/0/8548/coverbig.jpg?v=a0f99560828a2d6d4eca9e005e1f4bb9)
Bercerita tentang seorang mahasiswi yang mengalami cinta pertama yang bertepuk sebelah tangan dengan sahabatnya yang adalah seorang playboy. Dirinya yang tak bisa move on, malah berakhir mengalami depresi berat. Ditengah kesedihannya, ia berkenalan dengan seorang pria yang ternyata adalah saudara dari sahabat yang dicintainya, dab mereka pun sepakat untuk berpura-pura pacaran demi dirinya yang ingin memperbaiki kembali hubungan yang rusak dengan sang sahabat. Namun tanpa mereka duga, ternyata kepura-puraan keduanya justru menimbulkan rasa suka satu sama lain, dan kisah cinta yang manis pun bersemi dengan indah. Tapi semua itu tak berselang lama, karna takdir akhirnya membiarkan sebuah rahasia terbuka yang menyatakan keduanya adalah saudara seayah. Gadis itu kembali menjadi terpuruk, namun ia menjadi lebih hancur saat mendapati lelaki yang harusnya ia panggil kakak, dan sangat ia cintai, malah pergi untuk selamanya dari dunia. Perjalanan hidup yang ia lewati terasa semakin panjang dan menyakitkan, hingga membuat dirinya menjadi putus asa. Namun demi segala pengorbanan dan cinta yang telah diberikan padanya, ia pun berusaha bangkit kembali untuk bisa mengenang kisah mereka yang manis seumur hidupnya.
Tangan menyentuh tubuh dimana letak hatiku berada, memastikan dengan benar tak ada segores pun luka yang bersarang disana. Kerutan nampak jelas terbentuk diwajahku, tak ada luka namun mengapa terasa begitu sakit seakan ada mata pisau yang berusaha mengukir karyanya disana?
Ku tatap wajahnya lekat seakan ingin menjelajah untuk terakhir kali. Berharap bisa membawa bayangnya bersama denganku untuk selamanya, sebelum akhirnya aku hanya bisa berbalik dan menjauh pergi saat tatapnya telah beradu dengan milikku.
Nalarku tau ia mengikuti kemana langkah kaki membawaku, telingaku sadar ia menyerukan namaku dengan keras, namun kakiku tak ingin menghentikan langkahnya walaupun hanya untuk sedetik saja.
Diriku seperti telah kehilangan semangat hidup, membuat jiwa ini ingin segera berpulang, meninggalkan segala sakit dan keputusasaan akibat luka tak kasat mata yang telah menggunung.
Tanpa sedikitpun rasa takut, ku arahkan langkah kaki menuju jalan yang dipenuhi dengan kendaraan. Berharap salah satu dari benda ciptaan manusia itu akan bisa menjadi perantaraku untuk bertemu malaikat maut yang akan membawaku menuju alam baka.
"ZOYA!" suara itu jelas terdengar, namun telingaku seakan tuli, tak mengindahkannya sedikitpun.
"ZOYA BERHENTI! Aku bilang berhenti, Zoya. Aku mohon!" teriak Elkana.
Ku pikir diriku telah mati rasa dan tak bisa merasakan apapun lagi, namun ternyata aku salah.
Mendengar suaranya yang memerintah terhadapku, entah mengapa perasaan emosi itu kembali muncul dalam diriku. Namun bukannya berhenti, aku malah semakin mempercepat langkah kakiku menuju kematian.
Langkahku terhenti saat tangannya menarik tubuhku dengan kuat, membuat diriku akhirnya jatuh dalam dekapannya. Seketika itu juga perasaan mual yang teramat sangat menyerang diriku, dan dengan cepat ku dorong tubuhnya menjauh.
"Jangan pernah kamu berani menyentuh tubuhku lagi, aku merasa sangat jijik disentuh oleh manusia sepertimu!" desisku pelan, namun nada marah terukir jelas disana.
"Aku mohon padamu, jangan melakukan hal bodoh yang akan membuat dirimu sendiri terluka, Zoya" mohon elkana dengan wajah yang selalu bisa membuatku menuruti segala maunya. Namun itu dulu, karna sekarang saat melihat dirinya seperti itu malah membuatku jijik.
"Apa pedulimu terhadap apa yang akan aku lakukan? Dan bahkan jika aku memutuskan untuk bunuh diri saat ini juga dengan berdiri ditengah jalan raya dan tertabrak kendaraan yang lewat, itu tidak lebih bodoh saat aku membiarkan diriku jatuh cinta padamu!" jelasku emosi
"ZOYA! Apa yang kamu katakan barusan? Apa kamu sudah gila?" bentak Elkana, terlihat marah.
"JANGAN BERTERIAK PADAKU! Apa kamu lupa kalau aku bukan tunanganmu yang bisa diatur semaumu? Karna tunanganmu yang sebenarnya, ada di dalam gedung tempatmu baru saja merayakan kebahagiaan diatas penderitaan yang kurasakan!"
"Aku mohon, dengarkan kata-kataku. Disini yang terluka dan menderita bukan hanya dirimu saja Zoya. Tapi aku juga ikut merasakan semua itu" ucap Elkana terlihat tak berdaya berusaha meraih tanganku, namun dengan cepat ku tepis dengan kasar.
"Apa yang barusan kamu bilang? Kamu juga terluka?.... menderita?.... kalau apa yang kamu katakan itu semuanya benar, kamu tidak akan mungkin melamar wanita lain didepan mataku, dan lagi itu adalah sahabatku sendiri Elkana! Bahkan kamu memutuskan aku secara sepihak tanpa membiarkanku mengetahui apa alasannya. Lalu sekarang kamu datang dihadapanku dan bilang bahwa kamu juga merasakan hal yang sama seperti yang kurasakan? Benar-benar luar biasa, entah sandiwara seperti apa yang sedang kamu mainkan!" air mata mulai membasahi pipiku tanpa sadar setelah mengeluarkan kekesalanku terhadapnya.
"Aku minta maaf Zoya, aku tau aku salah. Tapi seandainya kamu tahu kenyataan yang sebenarnya, kamu pasti akan mengerti mengapa aku melakukan semua ini! Demi apapun ini semua bukan inginku Zoya, aku melakukannya juga untuk kebaikan dirimu" ucap Elkana mulai ikut terisak.
"Kalau begitu, katakan padaku alasannya mengapa kamu tega melakukan segala hal yang kamu sendiri tau pasti bisa membuatku menderita!" pintaku emosi. Jujur melihat keadaan Elkana saat ini yang sampai terisak berbicara padaku, membuat diriku terluka dan kembali ingin percaya padanya.
"Aku tidak bisa Zoya. Aku tidak bisa memberitahu kamu alasan kenapa aku harus melakukan semuanya ini! Tapi suatu saat nanti setelah tiba saatnya, kamu pasti akan mengetahui semuanya dengan sendirinya" jawab Elkana yang membuatku kembali menelan pil kekecewaan untuk kesekian kalinya.
"KENAPA? Kenapa aku harus menunggu nanti, dan bukan sekarang?!" tanyaku histeris, merasa tak puas akan jawaban yang diberikan oleh pria dihadapanku.
"Karna itu semua hanya akan membuatmu semakin terluka Zoya. Dan aku hanya tidak ingin kamu sampai terluka lebih dalam lagi. Cukup aku saja yang menanggung semua ini, tidak perlu sampai harus melibatkanmu"
"Omong kosong Elkana! Apapun itu, tidak akan lebih menyakitkan bagiku saat melihatmu dengan tak ragu sedikit pun mengakhiri hubungan kita tanpa alasan yang jelas, dan lebih memilih sahabatku untuk menjadi pendamping hidupmu selamanya didepan wajahku!"
Sakit, sangat sakit saat diriku untuk terakhir kalinya ingin kembali berusaha mengerti apapun alasan yang akan keluar dari mulutnya, namun sampai akhir tak juga diijinkan untuk mengetahuinya.
"Maaf, maafkan aku Zoya. Kamu berhak marah dan kecewa padaku, ini semua memang salah mereka, tapi aku juga ikut berperan di dalamnya" ucap Elkana pasrah.
