salah satu hotel bintang lima paling eksklusif di kota, dengan pemandangan kota yang berkilauan di bawahnya. Ini adalah malam yang ia pilih untuk
mewahnya. Ia tersenyum menawan, senyum yang sama persis seperti saat pertama kali merek
Kejutan apa, Reza? Ini
a merasakan debaran di dadanya, campuran antara kegembiraan dan sedikit kecemasan yang tidak bis
merlap lampu kota. Lilin-lilin bertebaran di seluruh ruangan, menciptakan suasana romantis yang hangat. Mej
a, matanya berbinar. Ia berbalik da
." Desahan kepuasan yang nyaris tak terdengar lolos dari bibirnya. Ini adalah bag
u. Ia menuangkan sampanye, dan mereka bersulang untuk cinta mereka. Luna tertawa lepas, matanya memancarkan kebahagiaan murni. Setiap tawa
jendela besar. "Lihat, Luna. Kota ini begitu indah,
hu apa arti kata-kata itu. Meskipun ia mencintai Reza, ada sediki
. Matanya memancarkan gairah yang kuat, namun di baliknya ada kekosongan yang tak terd
r kencang. Ketakutan itu semakin kuat. Ia mencintai Reza, y
ir Luna dalam ciuman yang mendominasi. Ciuman itu intens, panas, dan menuntut.
gan yang lain mencari resleting di belakang. Gerakannya sangat mendesak, hampir brutal. Luna terhuyung
a parau oleh hasrat palsu. Ia menindih Luna, tata
ara. Meskipun ada rasa takut, ia juga merasakan cinta yang dalam untuk pria di atasnya. Luna mencintai Re
a jeda. Reza merobek pakaian Luna dengan kekuatan kasar, kain gaun yang indah itu robek dengan suara memilukan.
. Namun, Reza tidak mendengarkan. Ia menindih Luna, men
gin, tanpa kehangatan yang Luna kenal. Matanya menatap Luna dengan tatapan
mperkos
Gadis itu menjerit tertahan, air matanya membanjiri bantal di bawa
kit..." Luna memoh
anya dalam dan penuh kemenangan yang mengerikan. Ia m
tubuhnya. Ia merasakan sesuatu robek di dalam dirinya. Rahim Luna mengeluarkan darah. Darah kepe
an perih. Ia merasa hancur, bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara jiw
asa sakit yang tak berujung. Reza melakukan 10 ronde, tidak pernah berhenti melakukannya. Setiap dorongan adalah siksaan bagi Lu
..." desah Reza, suaranya pe
.." Luna terisak, suaran
pendam. Setiap dorongan adalah balasan atas rasa sakit yang ia alami bertahun-tahun lalu. Ia merasak
masukkan cairan sperma ke rahim Luna, membiarkan benih dendamnya tertanam dalam diri gadis itu. L
anya kosong karena rasa sakit dan keterkejutan. Wajah Luna basah oleh air mata, r
n, memaksa gadis itu menatapnya. Rahimnya terluka merah, dan
ranya rendah dan mengancam. Tanpa peringatan,
n Reza yang lain segera menekan kepalanya. Ia merasakan benda asing itu masuk
suaranya dingin dan kejam. Tangan Reza menekan kepa
a merasakan cairan kental masuk ke dalam mulutnya. Luna merasa ingin muntah saat cairan itu masuk kpahit dan jijik membanjiri indra Luna. Ia merasa jijik
memasukkan lagi, memaksa Luna menelan setiap kali. Ini ad
up..." desah Luna,
diambil," Reza berbisik, matanya menata
i batas. Tubuhnya terasa lemas, otaknya tidak bisa lagi memproses rasa sakit d
terbayangkan, Luna pingsan. Tubuhnya terkulai
ena lelah, melainkan karena kepuasan yang dingin dan kosong. Ia telah melakukannya
kan dirinya, mengenakan pakaiannya, dan menatap Luna yang masih tergele
tatan, tidak ada pesan perpisahan. Ia hanya menghilang. Reza tahu ini adalah cara paling kejam untuk mengakhiri segalanya.
nonaktifkan, dan ia bahkan mengubah jadwal kerja dan rutenya. Ia seolah tidak
enemukan dirinya sendirian di kamar hotel yang berantakan. Seprai putih bernoda merah, pakaiannya robe
tidak
an karena rasa sakit fisik, melainkan karena rasa sakit hati yang jauh lebih dalam. Ia men
idak pernah muncul. Luna merasakan dirinya digunakan, dimanipulasi, dan dihancurkan oleh orang yang paling ia perca
kan. Apakah semuanya bohong? Apakah cinta mereka hanya sebuah ilusi? Ia mencoba memahami di mana letak kesalahannya, apa yang ia laku
roma Reza. Ia merindukan pelukan hangatnya, senyumnya yang menawan, dan suara tawanya. N
an semangat untuk melukis. Mereka mencoba menanyakan apa yang terjadi, namun Luna hanya menangis d
ra bisnis, namun hatinya terasa kosong. Ia telah membalaskan dendamnya, ya. Ia telah membu
gar lagu romantis, ia teringat saat-saat ia berpura-pura mencintai Luna. Ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan pekerjaan, dengan pesta, dengan wanita-wanita lain. Namun, ba
ancur. Ia tahu ia telah melakukan sesuatu yang tidak bisa dimaafkan. Namun, harga dirinya, ego, dan dendam yang masih menga
sendiri, mencoba meyakinkan hatinya yang kini mulai terasa
rehkan pada Luna, kini terasa seperti luka yang ia torehkan pada dirinya sendiri. Permainan cinta