/0/29189/coverbig.jpg?v=0833a9cb8133e62e2ac8bb4be13fef96)
ng Alpha, tapi suamiku, Bram, menyimpan s
erkeping-keping saat sebuah lampu gantung kristal raksasa te
ngerikan itu, Bram
ng ke arah serpihan yang berjatuhan. Dia menggunakan tubuhnya
aat dia akhirnya datang menjenguk, tidak ada penyesalan di wajahnya. Dia berdiri di samping ranjangku dan m
egitu hebat membuat jant
menerobos masuk, matanya terbelalak ngeri saat meli
aknya. "Demi Dewi Bulan, dia
a
mah kecil kami di Bandung dengan kehangatan, sebuah bukt
n dingin, setiap aroma ditel
uluh kalinya. Kainnya terasa lembut namun akrab di kulitku, k
gatur setangkai mawar putih dsempurna dan sendi
, sebuah doa putus asa yang sudah biasa. *Dia ak
selama setahun terakhir tahu lebih baik. Itu ada
itu mendingin. Sausnya mengental. Nyala lilin tunggal yang kunyalakan berkelip-keli
benakku, gelisah dan merintih, merasakan kesedihanku. Dia merasa
belas malam, suaranya terdengar menggelegar, sebuah p
n Serigala Cendana, pas
egang erat hancur berkepin
erti lautan badai, tampak jauh. Bahunya yang kuat tegang di balik jaket ku
enghantamku, sebuah pukulan fisik ya
ua: tanah yang basah oleh hujan, ambisi lia
kepala, terasa diremas di dalam dada.
ecil dari yang kuinginkan, hanya bisikan
pu meja yang tertata rapi, makanan yang ta
. Hanya kelelahan yang mendalam, seolah-olah ke
a." Suaranya kas
embarangan, sebuah tindakan yang berbicara banyak. Aroma
ba lagi, menunjuk ke makan malam yang menye
rambut gelapnya dengan tangan, sebuah g
ma jadi beban, Clara. Janga
t, dan semuanya mengenai sasaran. *Beban. Meladeni.* Dia
usimpan sepanjang hari-semua itu tidak lebih dari tuntutan ata
an rasa sakit di jiwaku sendiri. Aku menekan bibirku rapat-rapat, menolak
berat badannya. Aku mendengar kulkas terbuka, denting botol. Dia
rak, matanya terpaku pada suatu titik di atas bahuku, s
angsung lama," katanya, a
u bisa mencium kebenara
il diriku yang merusak. *Paksakan k
ut, takut mendengar kata-kata yang akan
pestaku sendiri, sementara pasanganku mem
lukanya masih baru
desak untuk kuhadiri demi menjaga citra. Aula utama rumah kawanan ramai d
engganggu. Aku duduk di samping Bram di meja utama, potret sempurna dari pasa
anya penuh simpati yang tak sanggup kutang
atiannya, seperti biasa, tert
. Dia cantik, aku tidak bisa menyangkalnya-rambut hitam legam yang licin dan mata yang berbinar,
atu yang bu
ganas dari cedera lama akibat pertempuran perbatasan bertahun-tahun yang lal
sanya luar bi
jariku menekan keras rasa sakit itu. Aku mencoba bernapas, m
pu gantung di atas kepal
arah Bram, suaraku berbisik tegang.
Bella, yang baru saja dengan dramatis menceritakan beberapa penghinaan
padaku seperti itu," kata Bella, suaranya
epan, ekspresinya melembut dengan perhatian yang sudah bertahun-tah
umu, Bella. Dia tidak penting
benar meng
penting dari drama emosional buatan Bella. Itu adalah
ng kedua. Aku
sa sakit di hatiku adalah neraka yang berkobar. Aku merasakan mat
fisik, rona panas yan
isa duduk di sana dan menjadi prope
gesekan pelan yang tidak diperhatikan olehi, setiap langkah adalah pertempuran melawan rasa sakit di pu
lah satu-satunya te
pat itu berbau herbal kering, ozon, dan perkamen tua. Di sinilah aku lebih da
Rangkaian herbal tergantung di langit-langit, menebarkan bayangan
mengandalkan kekuatan kasar dan politik kawanan, aku memiliki afinitas terhadap elemen, s
yaman. Mengabaikan denyutan di punggungku, aku menang
ruang dingin dan kosong di dalam diriku, tempat di mana kasih sayangnya dulu berada
kuk. Embun itu menyebar dalam pola yang rumit dan
embut sebelum meleleh menjadi ketiadaan. Itu adalah tindakan penciptaan kecil, pengingat
ebuah tablet kecil ajaib di meja kerjaku, sebuah perangkat yang digun
esemutan karena energi
anisasi netral bergengsi yang mengawasi semua disiplin ilmu sihir. Natampak jelas dan sulit dipercaya
ri Kawana
g untuk berkompetisi dalam Konklaf Celestial, yang akan diadakan pada bulan purnama satu bulan d
f Cele
i setiap wilayah. Itu adalah legenda, sebuah mimpi. Tempat di mana keterampilan adala
ang di dada, irama yang
tan. Sebuah kehidupan yang sepenuhnya milikku, jauh dari rasa kasihan ya
ang sangat lama, senyum tulus yang
api itu nyata. Itu adalah secercah ha
GOOGLE PLAY