, setiap hari adalah pertempuran melawan bayangannya sendiri, melawan penyesalan yang tak berujung. Setelah putusan pengadilan, ia seperti terlempar ke dalam juran
pan lamanya. Dengan sisa uang yang tak seberapa, ia membeli sebuah rumah kecil di pinggir kota, jauh dari kebisingan dan tatapan menghakimi. Rumah itu sederhana,
i halaman belakang, belajar bercocok tanam dari video-video di internet. Tangannya yang dulu terbiasa memegang pena dan laptop kini kotor oleh tanah. S
ncari makna, mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang selama ini menggerogoti pikirannya. Mengapa i
di pundaknya, mimpi buruk yang terus menghantuinya. Ia tahu tidak ada yang bisa mengembalikan wakt
un, seiring berjalannya waktu, ia mulai menemukan sesuatu yang berarti. Anak-anak di sana tidak peduli dengan siapa David Alexander yang dulu. Mereka
udut, menggambar di buku catatannya. David mencoba mendekatinya, mengajaknya bicara. Perlahan, Kevin mulai membuka diri. Ia bercerita tentang mimpi-mimpiny
tinya terasa sakit. Ia teringat akan anaknya yang tak pernah ia lihat. Anak perempuannya dengan Cl
ng dihormati, seorang aktivis yang vokal dalam menyuarakan hak-hak wanita. Setiap kali ia melihat foto Clara yang tersenyum di koran atau di lay
vid tidak berhak mengganggu hidup Clara lagi. Clara sudah menemukan kedamaiannya, dan David haru
di sekeliling malaikat kecil itu. Luna adalah segalanya baginya-harapan, kekuatan, dan alasan untuk terus melangkah. Mat
unya mengurus Luna saat Clara sibuk di yayasan. Clara tidak ingin ada pria lain dalam hidupny
korban kekerasan. Ia mendirikan rumah singgah, menyediakan konseling gratis, dan mengadvokasi perubahan hukum untuk mel
alamannya. Suaranya yang dulu lembut, kini penuh dengan kekuatan dan keyakinan. Ia telah menemuka
ahit tentang malam kekerasan itu, tentang janinnya yang hilang. Rasa sakit itu, walau sudah tidak setajam dulu, masih meni
tang dengan senyum lebar. "Clara, kau tahu? Kita mendapatkan sumbangan anonim y
alis. "Benarkah?
omor rekening. Tapi aku sempat mencari tahu, d
yang terjadi, setelah semua kebencian yang ia tunjukkan, David masih melakukan ini? Ad
tidak pernah membayangkan David akan melakukan hal seperti ini. Apakah David menyesal? Apakah ia mencoba menebus dosa-dosanya
indah, perpaduan antara mata Clara dan... David. Setiap kali Clara melihat mata Luna, ia teringat D
erak maju, agar ia bisa membebaskan diri dari belenggu masa lalu. Namun, memaafkan bukan berarti melupakan, dan memaafkan
an taman. Ia melihat Kevin, yang kini sudah lebih banyak bicara, se
Da
seorang gadis kecil yang cantik, sekitar lima tahun. Gadis itu m
g. Itu Clara. Dan di sampingn
rnyata adalah teman lamanya. Clara sering mengunjungi p
ertemu Clara di sini, apalagi melihat Luna secara langsung. Luna m
ta Clara, nadanya datar,
bicara. "Clara..." Ia me
atapannya tidak banyak be
atap Luna, yang kini bersembunyi di
engangg
banyak hal, ingin meminta maaf lagi, ingin memeluk Luna. Namu
rgerak, mendekat dan menggandeng t
alu ia menatap Clara lagi. "Kau.
um yang David tidak pernah lihat sebelumnya-senyum yang tulus
ebih nyaman, melongok dari balik Clara
nah menikah lagi. Siapa yang dimaksud Luna? Davi
antu Ibu Kepala Panti," Clara mengalih
kenal, memanggil orang lain "Papa". Hati David terasa sakit, namun ada penerimaan yang aneh. Itu adalah konsekuensi yang ha
ng menatapnya dengan heran
"Tidak apa-apa, Kevin
ng Om David." Itu berarti Clara setidaknya tidak menanamkan kebencian pada Luna tentang dirinya. Ada secercah harapan kecil yang muncul di dada David. Mungkin suatu hari nanti,
lama, David merasa ada sedikit asa di tengah kesunyiannya. Asa untuk menjadi orang yang lebih baik, untuk menemukan