/0/14071/coverbig.jpg?v=009075a2713d3615445f0e0a89cff038)
Akiko, gadis yang memiliki penyakit Leukemia Myeloid akut atau biasa dikenal dengan kanker darah. Sejak kecil dia selalu dibenci orang tuanya, dia sering kali mendapat kekerasan fisik sampai tubuhnya penuh dengan luka. Sampai akhirnya, Akiko harus menjadi tawanan Glen Xander Mckenzie, Mafia kejam yang ingin menghancurkan perusahaan keluarganya. Namun siapa sangka, setelah sekian lama hidup bersama, Glen justru jatuh cinta pada mangsanya sendiri.
"Akiko Eloise!" bentak seorang wanita pada Akiko yang masih berusia 9 tahun. Gadis itu langsung terbangun dari tidurnya, padahal baru selesai belajar seharian ini dan ingin tidur sebentar karena kelelahan.
"Lihat, berapa nilai yang baru kau dapat," Akiko segera mengambil kertas yang Mamanya tunjukkan.
"Mama, ini hanya–" tamparan kencang mendarat di pipi Akiko, bahkan sampai memerah panas.
"Menjijikkan! bagaimana aku menghadapi Papamu nanti, hah?! dia akan menganggap bahwa aku tidak becus mengurus dirimu!" ia mencengkram pundak Akiko kasar.
"Tapi, guru bilang, itu hanya kesalahan teknis," Akiko berusaha membela dirinya.
"Kesalahan teknis dari mana? Kalau memang dapat nilai kecil, kau tidak bisa membohongi Mama," desisnya.
"Aku tidak berbohong, Mama. Sakit!" teriak Akiko saat rambutnya dijambak kasar. Bahkan, beberapa helai rambut sampai tercabut begitu saja.
"Sakit? Kau pikir, aku tidak merasa sakit dipukul oleh papamu setiap hari?" lirih sang mama.
"Sorry...," isak Akiko.
"Menyusahkan! Aku menyesal punya anak sepertimu! Kau benar-benar tidak berguna," Akiko terdiam mendengar ucapan itu. Rasanya sakit, bahkan dadanya sampai sesak.
"Lalu, kenapa Mama tidak membunuhku saja? memangnya, Mama pikir, aku mau dilahirkan di keluarga ini? aku sangat tersiksa, Papa ataupun Mama tidak pernah sayang padaku. Kalian memukulmu terus tanpa alasan yang jelas," tangis Akiko pecah. Tubuh mungil itu terduduk di lantai dingin, dengan gemetaran.
"Padahal, aku tidak minta dilahirkan. Tapi, kenapa Mama selalu bilang menyesal punya anak seperti aku? apa kurangnya aku, Ma? apa aku pernah melawan? apa aku pernah nakal? tidak ... aku memberikan yang terbaik untuk Mama dan Papa," lanjut Akiko.
"Kenapa Mama tidak membunuhku saja, sebelum aku mengenal dunia?" desis Akiko.
"Kurang ajar!" Mamanya kembali memberikan pukulan, bahkan lebih parah. Dan itu adalah terakhir kalinya Akiko membela diri. Padahal, nilai yang dia dapat aslinya memang 100. Tapi karena kesalahan teknis, satu jawaban tidak terdeteksi benar oleh sistem. Nilai 95, membuat Akiko kembali mendapatkan luka di tubuhnya. Hanya karena satu kekurangan, Akiko nampak seperti anak paling menjijikkan di dunia ini.
Beberapa bulan setelah itu, Mamanya meninggal karena penyakit. Namun, dia tidak boleh datang ke rumah sakit atau pemakaman karena kehidupannya sudah diatur oleh papanya. Parahnya, papanya mengatakan kalau mama Akiko mendapat penyakit karena sudah menjadi istri yang buruk.
Memang, Akiko sadar bahwa mamanya adalah wanita pembangkang. Dia tidak mau diatur, kasar dan tidak mau bertanggung jawab sebagai istri atau sosok mama. Dia suka bersenang-senang sendiri, tanpa peduli keluarga. Tapi tidak bisa dipungkiri, Akiko sangat sayang dan membutuhkan sosok mama dalam hidupnya sampai kapan pun.
Saat menemui sang Papa karena berharap bisa mendapat kasih sayang, Akiko justru mendapat luka lagi. Entah karena apa, tapi yang jelas Akiko tau bahwa papanya tidak suka melihat wajahnya. Bahkan, tak segan-segan memukul Akiko hanya karena tidak sengaja berpapasan.
