/0/16042/coverbig.jpg?v=3f69882ddbb29133783da8c62c94e821)
Khusus bacaan yang sudah punya ranjang sendiri, kalau masih numpang sama ranjang orang lain, sebaiknya abaikan cerita ini.
Khusus bacaan yang sudah punya ranjang sendiri, kalau masih numpang sama ranjang orang lain, sebaiknya abaikan cerita ini.
Pagi itu, aku baru saja tiba di kantor setelah cuti dua hari karena proses pindahan ke rumah baru. Rasanya masih ada lelah yang tersisa, tapi semangat kembali bekerja mengalahkan segalanya. Belum sempat aku duduk, suara khas Riva langsung menyambut riang.
"Wah, selamat ya, Say! Akhirnya keluar juga dari rumah kontrakan sempit itu! Sekarang Suci bisa lari-larian di rumah yang lebih proper!"
Aku tertawa, tak kuasa menahan senyum mendengar celotehnya yang selalu apa adanya. "Iya, akhirnya juga bisa punya halaman buat tanam bunga. Suci senang banget, tiap pagi nyiram tanaman, walaupun lebih sering main airnya."
Belum lima menit, seperti yang sudah bisa ditebak, Riva langsung menengok ke teman-teman yang mulai merapat.
"Eh, berarti ini momen dong ya? Ada yang baru pindah rumah, waktunya kita pesan makanan enak nih!"
Serentak semua bersorak setuju, seperti memang sudah menunggu isyarat kecil saja.
Dan seperti biasa, aku yang baru balik malah jadi korban traktiran. Tapi anehnya, aku senang-karena aku juga sering melakukan hal yang sama saat orang lain ulang tahun, promosi, atau bahkan baru ganti gaya rambut. Di kantor ini, logika traktiran memang suka terbalik: yang merayakan, justru yang ditodong.
Namun kami semua paham batasnya. Kalau ada rekan yang memang sedang dalam kondisi terbatas, kami takkan memaksa. Bahkan bisa jadi kami yang patungan untuk membuatnya merasa dihargai. Yang penting, suasananya selalu hangat dan penuh tawa.
Hari itu, aroma ayam geprek dan nasi uduk semerbak memenuhi ruang kantor, diselingi candaan dan suara-suara yang saling tumpang tindih. Aku duduk di tengah mereka, menggigit risoles yang masih hangat, dan merasa... pulang. Bukan hanya ke rumah baru, tapi ke rutinitas yang aku syukuri-tempat di mana pekerjaan dan pertemanan saling menyambut dalam kehangatan sederhana.
Suasana kantor masih riuh dengan sisa-sisa tawa dan obrolan makan siang. Aroma ayam geprek dan sambal matah masih menggantung di udara, sementara beberapa rekan mulai kembali ke meja masing-masing, mengelus perut kekenyangan. Aku sedang membereskan bungkus plastik di mejaku ketika suara khas itu terdengar dari balik pintu kaca.
"Bu Rissa, bisa ke ruangan saya sebentar?"
Pak Yosep. Atasanku yang kharismatik itu.
Aku pun segera berdiri dan melangkah ke ruangannya. Seperti biasa, ia menyambut dengan senyum ramah khasnya. Posturnya tinggi besar, kulitnya cerah khas blasteran India-Indonesia, dan selalu rapi dengan kemeja lengan panjang berwarna netral. Tapi yang membuat semua orang menghormatinya bukan itu-melainkan wibawa dan kehangatan yang selalu memancar dari cara bicaranya.
Kami duduk santai di ruangannya yang sejuk. Sambil menyeruput kopi yang tinggal setengah, Pak Yosep membuka obrolan ringan.
"Gimana rumah barunya, Riss? Sudah nyaman? Suci pasti senang, ya."
Aku mengangguk sambil tersenyum. "Alhamdulillah, Pak. Senang sekali, apalagi Suci. Dia sampai minta bikin taman sendiri."
Obrolan pun mengalir ringan. Lalu tiba-tiba, dengan nada yang santai tapi penuh rasa ingin tahu, ia bertanya tentang Mas Aldo-suamiku.
"Sekarang Mas Aldo sibuk di mana, Riss? Masih di cabang luar kota itu?"
"Gak sih, hanya memang lebih sering dinas luarnya. Dalam sebulan bisa empat sampai lima kali. Tapi ya, demi kemajuan karirnya juga, Pak."
Aku jawab sejujurnya, sebagaimana biasanya. Pak Yosep memang dari dulu perhatian, bahkan sejak aku masih gadis. Aku tahu betul beliau punya rasa yang sempat terpendam dulu. Tapi ia tak pernah melangkah melewati batas. Ia selalu menjaga sikap dan aku pun sudah lama menganggapnya seperti ayah sendiri-figur panutan yang tidak hanya dihormati, tapi juga dicintai banyak orang di kantor ini.
Lalu, tanpa banyak basa-basi, beliau membuka laci meja kerjanya dan menyodorkan sebuah amplop putih kepadaku.
"Ini buat makan siang tadi. Saya tahu pasti kamu yang bayarin semua, termasuk yang buat saya."
Aku nyengir kecil. Sudah bisa menebak sejak tadi. Amplop itu tidak kubuka, tapi aku tahu, seperti biasa, isinya akan sangat pas-tidak lebih, tidak kurang.
"Terima kasih, Pak. Tapi kan nggak perlu juga repot-repot..."
Beliau hanya tertawa. "Ah, kalau semua atasan kayak saya, pasti kantor ini tambah bahagia."
Kami berdua tertawa pelan.
Ya, Pak Yosep memang begitu. Elegan, adil, dan tahu bagaimana menjaga hubungan profesional tanpa kehilangan sentuhan pribadi. Kami semua mencintainya-bukan karena jabatannya, tapi karena ketulusannya.
Aku keluar dari ruangannya dengan hati ringan dan senyum mengembang. Rasanya seperti mendapat suntikan semangat baru untuk menyelesaikan sisa hari. Amplop itu kugengam erat, bukan karena nominalnya, tapi karena isinya: perhatian dan rasa hormat yang tulus.
Baru saja aku duduk, belum sempat menaruh amplop pemberiannya ke laci meja, Riva sudah menghampiri. Wajahnya menyeringai kecil dengan gaya andalannya-setengah serius, setengah mengiba.
"Riss..." bisiknya sambil duduk di pinggir mejaku, "Pinjem dulu dong. Buat arisan. Aku kepepet banget, demi Allah."
Aku hanya menatapnya sebentar, lalu menghela napas pelan. Dalam hati aku sudah bisa menebaknya sejak tadi. Ini bukan pertama kali. Dan pasti bukan yang terakhir.
Dengan sedikit ragu, aku sodorkan amplop putih itu ke tangannya. Ia menerimanya dengan senyum penuh kemenangan kecil, lalu langsung memelukku sebentar sambil berbisik, "Thanks ya, sahabatku dunia akhirat. Bulan depan aku ganti, janji."
Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Riva adalah sahabatku sejak zaman putih abu-abu, bahkan kami sempat satu kos saat kuliah. Kami sudah berbagi banyak hal: cerita cinta pertama, patah hati, skripsi yang dikejar-kejar deadline, bahkan sampai ke fase menjadi ibu. Dan jujur saja, aku bisa berada di kantor ini, di posisi yang nyaman ini, juga karena bantuannya.
Riva orangnya baik, perhatian, dan selalu ada saat aku butuh. Tapi ya itu... hobinya arisan dan belanja kadang bikin aku geleng-geleng kepala. Suaminya sendiri kadang suka ngedumel, merasa jadi ATM berjalan. Tapi aku tahu, Riva selalu punya cara untuk menenangkan semuanya.
Dan meski kadang aku sebal juga kalau dia terus-terusan minjam tanpa tanggal pasti balikinnya, aku tetap saja luluh. Karena ya... dia Riva. Sahabatku. Yang kalau aku sedih, bisa tiba-tiba muncul dengan boba dingin dan pelukan hangat tanpa diminta. Yang kalau aku down, langsung ngajak karaoke nyanyi lagu galau sampai suara habis.
Amplop itu memang pindah tangan, tapi aku tahu aku nggak kehilangan apa-apa. Karena sahabat sejati, meski kadang merepotkan, selalu tahu caranya menebus semuanya-entah dengan perhatian kecil, atau sekadar tawa lepas di tengah hari yang penat.
Mobilku perlahan memasuki kompleks perumahan baru kami. Jalanannya masih mulus, belum banyak dilalui kendaraan. Di kiri kanan, deretan rumah tampak masih segar-catnya cerah, taman kecil di depan rumah tertata rapi, dan beberapa rumah bahkan masih dipenuhi kardus dan perabotan belum dibongkar.
Mataku menyapu suasana sekitar. Di beberapa sudut, terlihat pasangan muda yang sedang menyiram tanaman atau sekadar duduk-duduk di teras sambil mengawasi anak-anak mereka bermain sepeda. Rata-rata tampaknya seusia denganku-usia 30-an, dengan dua anak kecil yang berlarian di trotoar.
"Sepertinya aku bakal betah tinggal di sini," aku membatin sambil tersenyum kecil.
Ada rasa lega yang perlahan mengisi dadaku. Lingkungan ini terasa hidup, tapi tidak gaduh. Tidak mewah, tapi nyaman. Semuanya seperti berada dalam satu irama: keluarga muda yang berjuang bersama membangun rumah tangga dan masa depan.
Di ujung jalan, kulihat rumahku-rapi, bersih, dengan cat krem yang hangat dan pagar kecil yang manis. Terlihat sederhana tapi bersahabat. Dari jendela depannya, tampak tirai tipis melambai pelan tertiup angin. Hatiku menghangat.
"Akhirnya..." gumamku pelan, "tempat baru, awal yang baru."
Saat akan belok masuk pekarangan aku terdiam dan duduk sejenak dalam mobil, menikmati suasana. Anak-anak tetangga masih berlarian sambil tertawa riang. Seorang ibu muda melambaikan tangan dari halaman rumah sebelah.
"Baru pindah ya, Bu?" sapanya ramah.
"Iya, baru kemarin. Saya Rissa," jawabku sambil tersenyum.
"Saya Tia. Anak saya dua, itu yang baju merah sama yang main sepeda. Rumah saya sebelah kanan. Kalau butuh apa-apa, jangan sungkan ya!"
"Terima kasih banyak, Mbak Tia. Wah, sepertinya kita satu generasi ya," jawabku, mulai merasa lebih ringan.
Ya, besar kemungkinan aku akan betah di sini. Setidaknya, aku tak merasa sendiri. Orang-orangnya sepertinya satu frekuensi denganku. Dan itu-buat seorang ibu yang tengah berjuang mempertahankan keluarga-adalah anugerah kecil yang tak ternilai.
^*^
"Hasrat Ayah Tiri Perkasa" Di balik wajah teduhnya, Om Farhat menyimpan bara hasrat yang tak pernah ia ungkap. Sebagai suami baru ibunya, kehadirannya di rumah seharusnya menjadi pelindung bagi Naya, gadis remaja yang masih mencari jati diri. Namun, batas-batas kesopanan mulai kabur ketika perhatian kecil berubah menjadi tatapan berbeda, sentuhan ringan menjadi godaan terlarang. Naya terjebak dalam pusaran perasaan yang membingungkan-antara benci, penasaran, dan ketertarikan yang tak bisa ia sangkal. Sementara Pak Bram, dengan wibawa dan kekuatan yang dimilikinya, terus bermain di ambang dosa dan kehormatan. Mampukah mereka mengendalikan hasrat yang semakin membara? Ataukah mereka akan terjerumus dalam hubungan yang mengancam kehancuran keluarga?
"Aku kehilangan istri, anak, dan harga diriku. Tapi malam itu... aku menemukan kembali siapa diriku sebenarnya." Ketika sebuah surat menghancurkan hidupnya, Jovan terseret ke dalam pusaran kenangan, dendam, dan nafsu. Dalam pelariannya mencari jawaban, ia justru menemukan kekuatan untuk bangkit-dan jejak bayang istri yang telah menghancurkan segalanya. Pemburu Nafsu – Jejak Bayang Istri yang Kabur Sebuah kisah lelaki yang terjerat masa lalu, dan perjuangannya untuk menemukan kebenaran... walau harus menantang batas dirinya sendiri.
