au yang Tak
s panggung, Alya berdiri dengan senyum tipis, ta
ebat Bahasa Rusia
ra berkilatan, dosen-dosen berdiri dengan wajah bangga, dan teman-teman seangkata
, bertepuk tangan pelan. Wajahnya teduh, matanya tak lepas
ika semua orang memandang rendah, Alya me
dosen di sebelahnya. "Anak beasiswa, tapi penc
at. Pak Burhan duduk berhadapan dengan Bu Mirna. Mereka sudah saling ke
ana pertunangan," ujar
ghentikan gerakannya. "Menunda? Kita suda
aku Papa Sarah. Dan aku lihat mata ana
au pikir bahagia bisa didapat
tidak akan membuatnya kuat. Aku sudah terlalu sering
ya dengan hati-hati. "Kau
k menyelimuti
Dan dia yang selalu bilang, jangan jadikan Sarah alat. Biarpun aku ha
angan, ia menggenggam sertifikat dan piagam dari kampus. Ia meletakkannya di meja
erlahan dari dapur,
menang lomba?"
Yang terakhir di kampus. S
ng begitu kuat. "Kalau ayah dan ibu
. "Aku cuma ingin buktiin, aku bukan si
di cahaya, Alya. Tinggal pilih: kamu mau
sorot cahaya, semakin besar pula ba
nggu. Mas Ferdi datang lima menit kemudian
Mirna," kata Sarah setela
di menaik
pertunang
jenak. "Berarti.
Belum. Tapi setidaknya, s
. "Dan kamu... yakin m
ni hidupku. Dan aku cuma mau jadi penulis nask
rtawa kec
aman kampus. Ia butuh udara, jauh dari
ggunya, duduk di bangku k
kemenanganmu," katan
u bukan menang, cuma
pi kamu, Alya... kamu lari sambil tet
cil. "Itu bukan
man," kata
eka bisa merencanakan segala hal. Tapi di sini, hanya ada dua orang muda, yan
idup tak aka
idaknya, ia tidak m

GOOGLE PLAY