lengking, guncangan tamparan i
ivia, matanya terbelalak karena tak percaya. "Livia, beraninya
ya. "Kenapa aku tidak berani? Bukankah kamu tadi bilang kamu ingin meminta maaf padaku?
annya lagi, tatapannya tidak pe
sadar kembali. Sambil berteriak marah, dia menerjang maju dan
uaranya melembut karena khawatir saat dia
kan kembali keseimbangannya deng
nta maaf. Fredi, apakah kamu tuli? Kalau dia memang ingin minta maaf, sebaiknya dia diam saja dan biarkan aku yang melampiaskan amarahku. Yang kulakukan hanyalah men
berdua hanyalah penipu yang hina. Dan suatu hari, ketika keb
tan tuduhan. Dia membuka mulutnya, tetapi ta
. Setelah keheningan yang panjang dan menegangkan, dia akhirnya berbicara, suaranya dipenuhi rasa jengkel. "Sekalipun Jolin ingin meminta maaf, kamu seharusnya
kannya tajam dan disengaja. "Aku anggap itu sebagai pujian," jawabnya dengan nada dingin, matanya menatap tajam ke arah pria itu. "K
ihat jelas saat dia menatapnya, sama sekal
ah wanita yang berdiri di hadapannya
k memproses situasi tersebut. Dia telah mengejek Livia berkali-kali sebelumnya, tetapi ini-ini
u pikiran Jolin berubah, firasatnya me
n ini dengan sengaja untu
apati pria itu sedang menatap Livia, mata Fredi yang tidak berke
ya dari Livia. Tidak mungkin dia akan m
nya. Dengan sikap manis yang penuh perhitungan, dia berkata, "Fredi, jangan berkata begitu. Livia mungkin h
Jolin, dan kata-katanya hanya memperd
dung kekecewaan. "Livia yang aku kenal tidak akan pernah bertinda
ku pasti sudah gila sebelumnya, karena menolerirmu. Tapi tidak lagi. Aku sudah menjadi bijak. Hanya orang bodoh yang terus-te
Livia meraih kopernya dan
nya menghantamnya bagai pukulan di perutnya. Dia
nyeret kopernya, rasa panik yang luar biasa mence
ehilangan, seolah-olah bagian terpenting dal
s asa, bergerak secara naluriah
ti ini. Tanpa berpikir, dia menempelkan tangannya ke pipinya, dan mengeluarkan isaka
g mendengar kesedihannya. Dengan
samar, bekas tangan terlihat di bawah kulit
n kekhawatiran. "Aku akan mengantarmu ke rumah sakit. Aku a
ipenuhi dengan kekhawatiran yang dibuat-buat. "Fredi, Livia benar-benar akan pergi ... mun
i. Aku tidak akan menuruti keinginannya lagi. Biarkan dia merenung sebentar-dia aka
edi erat-erat. Suaranya dipenuhi dengan kelembutan
erjalan deng
erasa memegang kendali. Livia hanyalah orang bod
n sama sekali tidak meredakan kegelisahan yang menggerogo
merasa begi
an kesabaran yang dipaksakan. Namun, tidak peduli seberapa kera
ita itu akan kembali pada akh