img Gairah Liar Masa Puber  /  Bab 1 Part 1 | 0.56%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca
Gairah Liar Masa Puber

Gairah Liar Masa Puber

Penulis: Gemoy N
img img img

Bab 1 Part 1

Jumlah Kata:2678    |    Dirilis Pada: 25/10/2022

h seorang guru tari di Sanggar Tari Pelangi. Kino tak pernah tahu usia wanita itu yang

asa-biasa saja Tetapi Mba Rien memiliki mata yang sangat indah, bening dihiasi bulu mata le

u itu Kino tergolong “terlambat” dalam soal pacaran. Ia tidak punya

kata teman-temannya gadis itu tergolong ratu. Bagi Kino, ia memang ratu, tetapi entah kenapa ia

k perempuannya, Susi, ke sanggar untuk latihan menari. Kino sangat sayang kepada adik sat

ke ruang latihan di tengah kompleks sanggar. Saat itulah ia melih

ejap melirik Kino. Suara wanita itu lembut tetapi bernada

ntu ruang latihan. Mba Rien mengangkat muka, dan tersenyum kepada Kino. Aga

uju tempat segerombolan anak-anak yang sedang bersiap belajar menari. Kino masih berdiri, mema

dan baju ketat, menampakkan lika-liku yang menawan. A

hnya merah karena malu. Kepada siapa? Entahlah. Tetapi perjumpaan pertama dengan Mba Rien berbekas

gkin kamu bisa meremas-remas tubuh itu! ucap suara lain di kepalan

a lebih kecil dari biasanya, dan selakangannya

kan ya. Lalu, ia pun tiba di sanggar 15 menit sebelum waktu latihan se

n anak-anak kecil. Pandangan Kino tak lekang dari gerakan-gerakan Mba Rien, dan entah kenapa ia kini mengerti

ngan, melenggok ke kiri, menggerakkan pinggulnya …., Kino menela

aran rumput. Tetapi, seperti ditarik magnit, muka Ki

alau perbedaan terang menyebabkan matanya agak si

lihat remaja itu betah duduk sendirian. Biasanya, para penjemput murid-m

da umumnya, di kota kecil ini, menari bukanlah sesuatu yang mena

tapi tetap dalam keteduhan pohon kamboja. Entah kenapa, ia tak berani lebih dekat. S

a. Sebab itu, ia berhenti setelah dua langkah saja. Ia

Lalu, sambil melepas stagen, ia berjalan ke pintu. Dilihatnya Susi berlari ke arah penj

sebahu kini tergerai, Rien berdiri di pintu dan beruc

, Dik…,” ujarnya. Kino cuma bisa menyer

ah melihat senyum itu. Entah kenapa, senyum itu tampak menarik sekali. Rasanya

eng tangan Susi menuju sepeda. Rien kembali tersenyum memanda

merasakan darahnya berdesir membayangkan Mba Rien. Percuma ia mengguyurkan bergayung-gayung air dingin ke tub

gan handuk dan lari ke luar kamar mandi menuju kamarnya. Mudah-mudahan tida

membayangkan Mba Rien. Lagi-lagi terbayang pinggulnya yang padat berisi, pi

tu yang paling menawan. Selalu basah, dan tampaknya lembut sekali. Apalagi kalau ia terse

h agak larut, dan rumah sudah sepi. Tak ada suara-suara, selain jangkerik. Kino menelungkupkan tubuhnya.

lakiannya ke kasur. Matanya terpejam, dan terbayang ia berada di at

la! Kino terlonjak ketika merasakan cairan hangat mengalir cepat membas

untuk bisa mencuci sendiri celana dalamnya, tanpa

u sudah ada setengah jam sebelum latihan usai. Setengah jam! Betapa lamanya ia akan menanti di s

lam hati, mengapa gerangan remaja itu begitu betah menunggu adiknya. T

juga ia tertarik pada tarianku. Siapa tahu? Atau mungkin tertarik pada dua-duanya,

h memberi contoh, diikuti oleh bidadari-bidadari kecil

putar….,” suaranya lembut, te

ayup suara Mba Rien sampai di telinganya. Terdengar merdu.

sendiri. Dicabutnya sebatang rumput, dimain-mainkannya di antara jari-jari

g seusia dengannya itu tidak semenarik Mba Rien, padahal Alma juga cantik. Kino menarik

mencari-cari, kemana gerangan wanita itu. Kino bahkan memiringkan tubuhnya, sampa

muridnya masih bergerak sesuai irama

ik tembok rumah di sebelah ruang latihan. Rupanya, ada gang yang menghubungk

n kembali ke ruang latihan, tetapi tidak melalui gang, melainkan lewat pintu depan. Lewat

Senyum yang memikat Kino terhias di bibirnya. Kino menelan ludah, tak bisa menya

ba Rien lagi, le

melanjutkan langkah mendahului masuk. Pelan-pelan Kino menyusulnya. Ketika ia tiba

tak ada satu pun di sana. Ia lalu berdiri saj

kalau ia memang tertarik pada tarianku -atau tubuhku!- biar saja ia berdiri sampai pegal.

i terlihat senang melihat kakaknya sudah hadir. Berkali-kali Susi keli

k di bibirnya, memperingatkan Susi agar tetap

berdiri, tetapi juga karena sebenarnya ia agak tersiksa. Betapa tidak? Sejak tadi ia t

kikuk ketika akhirnya Rien berdiri di hadapannya, cukup dekat u

ang lekat remaja di hadapannya. Senyumnya

ecil, “Saya pikir kamu suka. Sebab,

ya saya suka ..,”

nyumnya mengembang lagi. Kino menelan ludah lagi. “S

menonton saja.” ja

tanya Rien. Wah! Kino tertunduk, mu

ki-laki belia ini! Ia ke sini untuk menontonku, melihat tubuhku! Dan kesimpulan ini membu

mengangkat muka, melihat kedua tangan Rien terangkat, dan samar-sama kedu

lama membuka ikat rambutnya, membiarkan remaja itu melihat apa yang ingi

tangannya pulang. Sambil menggumamkan selamat sore,

h ia harus menjawab seruan itu? Ah, sudahlah! sergahnya dalam hati dan cepat-cepat mendayung. Dari ke

dan pandai menggoda itu. Sekali waktu ia mencoba menghindar, meminta kepada

idak berjumpa Mba Rien. Dan itu artinya, sudah sebulan ia ti

ukup populer di kota kecil ini. Kino datang bersama teman-temannya, tentu hanya untuk menonton band. Acara tar

ainkan lagu ketiga, Kino pergi ke belakang panggung untuk bu

, Kino melihat Mba Rien duduk di sebuah bangku. Langkahnya terhenti, lalu ia menyelinap ke balik t

, memperlihatkan lehernya yang jenjang dan agak basah oleh keringat. Ia tampak letih, dan sedang

tu bangkit menuju ke sebuah kamar di belakang panggung. Kino mengikuti ger

lam terlihat terang berderang tetapi sepi. Berjingkat, Kino berpin

sehingga masih tersisa celah untuk melihat ke dalam. Dengan jantung b

ang yang ternyata adalah ruang ganti pakaian bagi para artis. Ia tiba di depan pintu ruang itu,

las, apalagi kemudian ia berputar menghadap sebuah cermin yang pantulannya terlihat dari tempat Kino berdiri.

di tanah. Dengan kuatir ia melihat ke sekeliling, takut kepergok. Tetapi sua

bercelana dalam dan berbeha, dan tubuhnya indah bukan main

ien sudah berganti rok panjang dan baju hem coklat. Tetapi bagi Kino, rasany

pikirnya, seseorang tadi mengintipku berganti pakaian. Cepat-cepat dikuaknya pintu, dilongokkannya kepala, bersiap berter

kan band di depannya terasa hambar. Teman-temannya terlihat girang, tetapi ia sendiri kurang

i. Ia tidak menjawab, dan hanya menggumam sam

…,” gerutu Iwan,

dan terus melangk

ranjang, meremas-remas kelaki-lakiannya yang me

tertahan, merasakan cairan han

yak sambil berharap bertemu Mba Rien di alam mimpi. Namun mimpinya ternyata

ambu

img

Konten

img
  /  2
img
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY