erasa seperti tusukan baru di hatinya yang sudah remuk. Ia duduk di bangku taman yang dingin, di sudut sebuah pusat perbelanjaan megah yang ironisnya dipenuhi oleh tawa dan can
a adalah pahlawannya, pelindungnya, dan teman sepermainannya. Kenangan itu kini terasa pahit, seperti seteguk kopi tanpa gula. Bagaimana mungkin cinta yang dulu be
bah sejak
s, merasa iba pada Luna yang mengaku sebatang kara. Tanpa banyak diskusi, Arjun membawa Luna pulang. Awalnya, Raya tidak keberatan. Ia bahkan ikut senang saat melihat Luna, dengan mata besarnya yang polos dan s
yang gelap. Perlahan namun pasti, Luna mulai menyingkirkan Raya dari posisi yang ia miliki
. "Kak Arjun, bisa Luna duduk di sini? Luna sedikit takut gelap," rengek Luna dengan suara manja yang membuat Arjun selalu luluh. Arjun akan tersenyum lemb
an pada detail dan sering membantunya belajar, kini lebih banyak menghabiskan waktu membantu Luna mengerjakan tugas sekolah atau memilihkan pakaian. Dito, si sulung
n itu hancur berkeping-keping ketika suatu hari Raya demam tinggi. Ia memanggil Bima berulang kali, suaranya serak dan tubuhnya menggigil. Namun, Bima tidak datang. Ketika akhirnya ia mampu bangkit dan mencari Bima, ia menemukannya sedang tert
ng lalu, selalu membuatkannya kue cokelat kesukaan. Raya berharap tahun ini, mungkin para kakaknya akan mengingat tradisi itu. Ia bahkan sempat m
menghancurkan hatinya. Sebuah kue ulang tahun besar, dengan lilin-lilin menyala, tergeletak di meja. Di atas kue itu, tertulis nama: "Selamat Ulang Tahun, Luna!" Keempat kakaknya, aya
a melupakan hari kelahirannya sendiri demi merayakan ulang tahun orang lain? Hatinya sakit, jauh lebih sakit daripada luka fisik manapun. Saat itulah, ia
npa tujuan. Ia mulai membatasi interaksinya dengan anggota keluarganya. Rasanya terlalu menyakitkan untuk berada di dekat mereka, melihat betapa mereka mencintai Luna, sementa
ah. Atau mungkin ia menyadarinya, tetapi memilih untuk tidak ikut campur, terlalu lelah untuk menghadapi konflik di antara anak-anaknya. Raya merindukan pelukan hangat
Namun, Arjun hanya menghela napas, matanya dipenuhi rasa kasihan yang mengikis. "Raya, Luna hanya seorang anak yang membutuhkan kasih sayang. Kamu seharusnya lebih mengerti. Janga
a punya alasan untuk tidak pulang terlalu cepat. Ia bisa mengumpulkan uang, sedikit demi sedikit, demi mimpinya untuk bisa hidup mandiri, jauh dari bayang-bayang keluargany
wal, untuk membangun kembali dirinya tanpa beban masa lalu. Ia menghabiskan berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, untuk mempersiapkan diri. Ia belajar s
nya, mengakui dirinya, dan menyesali perbuatan mereka. Ini adalah titik lemahnya, lubang hitam yang terus menariknya kembali ke masa lalu. Ia ingin mereka melihat betapa ia telah be
engan Arjun, meminta Bima untuk menyisir rambutnya, tertawa geli saat Candra menceritakan lelucon, atau mengadu manja pada Dito tentang hal-hal sepele. Setiap kali itu terjadi, Raya merasakan
stru terdengar mengejek di telinga Raya. "Kakak kan sebentar lagi mau pergi jauh. Luna pasti akan
ama ini? Kata-kata itu terasa seperti racun manis. "Kau tidak perlu merindukanku, Luna. K
h tidak mengerti. "Apa maksud Kak Ray
sakit, lelah dengan harapan kosong. Ia memutuskan untuk tidak lagi mengejar perhatian
ntuk ditinggalkan. Ia melihat sekeliling kamarnya, ruangan yang dulu menjadi saksi bisu tawa dan tangisnya. Ada beberapa foto lama yang ia temukan di laci, foto
ya pada foto itu. "Selama
lagi. Ia hanya meninggalkan sebuah surat singkat di meja makan, ditujukan kepada ayahnya. Surat itu berisi permohonan maaf karena
angan, mengucapkan selamat tinggal. Ia tidak memiliki siapa pun yang mengantar. Ia datang sendiri, akan pergi sendiri. Namun, kali ini, kesen
-gedung pencakar langit yang menjulang, jalanan yang ramai, dan rumah-rumah yang berjejer rapi. Di salah satu ruma
akan pernah benar-benar hilang, tetapi ia akan belajar untuk hidup dengannya, menganggapnya sebagai pengingat akan kekuatan yang ia miliki. Ia tidak lagi peduli apa yang mereka pikirkan atau rasa
akan menjadi lebih kuat. Dan kali ini, ia akan melakukannya untuk dirinya sendiri, bukan untuk pembuktian kepada siapa pun. Ia telah melepaskan segalanya. Ia telah mem