inggi dan plat nomor yang khas, mobil jip itu menarik perhatian semua orang di sepanjang jalan. Mobil itu berhenti mendadak di depan bar
jam. Seorang pria turun dari mobil dalam balutan seragam militer, yang tampak kurang serasi dengan lingkungan perkotaan. Ekspre
kahkan kaki dengan mantap. Bar itu ramai dengan dentuman musik yang menggetarkan dan gumaman obrolan orang mabuk
asuk, dia mendongak dan kabut alkohol seketika menghilang dari matanya. Melihat sosok yang mengesa
endipity malam ini?" tanya Ryland dengan te
ah Ryland dan bertanya dengan s
awab Ryland dengan tergagap sambil berusaha sekuat tenaga untuk m
ntai atas dan berkata dengan nada tajam dan tegas,
epat di hadapan seorang pria bertubuh kekar yang berdiri menjulang di atasnya. Namun, setelah tiga kali menelepon berturut-turut, tidak ada satu panggilan telepon pun yang terjawab sehingga memaksanya untuk buru-buru berndah mungkin, kata-katanya bergema j
iri saat lift berbunyi dan pintunya terbuka" Keringat mulai menetes di
. Terperangkap dalam rasa takut, Ryland mengikuti pria itu dengan patuh di be
alik sedikit. Setelah mengumpulkan sedikit keberanian, Ryland berkata dengabukakan pintu itu atau aku sendi
aku. Dia ...," bujuk Ryl
dengan tenang tanpa memberi rua
mengeluarkan kunci kamar untuk membuka pintu dengan tangan gemetar. Di dalam hati, dia merasa
hnya mengeras, seperti seorang komandan yang tegas dan pan
buru mengalihkan pandangannya untuk menjaga keselamatan diri sendiri, memo
memberikan kesan berani, dan diapit oleh dua gigolo yang muda dan tampan. Tubuh mereka yang telanjang dihiasi dengan jejak-je
, kedua gigolo itu membeku, otot-otot mereka menegang saat m
h. Perlahan-lahan dia membuka matanya, bibirnya melengkung
tnya. "Tenang, anak-anak, ini bukan penggerebekan polisi," Perkenalkan, dia adalah suamiku, William Mitchell ya
"Pak William, kenapa kamu begitu usil sampai jauh-jauh datang ke sini? Bukankah seharusnya kamu
di jaket militernya, yang mencerminkan sikap dingin di wajahnya. Dia dud
aikan tangannya sambil berkata, "Jangan pedul