Hanya kata maaf dan omong yang tidak ku mengerti, yang ku dapat setelah pembicaraan yang menguras emosi, membuatku menjadi semakin frustasi.
"Terserah, jika itu maumu! Sekarang aku akan menghilang selamanya dari hidupmu, dan semoga kamu berbahagia selalu bersama wanita pilihanmu itu!"
Kembali ku arahkan tubuhku ke tujuan awalku tanpa memperdulikannya lagi. Meskipun ia memanggil namaku sekuat tenaganya, dan berusaha mengejar langkahku yang sudah berada diantara banyaknya kendaraan yang menghiasi jalan, namun aku tak akan berhenti hingga tujuanku tercapai.
Tak berapa lama sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi ke arahku. Tak ingin kehilangan kesempatan itu, cepat aku melangkah ke depannya namun belum sempat kulakukan, pada detik terakhir Elkana menarik tubuhku kebelakang hingga jatuh menyentuh aspal jalan.
Rasa sakit akibat menyentuh aspal terasa ditubuhku. Saat ku angkat wajahku ingin mengeluarkan amarah terhadap Elkana, namun pemandangan yang terjadi tepat di depan membuat diriku terdiam membeku.
"ELKANA!" teriakku histeris.
Semua terjadi begitu cepat seperti kaset film yang diputar dihadapanku dengan gerakan lambat. Ku lihat tubuh Elkana membentur mobil yang melaju ke arahnya dengan keras kemudian melayang jauh diudara dan akhirnya tergeletak jatuh membentur aspal.
Dengan suara tercekat aku coba kembali memanggil namanya berulang kali, namun tubuh itu diam membisu. Cepat ku hampiri dirinya dan seketika itu juga tubuhku jatuh terduduk disampingnya, saat melihat genangan darah yang membalut tubuhnya.
Saat itu juga waktu dihidupku seolah berhenti berputar untuk selamanya.
Bersambung...
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?
Selama sepuluh tahun, Delia menghujani mantan suaminya dengan pengabdian yang tak tergoyahkan, hanya untuk mengetahui bahwa dia hanyalah lelucon terbesarnya. Merasa terhina tetapi bertekad, dia akhirnya menceraikan pria itu. Tiga bulan kemudian, Delia kembali dengan gaya megah. Dia sekarang adalah CEO tersembunyi dari sebuah merek terkemuka, seorang desainer yang banyak dicari, dan seorang bos pertambangan yang kaya raya, kesuksesannya terungkap saat kembalinya dia dengan penuh kemenangan. Seluruh keluarga mantan suaminya bergegas datang, sangat ingin memohon pengampunan dan kesempatan lagi. Namun Delia, yang sekarang disayangi oleh Caius yang terkenal, memandang mereka dengan sangat meremehkan. "Aku di luar jangkauanmu."
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Keramat. Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia. Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku...
Selama tiga tahun pernikahannya dengan Reza, Kirana selalu rendah dan remeh seperti sebuah debu. Namun, yang dia dapatkan bukannya cinta dan kasih sayang, melainkan ketidakpedulian dan penghinaan yang tak berkesudahan. Lebih buruk lagi, sejak wanita yang ada dalam hati Reza tiba-tiba muncul, Reza menjadi semakin jauh. Akhirnya, Kirana tidak tahan lagi dan meminta cerai. Lagi pula, mengapa dia harus tinggal dengan pria yang dingin dan jauh seperti itu? Pria berikutnya pasti akan lebih baik. Reza menyaksikan mantan istrinya pergi dengan membawa barang bawaannya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benaknya dan dia bertaruh dengan teman-temannya. "Dia pasti akan menyesal meninggalkanku dan akan segera kembali padaku." Setelah mendengar tentang taruhan ini, Kirana mencibir, "Bermimpilah!" Beberapa hari kemudian, Reza bertemu dengan mantan istrinya di sebuah bar. Ternyata dia sedang merayakan perceraiannya. Tidak lama setelah itu, dia menyadari bahwa wanita itu sepertinya memiliki pelamar baru. Reza mulai panik. Wanita yang telah mencintainya selama tiga tahun tiba-tiba tidak peduli padanya lagi. Apa yang harus dia lakukan?
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.