a Nara, Tuan Muda?" Keenan masih be
pembohong itu di rumah saya." Alvano benar-ben
rharap Nayara baik-baik saja di luar sana. Wanita itu tel
ya, Alvano terus kerja gila-gilaan dan tak tau waktu, lupa mak
ani surat cerai padahal sudah tujuh bulan berlalu.' Keenan
mati, serta beberapa catatan yang ditulis tangan. Pria itu duduk tegak di kursinya, wajahnya datar tanpa emosi seperti biasa. Kemeja p
embawa secangk
t, Tuan Muda," u
saja di
as pelan. "Anda bel
da ja
ya. Raut wajahnya tetap tenang, tapi Keenan tahu, ini bukan tentang
dengar dari pintu. Keenan membuka sedikit dan mendapati
?" tanya wanita itu dengan
egang. "No
elepas mantelnya, memperlihatkan gaun malam merah dengan belahan tinggi dan pun
k?" tanya Vanya samb
ar, seolah wanita itu hanyalah angin lalu. Tapi Keenan tahu, d
uara Alvano terdengar dingi
njang yang terletak tak jauh dari meja kerja Alvan
" jawab Alv
aku bawain makanan dari restoran favor
saja di me
pi saat Alvano tidak menegur, ia memilih pergi. Sebelum menutup pintu, Keenan semp
kat. Ia menyentuh bahu Alvano,
uh aku saat
manja, "padahal aku satu-satunya yang masih set
engan tatapan tajam. "Dia tidak men
... bukankah dia wanita yang tega ninggalin Kakak sebelum kalian resmi bercerai
an Alvano menggelap, tapi
angkuan Alvano tanpa permisi, tangannya melingkar di leher pria itu.
Hanya diam. Memandang kosong ke layar laptop, membiarkan Va
dak ada
an saat bibir mereka hampir bers
uk
ak
i, Va
nggigit bibir, mencoba tetap tenang.
aku sedang kosong. Tapi aku bukan bone
kaku. "Lalu kenapa Kakak nggak
ksa berdiri juga. Ia menatap wanita itu, dan untu
ng pernah menyelamatkan nyaw
benar menginginkannya. Ia hanya butuh pelarian dari b
ebih dari sekada
nya. Dan tidak aka
-
endela besar kantornya. Lampu-lampu kota terli
menarik satu foto ya
nggir pantai. Tawa Nayara begitu nyata, mata wanita itu bersina
ara
isa hanya
kannya kembali, tidak di dalam laci, t
amu bohong." Tapi suaran
u saja menyuruh Vanya pulang dengan alasan Alvano harus menyelesai
nya yang besar-delapan bulan lebih usia kandungannya-tidak menghalangi semangatnya. Walau sesekali ia harus ber
s?" tanya Nayara sam
lis sambil memandangi perut Nayara yang hampir jatuh ke dep
bisa, Bu. Kalau saya tidak jualan
uh ya, kuat sekali. Padahal suami atau keluargam
hanya tersenyum tipis dan menyerahk
-
kecil berwarna krem pudar. Di sisi kanan, berdiri sebuah warun
ingat sambil meneguk air putih. Di sekelilin
an keberapa sih?" tan
u," jawab Nayara
di sini? Keluargamu mana? Paling tidak ka
jahnya dengan senyum yang teduh. Matanya te
diri, Bu. Tidak
ing berpandangan, sebagian menatapnya dengan rasa iba, s
ra. Kami tid
dah biasa. Lagian ... saya masih punya rezeki buat
encolok. Nayara menerima takdirnya dengan lapang, walau tak seorang pun tahu, setiap malam d
ia itu masih menyimpan rasa benci atau
angan sungkan minta tolong kami y
i sudah seperti keluarga
dak punya siapa-siapa. Tapi hari ini, setidakn
embut. "Sebentar lagi kita ketemu