e rumah baru. Rasanya masih ada lelah yang tersisa, tapi semangat kembali bekerja men
ari rumah kontrakan sempit itu! Sekarang Suci
a adanya. "Iya, akhirnya juga bisa punya halaman buat tanam bunga. Suci s
bisa ditebak, Riva langsung menengo
Ada yang baru pindah rumah, wakt
uju, seperti memang sudah m
ku juga sering melakukan hal yang sama saat orang lain ulang tahun, promosi, atau bahkan baru ganti g
si terbatas, kami takkan memaksa. Bahkan bisa jadi kami yang patungan untuk mem
pang tindih. Aku duduk di tengah mereka, menggigit risoles yang masih hangat, dan merasa... pulang. Bukan hanya ke rumah ba
asih menggantung di udara, sementara beberapa rekan mulai kembali ke meja masing-masing, mengelus perut keken
a ke ruangan s
asanku yang k
gi besar, kulitnya cerah khas blasteran India-Indonesia, dan selalu rapi dengan kemeja lengan panjang berwarna netral. Tapi
k. Sambil menyeruput kopi yang tinggal se
Riss? Sudah nyaman? S
ulillah, Pak. Senang sekali, apalagi Suc
dengan nada yang santai tapi penuh rasa ing
k di mana, Riss? Masih
rnya. Dalam sebulan bisa empat sampai lima ka
liau punya rasa yang sempat terpendam dulu. Tapi ia tak pernah melangkah melewati batas. Ia selalu menjaga sikap dan aku pun suda
membuka laci meja kerjanya dan meny
a tahu pasti kamu yang bayarin
mplop itu tidak kubuka, tapi aku tahu, seperti bias
Tapi kan nggak perlu
au semua atasan kayak saya, pa
dua tert
aga hubungan profesional tanpa kehilangan sentuhan pribadi. Kami s
mendapat suntikan semangat baru untuk menyelesaikan sisa hari. Amplop itu kugengam er
ke laci meja, Riva sudah menghampiri. Wajahnya menyeringai k
ggir mejaku, "Pinjem dulu dong. Buat a
lan. Dalam hati aku sudah bisa menebaknya sejak tadi.
a dengan senyum penuh kemenangan kecil, lalu langsung memelukku sebentar sambi
liah. Kami sudah berbagi banyak hal: cerita cinta pertama, patah hati, skripsi yang dikejar-kejar deadline, bahkan sampa
dan belanja kadang bikin aku geleng-geleng kepala. Suaminya sendiri kadang suka ngedumel,
luluh. Karena ya... dia Riva. Sahabatku. Yang kalau aku sedih, bisa tiba-tiba muncul dengan boba dingin dan pe
ena sahabat sejati, meski kadang merepotkan, selalu tahu caranya menebus semuany
lui kendaraan. Di kiri kanan, deretan rumah tampak masih segar-catnya cerah, taman kecil di depan
tanaman atau sekadar duduk-duduk di teras sambil mengawasi anak-anak mereka bermain sepeda. R
tinggal di sini," aku memb
tidak gaduh. Tidak mewah, tapi nyaman. Semuanya seperti berada dalam satu ir
n pagar kecil yang manis. Terlihat sederhana tapi bersahabat. Dari jendela d
ku pelan, "tempat b
bil, menikmati suasana. Anak-anak tetangga masih berlarian sambil terta
ya, Bu?" sa
Saya Rissa," jawab
sama yang main sepeda. Rumah saya sebelah ka
, sepertinya kita satu generasi ya,
Orang-orangnya sepertinya satu frekuensi denganku. Dan itu-buat seorang ibu yang
*