img Pemuas Birahi Setengah Baya  /  Bab 4 Hasrat Anisa - 4 | 25.00%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca

Bab 4 Hasrat Anisa - 4

Jumlah Kata:1597    |    Dirilis Pada: 15/06/2025

dari arah kebun singkong, membawa aroma kayu bakar dari dapur-dapur warga yang baru saja selesai masak mak

sekarang nyaris tak pernah beroperasi. Di tengah lingkaran kecil itu, asap

seperti biasa, arah pembicaraan akhirnya melenceng ke hal-hal yang lebih "menggairahkan" buat merek

Pian tuh paling top dah rejekinya," celetuk

h?" sahut

lau bukan soal istrinya, si Anisa. Astaghfirullah, cakep,

pung ini, aku pikir dia orang kota yang cuma numpang tingg

rang kota, hehe," Mang Ucup menambahkan sambil tergelak, lalu buru-buru menyuruh maaf. "Ealah... maa

wa yang melecehkan. Lebih pada kek

bisik, "Pian itu kan ya biasa-biasa aja. Lha kok

u'udzon. Bisa jadi jodohnya emang rejeki nomplok. Tapi emang sih

daun kelapa di kejauhan. Malam terasa makin l

banget. Nggak pernah gosip, nggak suka dandan menor, tapi mal

an. Kalau ada Anisa lewat, banyak yang nunduk bukan karena takut, t

ungkap lebih jauh. Masing-masing sadar, ada batas antara kekaguman dan dosa hati. Tapi nama

*

para lelaki di pos ronda, berdiri sebuah rumah panggung tua

tangan dingin dalam "mengurus" banyak perkara. Ia bukan dukun, bukan pula ustaz, tapi nama

maram. Di depannya, duduk sepasang suami istri, wajah merek

pa arah di pasar, sementara istrinya, Murni, tampak lebih muda beberapa tahun,

tanya tajam mengamati gelagat tamunya. Ia baru saja meneguk kopi pahit y

Saya sama istri... mau minta petunjuk.

ngsung menjawab. Ia menatap Murni s

Rejeki? Atau... perihal perempuan?"

lu gagal. Hasil panen busuk, harga gak seberapa. Anak saya tiga, yang paling kecil masi

?" potong Bah Udin, masih den

dnya, Bah. Cuma... saya kepikiran, kalau Murni ini bisa... ya, tampil lebih 'terawat'... lebih 'menarik'... mungk

datang sendiri?" Bah Udin menggeram pelan. "Kamu

dalam. Murni menahan napas, tangan g

din mendesah panjang dan bersuara lagi,

rni serempak

aminya, yang minta langsung. Waktu mereka menikah, dia bilang: 'Bah, saya gak mau Anisa jadi perempuan yang biasa-biasa saja. Saya pe

natap Murni

a berjalan, cara menahan diri. Kalau kamu cuma pengen cantik biar dilirik lelak

Warno menatap istri

aksiat. Tapi bisa bikin Murni lebih... ya, lebih 'kelihatan' gitu.

an. Kali ini suaranya lebi

membangun wibawa. Abah bisa kasih air rukyah, bacaan untuk penguat batin, dan a

jenak. "Tapi s

Bah?" ta

but di belakang, dalam perkara yang memalukan.

m. Lalu dengan suara pelan, ia menjawab, "Iya,

egaskan kesungguhan niat keduanya Malam semakin pekat, dan ar

h ke titik terang, Bah Udin berdiri dan menepuk bahu Wa

gelap rumah panggung itu. Di balik tirai tipis yang mengayun ditiup angin malam

a, dan buku-buku tua bersampul usang, Bah Udin duduk

elaki bodoh. Kamu bukan benar-benar pengangguran. Tapi kamu su

in menghela napas panj

mau. Aura terpancar, wibawa naik, lelaki akan menyukai, perempuan akan ir

Warno bertanya pela

sini. Bisa sendiri, bisa juga sama kamu. Kalau siang biasa aja pulang, hanya malam aja.

.. Neng Anisa dan Pian

a Anisa dan Pian pun tak pernah tahu. Dan kamu lihat sendiri sekarang. Anisa bukan lagi perempuan biasa. Bahkan P

yang penuh beras, motor baru, anak-anak dengan seragam baru

rlalu jauh dan Murni tidak meninggalkan saya

Tapi kamu tenang saja. Tidak akan ada darah. Tidak akan ada tumba

bahkan tersenyum. B

unggu, langsung berdiri dan memandang suaminya dengan tatapan bertanya. Tap

rni ada semburat lega, dan di mata Warno tersirat euforia yang nyaris

ibirnya melengkung dalam senyum simpul yang menyimpan ribuan rahasia. Ia memandangi

ap," ujarnya sambil meng

adahal aku sendiri tidak terlalu kenal sama mereka, hehehe.

, membawa harum dupa yang

*

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY