bus celah tirai jendela ruang tengah rumahku yang megah na
mati teh hangat dan keheningan yang langka. Namun, ketenangan itu
rasi. Itu dari pintu samping-pintu yang nyaris tidak pernah digunakan untuk meneri
yusuri sisi rumah yang rapi, dihiasi tanaman pot berjejer rapi di tepi tembok marmer. Kamera CCTV pun
tu terden
tok..
saran. Siapa yang datang lewat sisi itu? Dan kenapa
aku mendekati pintu, aku sempat melirik jendela. Ada so
pelan, lalu mena
el lembut, anggun dalam balutan kesederhanaan yang justru memancarkan daya tarik luar biasa. Wajahnya dibingkai jilbab ya
benar telah mengganggu pikiranku. Rasanya
tegurku, set
maaf saya m
" tanyaku canggung, bahkan nyaris tak tahu
saat lari pagi. Juga soal pesan yang saya kirim bar
tiku mendadak be
Pak Hasto?"
ua. Saya juga tahu kok Bu Dewi sedang kel
h sisa logikaku. Lidahku kelu. Tapi sebagai t
an mas
rpet bulu saat kami duduk saling menyudut di sofa yang cukup besar. Jarak di antara kam
saat aku mendapati mata Bu Midah menatap lurus padaku-bukan dengan tatapan menggoda, bukan juga
. Tapi ada listrik di udara. Tegangan halus
alu lancang?"
. tidak, Bu. Hanya saja saya tak menyan
p cangkir teh di meja
da yang saya rasakan... dan say
n otomatis menyentuh gelas kosong, hanya
ku pelan, tak yakin ing
terdengar lembut, namun entah kenapa terasa
kul tulang rusuk. "Maaf... maaf... sa... saya sedang memikirkan Ibu
an saya m
gangguk
inis, atau menyimpan sesuatu. "Akh, nggak apa-apa kok. Pak Arya sama se
Tapi dia menatap lurus ke depan, seolah kalimat baru
Bu, mak
di pangkuan. "Saya cuma ingin tahu... apa benar Ba
"Hah? Perjanj
a seperti pisau yang sedang membuka luka. "Hmmm, saya yaki
m... sumpah, itu bukan ide yang baik. Hanya candaan... ca
rlalu tenang. "Kalau pun memang b
ar. Mataku nyaris copot dari temp
embuatku makin kalut. "Bukankah tujuannya baik? Sali
ngan Hasto malam itu... yang kami lontarkan sambil tertawa terbahak-bahak, ternyata diangg
aman. Tangannya merapikan ujung kerudungnya yang jatuh ke bahu, lalu menatapku lekat-lekat. Matanya tidak
dakan bom di telinga. Aku ingin berdiri, atau mungkin masuk ke perut
i dekatku. Masih menatapku dengan sorot yang sulit diartikan antara keberanian dan keh
ak. Sudah lama katanya tidak bermain
ah lama sekal
Saya juga sama sudah lama tidak merasa
mau banget," j
in merapatkan tu
erdua, Pak. Cicak di dinding pun jangan sampai ta
berbahaya kalau sampai
ya. Lalu dia maju dan mengakangi selangkanganku. Aku pun tanpa perintah langsung melepas kain sarung,
ktu banyak, langsu
kan ke lubang vaginanya. Dia mulai memasukkan kepala penisku sedikit demi sediki
enak kan berbag
mu sempit sekali, kaya mas
suamiku. Mungkin sudah
menyodok-nyodokan pantatku ke atas. Dia mengerang-erang merasakan nikmat. Matanya merem melek.
sa, aku sudah menduganya dan aku benar-benar tid
keluar Midaaah," s
ang, aku ingin punya anak
u menumpahkan sperma yang sang
a puas?"
Midah," sah
R
elinap lewat celah gorden, menyadarkanku bahwa hari sudah hampir magrib. Keringat dingin membasahi pelipis. Mataku liar menatap sek
Sendirian.
.. Cuma
ang sejak tadi kupakai setelah salat dzuhur. Dan di
ternyat
enepis kenyataan, tapi tubuhku bicara lain. Ini bu
n beberapa detik. Lalu t
mimpi basah d
i sore ini aku seperti kembali jadi anak remaja yang mendadak bangun dengan rasa bersal
embawa aib. Begitu pintu kamar mandi tertutup, aku bersandar di baliknya. Nafask
uhku. Dingin. Tapi justru itulah yang kubutuhkan. Kutelanjangi tubuhku, kusikat, kusabuni, kusiram berulang-
mimpi yang terasa terlalu nyata. Membersihkan sisa-sisa hasr
atau karena kenyataan bahwa, ada sesuatu dalam diriku yang selama ini te
*