Godaan Liar Sang Ustazah ini memuat unsur kedewasaan yang cukup eksplisit dan ditujukan khusus untuk pembaca berusia 21 tahun ke atas. Bukan untuk mengajak pada dosa, bukan pula untuk menghakimi siapa pun. Cerita ini hadir sebagai bentuk refleksi dan hiburan, menyentuh realita-realita yang mungkin jarang dibicarakan, namun nyata dalam kehidupan. Karena tak semua kisah hidup berjalan lurus dan suci seperti yang kita bayangkan. Di balik senyum, ada luka. Di balik keputusan, ada dilema. Dan di balik romansa, ada rindu yang tak selalu sederhana. Romantika hidup ini terlalu berharga untuk sekadar diabaikan. Kadang, justru dari cerita-cerita yang kita anggap "gelap" itulah, kita bisa menemukan cahaya: tentang siapa kita sebenarnya, dan apa yang sedang kita cari di dunia ini. Selamat membaca. Semoga ada yang bisa dipahami... dan barangkali juga ada banyak manfaatnya dari hanya sekedar hiburan semata. Mohon maaf jika banyak hal yang masih kurang nyaman untuk dibaca. Terima kasih.
“Good, kamu juga bisa mengelaborasi tugas itu, yang penting misi utama tidak terabaikan. Ingat kita hanya waktu maksimal tujuh bulan!” “Siap komandan!” “Kamu mesti tahu bahwa Madam Elva tidak sembarangan ngambil anak buah. Dia bukan germo kelas bawah yang menipu anak gadis di kampung buat dijual di kota. Ya, mungkin dia pernah atau masih juga begitu sih, dengar-dengar jaringannya menyediakan buat semua pangsa pasar.” Nikita masih terdiam menyimak. “Itu nanti kamu cari tahu saja. Yang jelas banyak anak buahnya itu high class, dan punya profesi utama bukan hanya sebagai pelacur: Ada yang masih mahasiswi, wartawan, sekretaris, perawat, atau malah istri orang yang diabaikan suaminya. Kamu bisa paham kan tipe seperti apa orang-orang yang bekerja sama dengan kamu nantinya.” Kompol Rudy menambahkan,
AREA DEWASA! YANG BELUM CUKUP UMUR, MINGGIR DULU YA, CARI BACAAN SESUAI UMURNYA. NEKAT BACA CERITA INI, DOSA TANGGUNG SENDIRI. Pertemuan Anne Mary yang masih berumur 18tahun dengan Marcio Lamparska, 30tahun dalam sebuah tragedi pembunuhan di Tokyo dimana Marcio sebagai pelaku pembunuhan dan Anne yang menjadi saksi matanya membuat hubungan antara Anne dan Marcio terikat dalam suatu kerjasama yang saling menguntungkan karena akibat dari tragedi pembunuhan tersebut, Anne yang merupakan orang terdekat dengan korban, tertuduh menjadi tersangka utama pembunuhan. Sebelum interpol menemukan dan menangkap Anne, Marcio bersama anak buahnya sudah terlebih dahulu menculik gadis itu dan membawanya ke Murcia, Spanyol, kediaman Marcio berada. Anne Mary yang memiliki otak jenius di atas rata-rata hanyalah seorang gadis muda yang sangat lugu, polos namun memiliki mulut yang tajam pedas dan kritis sedangkan Marcio yang tanpa dia sadari sudah jatuh cinta kepada gadis muda tersebut semakin membuatnya protektif menjaga dan memberikan pelatihan-pelatihan fisik pada Anne yang tentu saja semakin membangkitkan api dendam dalam diri Anne yang membara di dalam dadanya. Anne akhirnya bersedia membuka hatinya untuk menerima perasaan Marcio agar dia bisa lebih mudah untuk membunuh pria itu yang ternyata tanpa dia sadari masuk ke dalam perangkapnya sendiri, jatuh cinta pada Marcio. Bisakah Anne melupakan Touda Akira sepenuhnya, orang yang sudah menjadi korban pembunuhan Marcio, dimana Touda merupakan cinta pertama Anne yang mencintainya secara diam-diam dan melupakan balas dendamnya pada Marcio? Bagaimana dengan Iosef, tangan kanan musuh besar Marcio yang sejak pertama kali bertemu dengan Anne, memiliki perasaan tidak biasa terhadap gadis mungil itu. Iosef juga musuh yang pernah melukai Anne namun juga menyelamatkan gadis itu dari kematian. Demi menyelamatkan Marcio, Anne terpaksa ikut pergi dengan Iosef. Iosef yang lembut, perhatian, sangat posesif dan mencintai Anne dengan nyawanya. Cinta yang tulus dan abadi namun memahami jika gadis yang dia cintai tersebut masih mengukir nama Marcio di dalam hatinya. Dalam pelarian bersama Iosef, Anne tumbuh semakin kuat, tangguh dan sangat cantik mempesona. Ayunan pedangnya sangat cepat, akurat, dan sikapnya tegas, tidak segan membunuh siapapun yang menjadi tugas dalam misinya. Akankah pertemuan kembali Anne dan Marcio bisa menumbuhkan perasaan cinta dan kerinduan di antara mereka lagi atau mereka menjadi musuh yang akan saling membunuh? Ikuti terus cerita Anne Mary ini dari seorang gadis biasa yang jelek menjadi seorang gadis muda yang sangat cantik dan memukau namun sifatnya yang sangat tidak peka akan cinta membuat para pria yang terpikat padanya selalu salah paham akan sikapnya. “Ini bukan tentang cinta dan siapa yang kamu pilih, tapi kepada siapa kamu akan berkomitmen untuk memberikan hati yang kamu yakini dia bisa menjaga hatimu dengan sangat baik,” – Anne Mary. CERITA INI EXCLUSIVE HANYA ADA DI BAKISAH!
Diperuntukkan bagi dewasa berumur 18+. Harap bijak dalam memilih bacaan.***Seperti biasa mas bram pun selalu punya cara untuk memberikan alasan pada ibundanya setiap bulan ketika harus bertemu dengan aku. Dan hal itu bukan masalah yang besar untuk mas bram mengingat dirinya seorang atasan pada perusahaannya dimana dirinya diharuskan untuk mengontrol beberapa cabang diluar kota.Seperti pagi ini disaat aku sedang mamasak, mas bram diam-diam memelukku dari belakang dan mendaratkan ciuman nya di tengkuk leherku. Kami seperti pengantin baru saja, padahal kami sudah menikah selama sepuluh tahun lamanya. Dan dia adalah seorang lelaki yang romantis dan penuh pengertian dan sangat paham apa yang membuat aku bertekuk lutut dihadapan. Atau paling tidak disangat mengerti apa yang kuingini ketika kami dimabuk asmara seperti ini.Aku hanya mendesah, “ Mas, geli aah..Dia tambah bersemangat dengan memelukku tambah erat. Hingga akupun merasakan kelelakiannya ketika menyentuhku dari belakang.
Suasana malam itu membuat Aris terhanyut dalam kenikmatan.. ia mulai menjamah bagian tubuh perempuan lain yang saat ini menjadi selingkuhannya. Suara desah mengiringi deras hujan yang turun malam itu.. Kepergian Wilona menjadi kesempatan besar untuk Flo merebut lelaki yang selama ini ia idamkan..sudah sangat lama ia menginginkan Aris menjadi miliknya seutuhnya. Namun, semua keinginan itu adalah hasrat terlarangnya, karena pria yang menjadi idamannya saat ini bukan lain adalah iparnya sendiri..
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
BERISI ADEGAN HOT++ Leo pria tampan dihadapan dengan situasi sulit, calon mertuanya yang merupakan janda meminta syarat agar Leo memberikan kenikmatan untuknya. Begitu juga dengan Dinda, tanpa sepengetahuan Leo, ternyata ayahnya memberikan persyaratan yang membuat Dinda kaget. Pak Bram yang juga seorang duda merasa tergoda dengan Dinda calon menantunya. Lantas, bagaimana dengan mereka berdua? Apakah mereka akan menerima semua itu, hidup saling mengkhianati di belakang? Atau bagaimana? CERITA INI SERU BANGET... WAJIB KAMU KOLEKSI DAN MEMBACANYA SAMPAI SELESAI !!
Evelin menikahi Sandi, seorang dokter kandungan, pada usia 24 tahun. Dua tahun kemudian, ketika dia hamil lima bulan, Sandi menggugurkan bayinya dan menceraikannya. Selama masa-masa kelam inilah Evelin bertemu Dhani. Dia memperlakukannya dengan lembut dan memberinya kehangatan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Pria itu juga menyebabkan rasa sakit terhebat yang pernah dia alami. Evelin hanya tumbuh lebih kuat setelah semua yang dialaminya, tetapi apakah dia dapat menanggung kebenaran ketika akhirnya terungkap? Siapa Dhani di balik topeng karismatiknya? Dan apa yang akan dilakukan Evelin begitu dia menemukan jawabannya?
© 2018-now Bakisah
TOP