ng harinya diisi dengan kehampaan dan kebingungan. Ia terus mencoba menghubungi Reza, mengirimkan pesan yang tak terhitung jumlahnya, namun semua u
dan kesedihan yang ia alami. Ia sering merasa mual di pagi hari, terkadang hingga muntah. Tubuhnya terasa cepat lelah, bahkan hanya sete
asa sedikit buncit, dan ia merasa ada sesuatu yang aneh sedang terjadi di dalam dirinya. Ketakutan perlah
encari tahu. Dengan hati berdebar dan tangan berkeringat dingin, Luna pergi ke apotek terdekat dan m
lalu, perlahan, garis kedua muncul, samar namun jelas. Seketika, dunia seolah runtuh.Bukan hanya karena ia hamil, tetapi karena Reza-pria yang telah melakukan ini padanya-telah menghilang. Ia merasakan dirinya diper
wanita yang anggun dan tradisional, yang selalu menjaga citra keluarga Daniela. Hamil di luar nikah? Ini adalah skandal yang tak termaafkan bagi mereka. Ia tahu tidak akan ada yang percay
menggelengkan kepala kuat-kuat. Bagaimanapun juga, bayi ini adalah darah dagingnya. Benih
mencari alasan untuk menolak makan di meja makan bersama keluarga, agar tidak terlihat mual atau muntah. Setiap kali ibunya bertanya mengapa ia terlihat pucat atau les
yang terjadi. Kamu tidak akan pernah sendirian." Ia mungkin telah dihancurkan oleh Reza, namun ia tidak akan membiarkan ba
t baginya untuk menyembunyikan kondisinya. Ketakutan itu terus mengh
sambil mengusap perutnya yang mulai terlihat jelas. Tanpa ia sadari, ibunya, Nyonya Da
iela bergetar, raut wajahnya beruba
gin menyangkal, tapi tidak ada lagi yang bis
a-apaan ini, Luna?! Kamu hamil?! Siap
, yang segera datang menghampiri. Ketika ia melihat Luna dengan perut
ajahnya merah padam, urat-urat di lehernya menegang. Ia merasa nama baik keluarga tercoreng habi
coba menjelaskan, "Ayah... Ibu.
ekarang kau hamil anaknya?! Demi Tuhan, Luna! Kau sudah menghancurkan nama
ia berjanji akan menikahiku.
ak Daniel berteriak. Ia tak peduli dengan penjelasan Luna, yang ia lihat hanyalah kehancuran reputas
ap menatap ayahnya dengan tak percaya. "Tidak! Ayah tidak
alnya! Lebih baik dia tidak pernah ada!" bentak Pak Daniel, kemarahannya tak terkend
k akan membunuhnya! Aku tidak akan pernah membunuh an
. Luna dikurung di rumah, dilarang keluar sama sekali. Ponselnya disita, akses internetnya diputus. Ia tidak diizinkan bertemu
a bahkan mengancam akan mengirimnya ke luar negeri, ke sebuah tempat terpencil di mana ia tidak akan pernah bisa kembali dan
n hancurkan hidupmu hanya karena satu kesalahan ini
!" Luna membela diri, air mata teru
bisa bernapas. Setiap hari adalah penyiksaan. Ia tahu ia tidak akan bisa bertahan di lingkunga
penghuni rumah sudah terlelap, Luna membuat keputusan besar. Ia tidak
an sisa uang tunai yang ia sembunyikan. Ia bergerak pelan, menuruni tangga belakang rumah, m
turun rintik-rintik, membasahi wajahnya. Luna tidak peduli. Ia berlari sekuat tenaga, menjauh
na terus berlari hingga napasnya terengah-engah dan kakinya terasa lelah. Ia tidak tahu ke mana ia akan pergi, bagaimana ia akan bertahan hid
nyawa tak berdosa di dalam rahimnya, sebuah nyawa yang ia janjikan untuk lindungi dengan seluruh kekuatannya. Ia tidak tahu apa yang menantinya di masa depan, namun ia tahu bah
ulai menusuk tulang. Namun, ketika ia mengusap perutnya, ia merasakan tendangan kecil. Tendangan pertama. Sebuah senyum
enghadapi dunia yang kejam tanpa dukungan siapa pun. Namun, demi malaikat kecil yang kini tumbuh di dalam dirinya, ia akan melakukan apa saj