endela kamar kosnya yang mungil. Sejak kepergian kedua orang tuanya beberapa tahun silam, Lia memang harus mandiri. Ia terbiasa mengurus segalanya sendiri, t
muncul di layar, membuat nafsu makannya langsung hilang: Pak Rizky. Lia menghela napas panjang
pon dengan enggan.
tanpa basa-basi, tanpa sapa
n," jawab Lia, mencoba menjaga
ya ingin kau datang ke ru
kan sendoknya. "Maaf, Pak? Je
kantor, tentu saja," jawa
or itu sudah lumayan jauh, lalu saya harus memutar ke rumah Bapak yang arahnya berbeda dan jau
u bukan urusanmu. Kau sekretaris saya sekarang. Kau
i mendadak sekali," Lia mencoba berargu
menusuk telinga Lia. "Saya ingin kau sudah datang ke rum
emutus panggilan tanpa
ya ke rumah Rizky yang berada di kawasan elit Jakarta Selatan bisa memakan waktu setidaknyasnya. Ia tahu ia tidak bisa melawan. Rizky memiliki semua kendali. Ia membuka ap
us-menerus melihat jam di ponselnya. Jantungnya berdebar kencang. Ia tahu Rizky ti
malis dengan halaman yang luas dan taman terawat. Ini adalah rumah yang dulu sering ia kunjungi bersama Anya. Rumah tempat Anya
tiba pukul 06:48. Terlambat ti
segar bunga melati dari taman menyapa indranya, namun tidak mampu m
bibi dari Anya. Raut wajahnya tidak menunjukkan kehangatan sedikit pun. Mata Ibu Rizky menatap Lia dengan sorot yang familiar: kebencian dan tuduhan. Sejak kecelakaan itu, I
dingin. "Berani sekal
tatapan itu. "Selamat pagi, Tante.
belum jam tujuh. Dan kau datang kemari
apa. Ini adalah perintah Riz
nakan setelan jas kantor yang rapi, rambutnya tersisir sempurna. Wajahnya datar, tanpa eks
rkata, suaranya rendah da
pipinya memanas. "Maaf, P
it itu berarti banyak hal dalam bisnis. Waktu ada
, Pak," Lia m
l. Dan hasilnya, kau terlambat." Ia melangkah turun dari
obil sedan hitam mewah yang terparkir d
jalan mendekat dengan langkah cepat, wajahnya dipenuhi amarah. "Apa
ibunya, ekspresinya te
dengan jari telunjuknya, tatapan membakar. "Dia membunuh Anya! Bagaimana jika dia memb
sudah sering ia dengar, namun tetap saja, setiap kali mendengarnya, rasanya seperti dihantam palu godam. Ia bisa
emohon, berharap Rizky akan membela atau setidaknya melindunginya
ranya tenang, namun memiliki nada perin
" Ibu Rizky me
Rizky, kali ini dengan nada yang lebih tegas, membuat Ibu R
tanya tajam. "Cepat, Lia
buka pintu, dan masuk ke dalam mobil. Ia tidak
membakar Lia dengan tatapan matanya. Lia bisa merasakan kemarahan Ibu Rizky, yang kini semak
ari rencana Rizky untuk menyiksanya, untuk membuatnya terus-menerus merasa bersalah, untuk membuatnya hidup dal
itu. Aroma kulit baru dan pendingin udara yang sejuk memenuhi kabin. Di kursi sampingnya, Rizky duduk tegak, memaobil perlahan, lalu mengemudikannya keluar dari halaman rumah Rizky. Ibu Rizky ma
k email. Lia mencoba fokus pada jalanan, menghindari kontak mata. Setiap hembusan napas Rizky di sebelahnya terasa s
angkar, bersama dengan predator yang siap menerkamnya kapan saja. Ia adalah sekretaris Rizky, tapi lebih dari
hari ini?" Rizky tiba-tiba mem
temuan dengan klien dari Jepang. Setelah makan siang, jam 14:00 ada teleconference dengan kantor cabang di Surabaya, dan ja
Pastikan semua persiapan sudah be
ak," Lia
sa sama. Ia harus kuat. Ia harus menghadapi semua ini. Untuk Anya, dan untuk dirinya sendiri. Ia harus membuktikan bahwa ia tidak bersalah, bahwa ia layak unt
an menjalankan tugasnya sebagai sekretaris Rizky