aru ia kenal sejenak, Gavin Ardian. Pikirannya melayang kembali ke pagi itu, ketika ayahnya, yang kini terbaring sakit parah di rumah sakit, mengajaknya berbicara dalam suara y
ali ia mendengar nama Gavin, ada sesuatu yang janggal dalam hatinya. Pria itu tampaknya terlalu jauh dari sosok yang dapat membuatnya merasa aman, jauh dari gambaran s
g sakit keras. Perasaan takut akan kehilangan sosok yang begitu berarti dalam hidupnya lebih kuat daripada segala rasa tidak nyaman yang ia
engangguk dan menyebutkan kalimat-kalimat formal yang terasa kosong dan jauh dari kehangatan. Namun, pada kenyataannya, pernikahan ini bukanlah sekadar soal cinta atau keba
padanya? Apa yang terjadi jika pernikahan ini hanya berlangsung sebagai sebuah formalitas belaka? Setiap pertanyaan itu mengganggu pikirannya, namun
asuk, mengenakan gaun berwarna biru muda dengan rambut yang terurai rapi. Wanita itu ter
itu dengan nada penuh perhatian
perbedaan antara keduanya. Clara tampaknya begitu terbiasa dengan dunia ini, dunia yang sudah dipersiapkan untuknya. D
ski mungkin sedikit keras kepala," kata Clara, seolah mem
esar yang tak pernah ia pilih. Sementara Gavin, pria yang kini menjadi suaminya, hanya hadir sebagai bagian dari tuntu
adalah istri Gavin sekarang. Itu berarti kamu harus siap menjadi bagian dari keluarga kami," lanjut Clara dengan nada se
awa keharmonisan dalam hubungan yang tak pernah ia pilih. Ada secercah harapan di mata Clara, namun Katrina tak bisa merasaka
erdekat yang hadir untuk menyaksikan pernikahan yang lebih terasa seperti sebuah transaksi ketimbang sebuah ikatan
hanya ekspresi wajah yang penuh dengan kerahasiaan. Katrina tak tahu apa yang ia rasakan. Semua ini terasa sep
a. Tidak ada percakapan, hanya kebisuan yang mengisi ruang mobil yang sempit. Rasa cemas kembali muncul dalam dada Katrina. Ia ingin bertanya banyak hal kepada Gavin-tentang siapa dia, tentang hubunga
ngan tenang dan melangkah keluar lebih dulu, seakan tak ada apa-apa yang perlu dibicarakan. Katrina mengikutinya, mera
tampak baru dan elegan, namun suasananya terasa dingin. Tidak ada kehangatan,
mahmu," ujar Gavin ta
menjadi tempat tinggalnya, namun hatinya masih terjebak dalam perasaan yang pe
mengingatkannya pada sesuatu yang lebih besar, lebih gelap daripada yang ia bayangkan. Gavin tampaknya tidak sepenuhnya jujur padanya. Ada se
kirannya. Mungkin saja semuanya akan baik-baik saja, mungkin saja dia hanya perlu memberi waktu untuk semu
dipilih oleh Katrina, namun kini menjadi kenyataan yang harus ia ha