"Tolong lihat aku sebentar, Papa...," ingin sekali Akiko memintanya. Tapi dia tau, pasti hanya akan ada luka baru di tubuhnya jika berani bicara. Akhirnya, Akiko tidak pernah mau berharap lagi pada manusia mana pun. Karena hal itu hanya akan menyakiti perasaannya.
***
Akiko tersenyum kecut, mengingat bagaimana masa kecil dia lalui begitu berat. Bahkan, dia harus mengonsumsi obat-obatan dokter agar bisa mengendalikan traumanya. Dan obat itu sangat tidak baik bagi kesehatan Akiko, karena menyebabkan tubuhnya melemah. Kejadian itu sudah berlalu 10 tahun, tapi rasanya masih sakit jika teringat.
Akiko Eloise, gadis berumur sembilan belas tahun, kini sedang menatap ruang kelas. Bagi Mahasiswa baru, dia harus berkumpul untuk acara yang sudah dijadwalkan nanti. Ia memakai blouse dan celana panjang, lebih nyaman memakai pakaian tertutup karena hangat di musim dingin ini. Dengan rambut pendek hitam dan mata sayu, membuat Akiko nampak seperti gadis lucu nan polos di mata orang lain.
Akiko menghela nafas panjang, bersiap melihat apa saja yang menunggu di dalam kelas. Berharap bahwa masa kuliah ini akan jauh lebih baik, dari pada masa sekolah sebelumnya. Karena pribadi yang pendiam dan murung, Akiko jadi sering mendapat bully. Jadi dia sengaja masuk ke universitas yang jauh, berharap tidak bertemu dengan orang yang dia kenal
Perlahan, pintu mulai terbuka. Menunjukkan keadaan kelas yang normal dan ramai seperti dugaan. Akhirnya, ia berjalan ke bangku kosong untuk duduk. Menunggu instruksi dari pembina nanti.
"Hai, boleh duduk di sini?" seorang gadis menghampiri Akiko sambil tersenyum manis.
"Aku Lani, siapa namamu?" tanya gadis berambut pirang itu.
"Akiko Eloise," jawabnya singkat sembari berjabat tangan.
"Kau bukan asli sini, ya? Wajahmu nampak asing," Lani duduk di sampling Akiko, ingin mengenal lebih tentang teman barunya. Saat pertama kali melihat Akiko, dia langsung beranggapan kalau Akiko ini orang yang sangat feminim. Terlihat dari cara berjalan dan bersikap.
"Iya, papaku berasal dari Jepang," jawab Akiko seadanya.
Sedangkan Lani hanya mengangguk paham, tidak tau lagi apa yang akan dia tanyakan pada Akiko. Sebab, gadis itu hanya menjawab singkat seolah tidak mau mengenal Lani balik. Padahal, Akiko adalah orang pertama yang diajak bicara, jadi dia berharap bisa berteman baik dengan Akiko.
"Kau ... cukup pendiam, ya?" bisik Lani setelah mengamati gerak-gerik Akiko. Kalau bukan dia yang memulai pembicaraan, maka mereka tidak akan mengobrol. Bahkan hampir satu jam dalam kelas, Akiko masih duduk diam di posisi yang sama sambil bermain ponsel atau membaca buku.
"Aku masih menyesuaikan diri," jawab Akiko.
"Aku pikir, kau sombong," celetuk Lani sambil tertawa pelan. Ia menganggap Akiko seperti bunglon, yang butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan alam sekitar.
Sebenarnya, Akiko juga merasa tidak enak juga terus mendiamkan teman barunya. Tapi dengan kepribadiannya yang memang seperti itu, dia juga butuh waktu untuk menyesuaikan energi besar dari Leni yang sangat aktif.
"Jangan malah melamun," Leni menepuk pundak Akiko untuk menyadarkan lamunan. Tapi, melihat reaksi kesakitan dari Akiko membuat Leni segera menjauh. Dia pikir, mungkin ada luka di pundak Akiko yang tidak sengaja dia sentuh. Tapi, pikiran itu segera teralihkan saat dering telepon masuk ke ponsel Akiko.
"Excuse me," ucap Akiko agar Leni memberinya ruang untuk mengangkat telepon. Setelah Leni menggeser bangkunya, barulah Akiko berterimakasih.
"Halo," sapa Akiko.
