/0/30070/coverbig.jpg?v=1d516568456b2592bd713a426b3b7b30)
desahan dari kamar tamu. Suamiku yang telah kunikahi selama t
ma empat tahun dengan Kinan-gadis berbakat yang
kami panekuk. Brama berbohong tepat di depan wajahku, berjanji tidak akan pernah mencintai wanita lain
l untuk menghancurkanku. Rasa sakit ini bukanlah sesuatu y
yang tidak dapat diubah. Aku tidak ingin balas dendam. Aku ingin menghap
a
Pandan
ngan datang bukan sebagai teriakan, melainkan sebag
kan pukul 02:14 dini hari yang terasa mengejek. Sisi di sebelahku di ra
inya menuntut semakin banyak waktunya, tapi dia selalu, selalu tidur di ranjang kami. Bahkan jika hanya untuk menci
s dalam keheningan mendalam properti kami yang terpencil di tepi tebing. Lal
burung panik yang terperangkap. Tidak mung
alakan lampu. Aku bergerak seperti hantu melewati bayangan-bayangan yang akrab dari kehidupan yang kukira telah kam
ranya, dalam dan akrab, suara yang pernah menyelamatkan hidupku dan berjanji akan mencin
a itu, tapi nadanya main-main,
ah *dia*. Penghalang. Sesuatu yan
dengan hasrat yang sudah berbulan-bulan tidak kudenga
harus dia lewati, terasa seperti pukulan fisik. Aku menempelkan te
iwarnai campuran aneh antara kekaguman dan tantang
asakan secercah harapan. Dia membelaku. Tapi kemudian dia menambahk
na
gema di dala
Adip
ang kubimbing secara pribadi, membayar tahun terakhir kuliahnya dari kantongku sendiri k
diri, untuk tidak pernah berharap ada orang yang akan tinggal. Lalu Brama datang. Dia tidak hanya tinggal; dia membangun benteng di sekeli
ngkan karyanya, membawanya ke firma arsitekturku, ke dalam hidupku. Aku telah memberitah
ntang di mata Brama. Hanya saj
sekarang seperti deng
Masa muda. Kekaguman. Sensasi dari sesuatu yang terlarang. Sem
ancurkan fondasi seluruh duniaku. Ini bukan kesalahan sesaat. Ini adalah rutinitas yang nyaman dan sudah mapan.
ng cukup kuat. Ini adalah pemusnahan. Dua orang yang paling kupercaya di dunia, pria yang telah kuberika
ya di kulitku, suara tawanya, pemandangan rumah yang kami bangun bersama. Aku ingin m
k melihat foto pernikahan kami di dinding. Aku tidak melihat cakrawala kota yang te
ku menemukan yang kubutuhkan. Dr. Evan Cokroaminoto. Dosen pembimbingku di universitas dulu.an penuh rahasia. Sebuah prosedur eksperimental yang sangat rahasia, dirancang untuk menargetkan dan menghilangk
lah satu-satunya
atnya, suaranya serak karena mengantuk. "Elara?
," kataku tercekat, suaraku terdengar asing, serak dan hancur. "Ek
sana, penuh kekhawatiran. "
mengkristal di dalam jiwaku dengan ketegaenjadi subje

GOOGLE PLAY