kota ini, dan setiap hari adalah bukti nyata dari keputusannya untuk pergi. Ia telah melewati fase paling sulit dalam beradaptasi, dan kini London t
h hangat dan roti bakar, sambil memeriksa jadwal kuliahnya untuk hari itu. Proyek desainnya semakin kompleks, menuntut kreativitas dan dedikasi yang lebih besar. Ia berh
sosial yang menarik, mengambil foto-foto makanan yang estetik, dan berinterinteraksi dengan pelanggan secara daring. Hasilnya, kafe tersebut mengalami peningkatan jumlah pelanggan yang signifikan. Mrs. Davis bahkan
bijaksanaannya yang tenang, adalah pendengar yang baik dan sering memberikan nasihat yang menenangkan. Bersama mereka, Raya bisa menjadi dirinya sendiri, tanpa beban, tanpa perlu menyembunyikan luka. Ia bahkan mulai berani mencer
mail dari ayahnya, sebuah pesan masuk di akun media sosialnya. Dari sebuah ak
balas telepon atau email kami. Tapi kami sangat m
ia lupa tentang media sosial. Bagaimana Arjun bisa menemukannya? Pasti dari teman lama atau kerabat yang masih terhubung dengannyncul. Terkadang dari Arjun, terkadang dari akun lain yang kemungkinan milik Bima atau Candra. Mer
i Jakarta. Itu adalah foto keluarga mereka. Ayah, Arjun, Bima, Candra, dan Dito. Dan di samping mereka... tidak ada Lu
rinduan yang nyata terpancar dari wajah mereka. Tapi, apakah itu cukup?
terus menghindar. Cepat atau lambat, ia harus menghadapi
dari kampus, ponselnya berdering. Ia melihat ke layar. No
ranya sedik
yang dulu menjadi sahabat terbaiknya. Suara itu kini terdengar
an kata ingin ia ucapkan, ribuan pertanyaan ingin i
?" tanya Bima, suaranya dipenuhi keputusasaan. "Kami semua sangat
sakit? Rasa bersalah menyusup. "Aku...
kamu pergi begitu saja? Kenapa kamu tidak bilang apa-apa?" Suara
tidak punya tempat di rumah itu! Kalian yang melupakanku, mengabaikanku, seolah aku tidak pernah ada!" Emosi yang se
kami tahu kami salah. Kami sangat menyesal. Kami tidak tahu apa yang kami lakukan. Luna... dia terlalu pan
tu percaya pada orang asing dibandingkan adik kandung kalian sendiri! A
an fakta, membuat seolah-olah kamu yang bermasalah. Kami terlalu bodoh untuk menyadarinya," jelas Bima, suaranya sarat penyesalan. "Setelah kamu pergi, semuanya mulai terlihat. Ada banyak hal a
n. Luna seja
pu, dia memanfaatkan kebaikan keluarga kita. Dia bahkan tidak pernah sebatang kara seperti yang dia ceritakan. Dia punya keluarga
saran. Otaknya mencoba mencerna semua informasi ini. Ini menjelaskan mengapa Luna
sana?" tanya Raya pelan, suaranya
a bersalah karena tidak melindungi kita, terutama kamu. Kami semua merasa bersalah. Kami telah menyia-nyiakanmu, melukai hatimu. Tidak
mata kompleks dari campuran amarah, rasa lega, dan juga sedikit simpati. Mere
akhirnya berucap, suaranya serak. "Terlalu banyak yan
anya ingin kamu tahu, kami menyesal. Sangat menyesal. Kami ingin memperbaikinya
us pulang? Apakah ia bisa kembali ke rumah itu, ke kenangan-kenangan pahit yang tak terhapus
u, Kak. Aku butuh wak
tolong, jangan menghilang lagi. Setidaknya biarkan kami tahu kamu baik-ba
a akhirnya berucap. "Aku haru
Raya," kata Bima, su
i melanda dirinya. Penyesalan. Itu adalah kata yang terus terngiang di benaknya. Penyesalan dari orang-oran
itu. Pikirannya terus kembali ke percakapannya dengan Bima. Luna seorang penipu. Kelu
yikannya. Mereka mendengarkan dengan sabar, tanpa interupsi, tanpa menghakimi. Saat Raya se
ng apa pun pada mereka. Tapi kalau mereka benar-benar menyesal, dan sudah mengaku
kata Raya, suaranya lirih. "Aku takut jika aku kembali, semua luka itu akan muncul lagi.
banyak hal. Kamu sudah sangat kuat sekarang. Kamu tidak lagi membutuhkan pengakuan
a yang meninggalkan Jakarta dengan hati hancur. Ia telah tumbuh, belajar, dan menjad
Ia tahu bahwa berdamai dengan masa lalu tidak berarti melupakan rasa sakitnya. Itu berarti menerima bahwa
embangun hidup di London. Ia tidak langsung mengatakan ia akan kembali, tetapi ia juga tidak menutup pintu sepenuhnya. Ia mengatakan ia perl
Ia mulai merasa sedikit lebih ringan, seolah beban berat yang selama ini ia pikul sedikit demi sedikit terangkat.
berbicara tentang kuliahnya. Dengan Candra, ia membahas proyek desain terbarunya. Dengan Dito, ia bertukar lelucon ringan, mencoba mencari kembali ikatan persaudaraan ya
mudah. Tapi kami benar-benar ingin menjadi keluarga lagi. Kami ingin
kembali untuk berdamai secara langsung? Atau cuku
g anak, pelukan hangat sang ayah. Pemandangan itu menusuk hatinya, mengingatkannya pada hubungan yang pernah ia miliki deng
wa, penuh petualangan. Lalu ia melihat foto-foto lama keluarganya, foto-foto kebahagiaan yang kini terasa begitu jauh. Ia m
idak untuk saat ini. Tetapi untuk menghadapi mereka, untuk berbicara, untuk mencoba mencari penutupan. Ini bu
kembali ke Jakarta untuk liburan musim panas
merindukanmu, Raya! Tapi aku senang kam
selalu ada untukmu, Raya. K
a kekuatan. Ia memesan tiket pesawat.
adapi. Takut jika ia kembali hancur. Tetapi di samping rasa takut itu, ada juga rasa tekad yang membaja. Ia telah menempuh perjalanan jauh, tid
, tentang kekuatan yang telah ia temukan, tentang pentingnya memaafkan-bukan hanya orang lain, tetapi juga di
ke bawah dengan kesedihan. Ia menatap ke depan, menatap cakrawala. Perjalanan ini bukanlah pelarian lagi, melainkan sebuah langkah menuju pe
a tahu ia kini memiliki kekuatan untuk menghadapinya. Ia telah melewati mus