Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / CINTA DI ANTARA TASBIH DAN ROSARIO
CINTA DI ANTARA TASBIH DAN ROSARIO

CINTA DI ANTARA TASBIH DAN ROSARIO

5.0
40 Bab
562 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Takdir ,,, Takdir yang mempertemukan, takdir pula yang memisahkan. Takdir yang membuat kita tertawa bahagia, takdir pula yang membuat kita berurai air mata kesedihan. "Lantas, apa yang harus aku lakukan?" Tanya seorang gadis berkulit putih menatap dalam iris mata pria yang ada dihadapannya. "Aku tidak tahu," jawab pria itu pelan dengan perasaan yang berkecamuk di dalam dadanya. "Mampukah kita terpisah? Apa kamu mampu hidup terpisah denganku?" Tanya gadis itu dengan kelopak mata yang mulai berkaca-kaca. "Aku tidak tahu," jawab pria itu menatap dalam wajah gadis yang sangat dicintainya. "Kenapa? Kenapa? Kenapa cinta kita harus seperti ini? Apa salah, jika kita saling mencintai?" Tanya gadis itu dengan bulir air mata yang perlahan jatuh dari kedua kelopak matanya. "Tidak ada yang salah, cinta kita juga tidak salah," jawab pria itu lirih dengan menahan segala kesedihan. "Lalu? Kenapa? Apa aku yang salah?" "Tidak, kamu tidak salah. Cinta kita tidak salah. Tidak ada yang salah, jangan pernah menyalahkan dirimu ataupun cinta kita. Semua ini, karena aku dan kamu yang berbeda," jawab pria itu memeluk erat gadis yang telah bersimbah air mata. Cinta tidak pernah salah dalam menjatuhkan pilihan dan cinta juga tidak pernah salah dalam menentukan takdirnya. Jodoh ,,, kita tidak pernah tahu kepada siapa kita akan berjodoh. Maut ,,, kita tidak pernah tahu, kapan kita akan dipinang dengan kematian. Rejeki ,,, kita tidak pernah tahu, apa kita terlahir berlimpah harta atau berkekurangan. Semuanya ,,, Semuanya sudah tertulis dalam garis takdir setiap insan yang terlahir ke dunia ini. Note : (18+) Karya ini murni dari hasil imajinasi author sendiri tanpa bermaksud untuk menyinggung siapapun atau unsur apapun.

Bab 1 1. MENGAWALI HARI

Pagi yang dingin dengan suara hujan di luar rumah semakin meninabobokan semua orang yang berlindung di bawah selimut tebal. Begitupun dengan seorang gadis cantik berkulit putih yang semakin terlelap dalam tidurnya.

"Elena," terdengar suara ketukan di luar pintu kamarnya. "Sayang, bangun! Ini sudah adzan subuh. Nanti waktu sholatnya habis. Elena!"

Tidak ada jawaban, sepi. Hanya terdengar suara hujan dari arah luar rumah.

"Sayang, bangun! Nanti waktu subuhnya habis!" Terdengar lagi suara ketukan. "Elena, bangun!"

Terlihat Elena menggeliat. Matanya yang tertutup rapat berusaha untuk dibuka.

"Elena! Bangun, cepat sholat subuh. Nanti waktunya habis."

"Dingin sekali," gumamnya pelan dengan suara serak menarik kembali selimut tebalnya.

"Bangun nak!"

"Jam berapa ini?" Matanya yang sulit dibuka melihat jam dinding Hello Kitty yang terpasang.

Terdengar lagi suara panggilan dari luar kamarnya. "Sayang bangun!"

"Iya Ma! Aku sudah bangun," teriak Elena dengan suara serak.

"Cepat sholat subuh, nanti waktunya habis," jawab Mamanya dari luar pintu kamar.

"Iya!" Dengan rasa malas yang menggelayuti dirinya, Elena menyibakkan selimut tebal yang menutupi tubuhnya. "Ahhh, dingin sekali."

Elena turun dari tempat tidur langsung masuk ke dalam kamar mandi. "Kalau bukan karena kewajibanku, aku tidak mau memegang air dingin. Aduh, mana dingin banget lagi nih air."

Elena cepat-cepat membersihkan dirinya dan segera mengambil air wudhu. Sebagai seorang muslim, sudah tentu merupakan suatu kewajiban jika dirinya harus menjalankan kewajiban lima waktu.

"Kamu sudah sholat sayang?" Tanya Mama begitu melihat putri kesayangannya datang mendekat.

"Sudah," jawab Elena menarik salah satu kursi meja makan.

"Anak pintar," puji Mama. "Mau susu putih atau susu coklat?"

"Susu coklat," jawab Elena. "Juga roti bakar isi coklat."

"Iya," Mama dengan telaten menyiapkan semua yang dipinta putrinya.

"Papa mana? Biasanya sudah duduk manis di sini menemani Mama."

"Tadi ada di sini, tapi katanya sakit perut. Mungkin Papa kedinginan, karena dari tadi malam hujan tidak berhenti," jawab Mama.

"Papa masuk angin kali Ma."

"Sepertinya begitu," jawab Mama.

Tidak lama masuk Papa masih memakai kain sarungnya. "Aduh, leganya perut Papa."

"Papa sakit perut?" Tanya Elena.

"Iya, tapi sekarang sudah tidak sakit perut lagi," jawab Papa. "Kamu sudah sholat subuh?"

"Sudah Pa."

"Bagus, anak pintar. Itu kewajiban kamu sebagai seorang muslim. Jangan pernah tinggalkan sholat karena sholat merupakan tiang agama. Ok sayang!" Ucap Papa tersenyum melihat Elena.

"Iya Pa."

"Papa mau minum apa?" Tanya Mama. "Susu atau kopi?"

"Papa mau kopi, tapi jangan terlalu manis," jawab Papa.

"Mau roti bakar juga?"

"Iya dong, masa kopi doang," jawab Papa.

"Memang si mbak ke mana Ma?" Tanya Elena baru menyadari tidak ada asisten rumah tangganya.

"Mbak lagi pulang kampung, kemarin sore minta ijin pulang karena Ibunya sakit. Tapi nanti siang katanya mau balik lagi ke sini. Pulang hanya untuk mengantar Ibunya ke Dokter," jawab Mama.

"Memangnya tidak ada orang lain yang mengantar Ibunya ke Dokter. Sampai si mbak yang harus pulang?" Tanya Papa.

"Iya, pekerjaan rumah jadi berat kalau tidak ada si mbak," sambung Elena.

"Kan ada kamu yang bantu Mama," jawab Mama.

"Nggak ah, aku mau kuliah. Terus nanti pulang juga harus bantu Papa kerja," jawab Elena.

"Dasar malas. Kerja bantuin Papa juga tidak setiap hari," jawab Papa.

"He-he-he."

"Jam berapa kamu masuk kuliah?" Tanya Papa.

"Nanti agak siangan. Dosennya hari ini kurang aku sukai."

"Masa begitu sama Dosen," ucap Papa.

"Iya, Dosennya memang begitu, bukan aku saja yang tidak menyukainya."

"Jangan begitu tidak baik," tegur Mama.

Elena terdiam, diambilnya susu coklat panas yang ada didepannya. "Enak sekali dingin-dingin begini minum susu coklat."

"Berdoa dulu sebelum minum atau makan apapun," tegur Mama.

"Sudah Ma dalam hati, memang kalau berdoa harus selalu terdengar?" Jawab Elena.

"Kamu ini selalu saja ada buat menjawab," ucap Papa sambil meniup kopi panasnya.

"Iya, dasar bandel," sambung Mama.

"Bandel juga anak Papa dan Mama," jawab Elena. "Bandel, tapi cantik dan baik hati."

Mama mencibir melihat putrinya. "Mudah-mudahan ada laki-laki yang mau sama kamu."

"Eh, Mama sembarangan saja. Begini-begini, bentukan model kayak aku ini banyak yang mau. Mama saja yang tidak tahu," jawab Elena.

"Memangnya kamu punya pacar?" Tanya Papa.

"Tidak," jawab Elena tersenyum penuh arti.

"Bohong! Melihat kamu tersenyum begitu pasti kamu punya pacar," bantah Mama.

"Apa sih Mama ini, memang aku tidak punya pacar. Tapi baru mau punya pacar. He-he-he."

"Kecil-kecil sudah ingin punya pacar!" Kata Papa.

"Kecil apaan sih Pa! Aku ini sudah kuliah, sudah besar. Temanku saja sudah berapa kali berganti pacar. Masa aku tidak boleh punya pacar."

"Jangan ikut-ikutan temanmu," kata Papa.

"Pacar itu penyemangat hidup Pa. Kuliahku bisa tambah semangat dengan punya pacar," jawab Elena tersenyum manis.

"Kamu ini selalu ngeyel kalau dikasih tahu. Laki-laki jaman sekarang sudah jarang yang benar-benar tulus mencintai wanita. Kamu harus berhati-hati. Jangan sampai termakan bujuk rayunya. Ingat kamu itu masih gadis, jangan kamu jual harga dirimu hanya karena cinta. Ingat itu ya baik-baik!" Mama mengingatkan.

"Iya Ma, tenang saja. Aku juga masih punya otak untuk dipakai berpikir."

"Bagus! Mama tidak mau kamu salah arah dalam menentukan pilihan. Jauh cinta boleh, tapi tetap harus pakai logika!" Ucap Mama lagi.

"Iya Ma. Cinta pakai logika!" Jawab Elena.

Begitulah suasana pagi di dapur keluarga Prasetyo Darmawan setiap hari sebelum memulai aktifitas rutin setiap harinya.

Suara klakson mobil yang saling bersahutan selalu mewarnai hiruk pikuknya jalan raya di Ibukota. Terlihat seorang gadis berkulit putih dengan rambut berponi serta rambut yang diikat ekor kuda baru saja turun dari bis.

"Elena!" Teriak suara cempreng dari arah belakang. "Elena!"

Yang merasa namanya dipanggil langsung menghentikan langkahnya dan melihat ke sekeliling yang terlihat banyak orang.

"Gue di sini!" Teriak seseorang melambaikan tangan dari jarak beberapa meter yang terhalang beberapa orang didepannya.

"Dewi."

"Hai, gue memanggil loe dari tadi," ucap Dewi begitu ada di depan Elena.

"Banyak orang di sini gue tidak mendengarnya," jawab Elena kembali meneruskan langkahnya.

"Gue lihat tadi loe baru turun dari bis. Memangnya loe tidak diantar bokap?" tanya Dewi.

"Kagak! Memangnya kenapa kalau gue naik bis, sah-sah saja!" jawab Elena.

"Iya sih, tapi biasanya loe selalu diantar bokap secara loe itu anak kesayangan. Putri satu-satunya yang takut tergores lecet. Ibarat berlian, loe itu jangan sampai retak rusak dan pecah."

"Jangan ngawur deh kalau ngomong. Gue biasa saja," jawab Elena terus melangkah memasuki gerbang kampusnya.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY