Semenjak mendapatkan pekerjaan tambahan, Yoan selalu sibuk. Pagi sampai sore hari bekerja sebagai pelayan di mansion. Sore sampai malam hari bekerja bersama Kenzo di ruang kerjanya.
Sebenarnya ini sangat melelahkan. Namun, rasa lelahnya menguap begitu saja ketika Hena menyerahkan sebuah amplop padanya.
“Yoan, ini gaji pertama kamu,” ujar Hena dengan senyum turut merasakan bahagia.
“Terima kasih, Bu Hena,” ucap Yoan sambil tersenyum lebar.
Setelah Hena berlalu untuk membagikan amplop kepada pelayan yang lain, Yoan segera membawa amplop tersebut ke dalam kamar dan melihat isinya.
“Wahhh … jumlahnya cukup banyak!” pekik Yoan sambil meneteskan air mata terharu, “terima kasih, aku bisa mendapatkan pekerjaan dan penghasilan sendiri,” gumam Yoan memejamkan mata.
Ini pertama kalinya Yoan menerima hasil kerja kerasnya sendiri dan dia merasa bangga.
Tanpa berpikir lebih lama, Yoan langsung menyimpan sebagian dan yang sebagian lagi akan digunakan untuk membeli kebutuhannya.
Yoan perlu membeli beberapa pakaian dan keperluan pribadi lainnya. Rencananya, satu hari libur akan digunakan Yoan untuk pergi ke supermarket.
Setelah mengunci lemari pakaiannya, Yoan keluar dari kamar dan segera kembali bekerja.
Sore hari ketika Yoan masuk ke dalam ruang kerja Kenzo di mansion untuk menyelesaikan pekerjaannya, tiba-tiba Kenzo memanggil, “Yoan, kemarilah!”
“Ya, Tuan?” sahut Yoan sambil melangkah mendekat ke arah Kenzo.
“Minggu depan kamu akan mendapatkan kartu identitas yang baru. Beri tahu aku saat kamu bisa mengambil hari libur!” ujar Kenzo.
“Maaf, untuk apa Tuan?” tanya Yoan keheranan.
Pasalnya, Yoan ingin menggunakan hari libur untuk pergi belanja kebutuhan pribadinya. Dia tidak mungkin mengajak Kenzo, bukan?
“Kita harus pergi ke bank untuk membuka rekening baru. Itu akan memudahkanmu menerima upah,” jawab Kenzo.
“Oh, saya sudah berencana untuk minta tolong Tyas mengantarkan saya ke bank,” ujar Yoan.
“Apa kamu sedang menolak untuk pergi bersamaku?” sahut Kenzo mengernyit.
“B-bukan begitu. Tapi … saya tidak ingin merepotkan lagi,” jawab Yoan sambil menunduk.
“Saat membuka rekening yang baru, kamu harus membawa uang tunai. Itu akan sangat berbahaya. Kamu perlu seorang pria yang menemani,” ujar Kenzo.
Memang benar kata orang bahwa alasan selalu bisa dicari. Kenzo sengaja membuat alasan demi bisa menemani Yoan pergi ke bank.
“Oh, baiklah kalau begitu, saya akan memberi tahu Tuan saat bisa mengambil hari libur,” jawab Yoan patuh.
Yoan memang tidak pernah membuat rekening bank sendiri. Selama ini dia selalu menggunakan rekening atas nama Ayara. Jadi, dia tidak mengerti.
“Ini untuk hasil kerja kerasmu,” ujar Kenzo. Tangannya terulur untuk memberikan amplop persegi panjang berwarna putih.
“S-saya dapat gaji lagi?” tanya Yoan dengan polosnya.
“Aku memberikan pekerjaan tambahan untukmu. Itu artinya, kamu akan mendapatkan gaji tambahan,” jawab Kenzo.
Perlahan Yoan mengulurkan tangannya untuk menerima amplop pemberian Kenzo.
“Terima kasih, Tuan,” ucap Yoan senang.
Kenzo ikut tersenyum sambil mengangguk.
“Tanpa terasa kamu sudah bekerja selama satu bulan di sini. Apa kamu menyukai pekerjaan ini?” tanya Kenzo.
“Iya, saya sangat menyukai semua pekerjaan yang Tuan berikan,” jawab Yoan.
“Hm, bagaimana kalau kamu melanjutkan pekerjaanmu seperti sekarang? Apa kamu tidak merasa terlalu lelah?” tanya Kenzo.
“Apa boleh? Bukankah anggota dari department keuangan di kantor Tuan sudah mulai bekerja?” Bukannya memberi jawaban, Yoan justru balik bertanya.
“Sayangnya, perusahaan kami masih membutuhkan seseorang untuk membantu,” jawab Kenzo.
Kenzo tahu berbohong itu dosa. Akan tetapi, dia belum memikirkan alasan yang lain untuk menahan Yoan agar bisa bekerja bersamanya setiap malam.
“Ah, begitu rupanya,” gumam Yoan, “sebenarnya, saya senang bisa melakukan beberapa pekerjaan seperti sekarang ini. Saya hanya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan,” sambung Yoan.
“Selagi masih muda, kamu perlu memiliki banyak pengalaman,” tambah Kenzo. Di dalam hatinya dia bersorak kegirangan karena ternyata Yoan tidak keberatan bekerja dengannya.
“Baik, kalau begitu saya akan kembali melanjutkan pekerjaan yang kemarin,” ujar Yoan bersemangat.
Kenzo hanya mengangguk untuk menanggapi.
***
Keesokan harinya …
Berhubung para pelayan baru saja menerima hasil keringat mereka dan hari ini adalah akhir pekan maka pekerjaan di mansion hanya sampai siang hari saja.
Setelah makan siang, beberapa orang pelayan ada yang pamit pulang ke rumahnya dan ada juga yang masih tinggal di mansion.
Yoan sendiri izin untuk pergi ke supermarket. Dia membeli semua kebutuhannya dan membeli beberapa cemilan untuk dibagikan ke teman-temannya. Tidak lupa, Yoan juga membeli shampoo dan sabun yang baru untuk menggantikan milik Tyas yang dia gunakan.
Hanya pergi belanja begitu saja Yoan sudah merasa senang. Lihat saja! Yoan terlihat mengayunkan kaki dengan senyumnya yang masih mengembang.
Ketika Yoan tiba di mansion, dia langsung meletakkan barang belanjaanya di dalam kamar. Yoan lantas bergabung bersama teman-temannya yang sedang bersantai di halaman belakang mansion.
“Aku membeli beberapa cemilan untuk kalian,” ujar Yoan. Dia membuka beberapa bungkus cemilan dan membagikan pada teman-temannya.
“Terima kasih, Yoan!” Mereka semua saling bersahutan.
“Sama-sama. Kalian sedang membicarakan apa?” tanya Yoan.
“Tidak ada yang penting. Kami hanya bersantai di sini,” jawab Tyas, seseorang yang selama ini paling dekat dengan Yoan.
“Biar lebih seru, bagaimana kalau kita bermain?” usul Yoan.
“Bermain?” ulang Tyas.
Pun teman-teman yang lain hanya memasang raut wajah bingung sambil memperhatikan Yoan.
“Kita bermain ‘truth or dare’. Jadi, kita semua harus duduk melingkar. Lalu, aku akan memutar botol kosong ini. Jika kepala botol ini menghadap ke kalian, itu artinya kalian harus menjawab pertanyaan kami.” Yoan menjelaskan.
“Truth or dare itu artinya apa?” Asri bertanya.
“Truth itu benar. Sedangkan dare itu berani. Kalau kalian memilih benar maka kalian harus menjawab pertanyaan dengan jujur. Sebaliknya, kalau kalian memilih berani maka kalian harus melakukan sesuatu yang kami perintahkan dengan berani.” Yoan menjawab.
“Sepertinya permainan ini sangat seru. Mari kita mencobanya,” ujar Tyas bersemangat.
Yoan mengangguk, lalu dia mulai memutar botol.
“Wah! Dian yang pertama!” seru Asri yang sudah berdebar-debar, merasa khawatir kepala botol akan mengarah padanya.
“Dian memilih benar atau berani?” tanya Yoan.
“Berani,” jawab Dian.
“Hm, kalau begitu kita akan menyuruh Dian melakukan sesuatu. Apa ya?” Yoan tampak berpikir.
“Dian harus menyatakan cinta pada Pak Ocep!” usul Tyas.
Terdengar para pelayan bertepuk tangan sambil berseru kegirangan.
“Ah, sulit sekali perintah kalian!” keluh Dian.
“Ayo! Ayo! Ayo!” Teman-teman Dian, termasuk Yoan, bertepuk tangan dan memberi semangat Dian untuk melakukan perintah.
“Baiklah! Aku akan melakukannya. Di mana Pak Ocep?” ujar Dian sambil mengedarkan pandang.
Tanpa mereka sadari, dari jendela yang ada di lantai dua, Kenzo berdiri memperhatikan Yoan sambil sesekali ikut tersenyum.
Sikap Kenzo ini tentu saja tidak luput dari perhatian Raka, sang tangan kanan. Ini bukan pertama kalinya Raka memergoki Kenzo menatap Yoan begitu lama.
Sepertinya memang benar, benih-benih cinta mulai bersemi di hati Kenzo untuk Yoan.