tanpa rasa iba. Akankah Amanda sanggup mengalahkan arogansi dan kekejihan seorang Dominic Rodrigues. Tanggal satu akhirnya tetap tiba, Amanda harus kembali datang menemui Dom untuk membayar hutang suaminya atau kalau tidak Dom akan kembali memotong jari suami Amanda satu-persatu. "Puaskan aku, aku tidak mau kau hanya berbaring dan tertelungkup seperti batu!" "Ini hanya se*x kita tidak bercinta!" tegas Amanda. "Terserah apa yang kau ucapkan!" Cerita ini akan mengandung banyak misteri, dendam, kebencian dan plot yang kupastikan tidak akan bisa ditebak oleh pembaca. Rasakan sensasi membaca cerita roman dewasa yang lebih menantang. Siapkan jantung yang sehat! (Aku hanya akan menulis cerita dengan karakter wanita-wanita yang tangguh, karena aku ingin semua wanita menjadi hebat!)
Bianca tumbuh bersama seorang ketua mafia besar dan kejam bernama Emanuel Carlos! Bianca bisa hidup atas belas kasihan Emanuel pada saat itu, padahal seluruh anggota keluarganya dihabisi oleh Emanuel beserta Ayahnya. Akan tetapi Bianca ternyata tumbuh dengan baik dia menjelma menjadi sosok gadis yang sangat cantik dan menggemaskan. Semakin dewasa Bianca justru selalu protes pada Emanuel yang sangat acuh dan tidak pernah mengurusnya, padahal yang Bianca tau Emanuel adalah Papa kandungnya, tapi sikap keras Emanuel tidak pernah berubah walaupun Bianca terus protes dan berusaha merebut perhatian Emanuel. Seiring berjalannya waktu, Bianca justru merasakan perasaan yang tak biasa terhadap Emanuel, apalagi ketika Bianca mengetahui kenyataan pahit jika ternyata dirinya hanyalah seorang putri angkat, perasaan Bianca terhadap Emanuel semakin tidak dapat lagi ditahan. Meskipun Emanuel masih bersikap masa bodo terhadapnya namun Bianca kekeh menginginkan laki-laki bertubuh kekar, berwajah tampan yang biasa dia panggil Papa itu, untuk menjadi miliknya.
Pada hari Livia mengetahui bahwa dia hamil, dia memergoki tunangannya berselingkuh. Tunangannya yang tanpa belas kasihan dan simpanannya itu hampir membunuhnya. Livia melarikan diri demi nyawanya. Ketika dia kembali ke kampung halamannya lima tahun kemudian, dia kebetulan menyelamatkan nyawa seorang anak laki-laki. Ayah anak laki-laki itu ternyata adalah orang terkaya di dunia. Semuanya berubah untuk Livia sejak saat itu. Pria itu tidak membiarkannya mengalami ketidaknyamanan. Ketika mantan tunangannya menindasnya, pria tersebut menghancurkan keluarga bajingan itu dan juga menyewa seluruh pulau hanya untuk memberi Livia istirahat dari semua drama. Sang pria juga memberi pelajaran pada ayah Livia yang penuh kebencian. Pria itu menghancurkan semua musuhnya bahkan sebelum dia bertanya. Ketika saudari Livia yang keji melemparkan dirinya ke arahnya, pria itu menunjukkan buku nikah dan berkata, "Aku sudah menikah dengan bahagia dan istriku jauh lebih cantik daripada kamu!" Livia kaget. "Kapan kita pernah menikah? Setahuku, aku masih lajang." Dengan senyum jahat, dia berkata, "Sayang, kita sudah menikah selama lima tahun. Bukankah sudah waktunya kita punya anak lagi bersama?" Livia menganga. Apa sih yang pria ini bicarakan?
Yuvina, pewaris sah yang telah lama terlupakan, kembali ke keluarganya, mencurahkan isi hatinya untuk memenangkan hati mereka. Namun, dia harus melepaskan identitasnya, prestasi akademisnya, dan karya kreatifnya kepada saudara perempuan angkatnya. Sebagai imbalan atas pengorbanannya, dia tidak menemukan kehangatan, hanya pengabaian yang lebih dalam. Dengan tegas, Yuvina bersumpah akan memutus semua ikatan emosional. Berubah, dia sekarang berdiri sebagai ahli seni bela diri, mahir dalam delapan bahasa, seorang ahli medis yang terhormat, dan seorang desainer terkenal. Dengan tekad yang baru ditemukan, dia menyatakan, "Mulai hari ini dan seterusnya, tidak ada seorang pun di keluarga ini yang boleh menyinggungku."
Pernikahan tiga tahun tidak meninggalkan apa pun selain keputusasaan. Dia dipaksa untuk menandatangani perjanjian perceraian saat dia hamil. Penyesalan memenuhi hatinya saat dia menyaksikan betapa kejamnya pria itu. Tidak sampai dia pergi, barulah pria itu menyadari bahwa sang wanita adalah orang yang benar-benar dia cintai. Tidak ada cara mudah untuk menyembuhkan patah hati, jadi dia memutuskan untuk menghujaninya dengan cinta tanpa batas.
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.