"Datanglah ke rumah malam ini," kata papanya di seberang telepon sana.
"Malam ini?" tanya Akiko memastikan.
"Iya, Papa ingin membicarakan hal penting." Mendengar ucapan itu, Akiko terdiam sejenak. Merasa, kalau panggilan dari papanya ini pasti bukan tentang hal baik. Dari nada bicaranya saja sudah jelas, bahwa ada yang tidak beres.
"Tidak bisa?" tanya sang papa kembali karena belum mendapat jawaban.
"Aku akan datang," sahut Akiko pasrah. Lalu telepon terputus secara sepihak.
Ini bulan pertama Akiko tinggal sendiri di apartemen, dia sengaja ingin mencari ketenangan dengan hidup sendiri. Tapi, sepertinya rencana itu tidak akan berjalan lancar.
Selesai kelas, dia langsung pulang ke apartemen untuk beberes. Gadis itu pergi ke kamar, ingin berganti pakaian yang lebih kasual karena dia tau papanya sangat memperdulikan soal penampilan. Tapi, Akiko terdiam cukup lama saat menatap pantulan dirinya di cermin dengan pandangan sayu.
"Belum hilang juga," gumamnya. Lalu, beralih mengambil obat dan mengoleskannya ke beberapa bagian tubuh.
"Semoga aku beruntung, Kouma," pamit Akiko pada anjing kesayangannya yang sudah menemani selama bertahun-tahun. Dia rasa, Kouma adalah pendamping yang sangat berharga baginya. Setelah dipastikan semuanya siap, Akiko melesat menggunakan taksi menuju rumah mewah yang terletak di tengah perkotaan.
Dan di sinilah dia, duduk di depan Mr. Eloise dengan canggung. Matanya menatap nanar, tak percaya dengan keinginan dari papanya itu.
"Papa ... menjualku?"
Cerita ini banyak adegan panas, Mohon Bijak dalam membaca. ‼️ Menceritakan seorang majikan yang tergoda oleh kecantikan pembantunya, hingga akhirnya mereka berdua bertukar keringat.
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Ketika istrinya tak lagi mampu mengimbangi hasratnya yang membara, Valdi terjerumus dalam kehampaan dan kesendirian yang menyiksa. Setelah perceraian merenggut segalanya, hidupnya terasa kosong-hingga Mayang, gadis muda yang polos dan lugu, hadir dalam kehidupannya. Mayang, yang baru kehilangan ibunya-pembantu setia yang telah lama bekerja di rumah Valdi-tak pernah menduga bahwa kepolosannya akan menjadi alat bagi Valdi untuk memenuhi keinginan terpendamnya. Gadis yang masih hijau dalam dunia dewasa ini tanpa sadar masuk ke dalam permainan Valdi yang penuh tipu daya. Bisakah Mayang, dengan keluguannya, bertahan dari manipulasi pria yang jauh lebih berpengalaman? Ataukah ia akan terjerat dalam permainan berbahaya yang berada di luar kendalinya?
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Seorang gadis SMA bernama Nada dipaksa untuk menyusui pria lumpuh bernama Daffa. Dengan begitu, maka hidup Nada dan neneknya bisa jadi lebih baik. Nada terus menyusui Daffa hingga pria itu sembuh. Namun saat Nada hendak pergi, Daffa tak ingin melepasnya karena ternyata Daffa sudah kecanduan susu Nada. Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Warning 21+ Harap bijak memilih bacaan. Mengandung adegan dewasa! Bermula dari kebiasaan bergonta-ganti wanita setiap malam, pemilik nama lengkap Rafael Aditya Syahreza menjerat seorang gadis yang tak sengaja menjadi pemuas ranjangnya malam itu. Gadis itu bernama Vanessa dan merupakan kekasih Adrian, adik kandungnya. Seperti mendapat keberuntungan, Rafael menggunakan segala cara untuk memiliki Vanessa. Selain untuk mengejar kepuasan, ia juga berniat membalaskan dendam. Mampukah Rafael membuat Vanessa jatuh ke dalam pelukannya dan membalas rasa sakit hati di masa lalu? Dan apakah Adrian akan diam saja saat miliknya direbut oleh sang kakak? Bagaimana perasaan Vanessa mengetahui jika dirinya hanya dimanfaatkan oleh Rafael untuk balas dendam semata? Dan apakah yang akan Vanessa lakukan ketika Rafael menjelaskan semuanya?