Di sampingnya, tumpukan berkas perceraiannya dengan Sandrina Paramita tergeletak, setebal dosa yang tak terampuni. Tiga puluh hari yang lalu, Sandra pergi. Kini, formalitasnya rampung, dan Ardi, CEO yang seharusnya memegang kendali dunia, merasa seperti boneka yang
yakitkan. Ruangan remang-remang, hanya diterangi lampu tidur yang meredup. Ardi, dengan dor
?" suaranya serak, penuh kebutuhan yang
angit-langit, wajahnya tegang, terukir jelas dalam ingatan
iknya, suaranya putus asa, nyaris tak terd
jah wanita di bawahnya. Sandra merasakan sentuhan Ardi yang menuntut, namun hatinya hancur, terkoyak-koyak. Ia tak bisa lagi berpura-pura baik-baik
ak pernah terisi itu adalah kekosongan yang mematikan, sebuah lingkaran setan yang hanya akan berakhir jika ia berhadapan dengannya. Ia melarikan diri ke dalam pekerjaan yang semakin kompulsif, mengejar angka dan inovasi g
nya. Ini bukan panggilan bisnis, bukan lagi Sandra. Sekretaris
ta duka. Ibu Sumarni...
lima belas tahun, Mbok Sum telah menjadi bagian tak terpisahkan dari rumah ini, dari mulai Ardi menikah, membangun Nusantara Digital dari nol, hingga jatuh seperti sekarang. Ia adalah saksi bisu setiap kebahagiaan kecil dan setiap pertengkaran hebat. Kesetiaannya tak pernah goyah, bahkan saa
batinnya yang kacau. Di sana, di antara pelayat yang tak seberapa banyak, matanya terpaku pada seorang gad
sembunyi di balik rok ibunya, dengan mata besar yang penuh rasa ingin tahu, sesekali mengintip ke arah Ardi. Ardi tak pernah menyangka, gadis kecil itu kini telah tumbuh menjadi wanita muda yang... sa
h karena tak ada lagi yang membiayai. Ardi mendengar bisik-bisik, Laras adalah mah
menatap kosong ke kejauhan seolah merangkum penderitaan dunia, memicu sesuatu dalam diri Ardi. Ia melihat Laras sebagai kesucian dan ketenangan di tengah badai kehancuran yang ia alami. Seo
ya menjulang di samping
ngar asing di telinganya sendi
apan intens Ardi. Tidak ada ketakutan, hanya kel
na tangis. Panggilan "Om" itu, meskipun wajar mengingat perbedaan usi
ke inti, seperti dalam setiap transaksi bisnisnya. Tapi
u menolak," Ardi memulai, mencoba melunakkan nada yang biasa ia gunaka
as. "Bekerja? Maksud Om... sebagai pengganti Ibu?" Sua
Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutnya, tanpa perhitungan bisnis sedikit pu
memberanikan diri bertanya.
n studimu." Itu adalah alasan formalnya, alasan yang bisa ia terima secara logis. Tapi di balik itu, ada subteks ketertarikan yang dalam, sebuah keinginan egois
annya. Ia sebatang kara. Di tengah kesedihan yang mencekik,
nya sedikit menunduk, antara rasa s
ah notifikasi dari sumber tepercaya mengumumkan Global Innovate, perusahaan rival yang dipimpin Bramantyo Adiwangsa, baru saja meluncurkan produk yang akan menjadi ancaman serius bagi Nusantara Digital. Perang bisnis baru saja dimulai. Tapi di dalam hatinya, Ardi merasa ada sesuatu yang