Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Melepas Dia Yang Tak Pantas
Melepas Dia Yang Tak Pantas

Melepas Dia Yang Tak Pantas

5.0
91 Bab
440 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Rumah tangga yang sepuluh tahun sudah dibina Mila bersama Arfan harus goyah. Ibunya Arfan selalu mencampuri rumah tangga mereka. Mila merasa sangat jenuh dengan keadaan rumah tangga yang semakin keruh. Di tengah dilema yang dialaminya, Mila bertemu dengan Ferdy cinta pertamanya. Pertemuan yang tak disengaja. Kala itu, Mila dan isteri Ferdy ( Nita) bekerja di gedung yang sama. Anak bungsu Mila (Nara) dan anak tunggal Ferdy (Lala) berada di day care yang sama. Sampai akhirnya pertemuan diantara Mila dan Ferdy tak terhindarkan. Bahkan, Ferdy dan Mila berada dalam proyek yang sama. Mila dan Ferdy berusaha untuk tak terbawa kenangan indah mereka. Tapi, keadaannya selalu membuat mereka semakin dekat. Dan ternyata itu adalah rencana jahat Nita isteri Ferdy yang ingin bercerai. Nita yang berselingkuh tapi ingin memfitnah suaminya dan Mila. Nita ingin dianggap sebagai korban. Akankah rencana Nita berhasil?

Bab 1 Sepuluh tahun pernikahan

"Bun, besok kita ke rumah Mas Ilham. Sudah tiga kali kamu sama anak-anak gak ikut aku jenguk ibu," ujar Arfan kepada Mila isterinya.

Mila yang sedang menyuapi anak bungsunya terlihat lesu. Dia menghela napas perlahan.

"Sebenarnya aku malas ke rumah Mas Ilham. Baru tiga bulan ini aku mengobati luka hati ini sendiri. Meskipun ibu sakit parah tapi ucapannya masih tak berubah. Ketus dan penuh prasangka buruk," gumam Mila dalam hati.

"Iya, Mas," sahut Mila singkat.

"Kamu ikhlas 'kan besok ikut aku jenguk ibu?" sindir Arfan melihat ekspresi wajah isterinya.

"Tanpa aku jawab kamu pasti tahu jawabannya," sahut Mila malas.

"Bisa gak kamu itu bersikap pengertian atas sikap ibuku? Apalagi saat ini ibuku hanya terbaring di atas kasur. Kamu gak kasihan?" ujar Arfan dengan nada kesal.

"Jadi selama ini aku masih kurang mengalah dan memaklumi sikap ibu kamu? Kamu egois, Mas. Yang kamu pikirkan hanya perasaan ibu. Kamu gak pernah tahu bagaimana aku berusaha menerima semua tuduhan buruk ibu. Memang dari awal ibu itu gak suka sama aku. Harusnya memang kita sudahi rumah tangga ini sejak aku mengandung Aldan sembilan tahun lalu. Saat aku hampir keguguran dan ibu kamu malah ...," ucap Mila menahan tangis lalu mengajak Naila ke kamar.

"Kamu harusnya lupakan semua itu supaya kita bisa hidup lebih baik. Bisa jadi keuangan kita sulit selama ini karena kamu yang gak bisa akur sama ibu," ujar Arfan semakin menyudutkan Mila.

Mila berusaha menahan diri untuk tidak menanggapi ucapan suaminya. Karena dia sangat muak dengan pertengkaran yang sama selama bertahun-tahun. Pertengkaran tentang Arfan yang membela ibunya. Mila sudah hafal dengan apa yang akan diucapkan suaminya. Dan pada akhirnya Mila yang akan disalahkan.

"Aku juga capek sama rumah tangga ini. Aku muak sama sikap ibu kamu yang selalu mojokin aku. Di matanya aku ini selalu salah. Kalau boleh aku jujur. Aku sangat menyesal karena nikah muda sama kamu. Aku pertimbangkan terima lamaran kamu karena lebih dewasa 5 tahun. Apa salah kalau aku memutuskan untuk jadi ibu rumah tangga? Aku selalu dicap sebagai beban suami," ucap Mila lirih dalam hati.

*******

Besoknya Arfan, Mila, dan kedua anaknya berkunjung ke rumah Mas Ilham. Mila bersiap untuk menerima setiap kata-kata jahat yang akan diucapkan oleh ibu mertuanya. Arfan dan Mila terlihat acuh satu sama lain. Mereka masih sama-sama merasa benar dan enggan bicara. Ibu Anik yang menyadari hal itu justru sengaja memojokan Mila.

"Kalau kamu gak niat ikut kesini harusnya gak perlu datang, Mila. Kamu itu 'kan senang lihat saya ini lumpuh. Sesuai sama harapan kamu," sindir Bu Anik.

Mila hanya diam tak bergeming. Dia fokus bermain dengan anak-anaknya. Kebetulan hari itu Mas Ilham dan keluarganya sedang menghadiri acara pernikahan kolega mereka.

"Oh jadi kamu itu sekarang pura-pura tuli? Gak mau jawab ucapan saya? Memang kamu itu ya menantu durhaka. Pantas saja hidup Arfan itu gak berubah karena isterinya itu kamu," sindir Bu

Anik lagi.

Hati Mila seketika panas mendengar ucapan Bu Anik yang sangat keterlaluan. Arfan yang mendengarnya hanya diam. Tak ada pembelaan sama sekali. Rasanya Mila semakin muak.

"Ibu mau saya jawab apa? Jadi ini alasannya ibu bilang kangen sama saya dan anak-anak? Kangen untuk memojokan saya? Ibu selalu buruk sangka terhadap saya. Apa ibu gak pernah instropeksi diri? Bagaimana sikap angkuh ibu dikala sehat? Bisa jadi penyakit ibu saat ini adalah karma. Karena terus menzolimi orang lain termasuk saya," ucap Mila menahan tangis.

"Mila! Jaga ucapan kamu! Beliau Ibuku. Surga kita kelak. Apa kamu mau gak mencium bau surga karena durhaka sama mertua?" bentak Arfan dengan kasar.

Air mata Mila yang tertahan seketika mengalir deras tak tertahan. Ucapan kasar ibu mertuanya bukan apa-apa lagi dibandingkan bentakan dari suami yang dia hormati selama ini.

"Jahat kamu Mila," ujar Bu Anik menangis.

"Kamu benar, Mas. Aku gak akan bisa mencium bau surga. Karena ibu kamu sebagai pemegang kunci surga gak pernah menyukai aku. Jadi, bau surga diharamkannya untukku. Maka, dengan ini aku pinta kita pisah. Silahkan kamu cari makmum lain yang disukai ibu kamu," Mila menggendong anak bungsunya dan mengajak anak sulungnya yang berusia 9 tahun untuk pergi.

Arfan segera meraih tangan isterinya dan mencegah Mila pergi. Arfan tak menyangka Mila akan berbuat seperti itu.

Dengan tangis palsu Bu Anik memaki dirinya sendiri. "Ibu memang lumpuh gak berguna. Jadi, kamu mau buang Arfan karena takut direpotkan. Apa jangan-jangan kamu selingkuh?" tuduh Bu Anik semakin keji.

Mila tak bergeming dan membuang napas kasar mendengar tuduhan jahat mertuanya.

"Cukup, Bu!" bentak Arfan yang mulai kesal.

"Bund. Kamu gak serius 'kan? Maafin ayah. Biar ayah antar. Jangan pergi begini. Kasihan anak-anak,

"Gak perlu, Mas. Kamu jaga aja ibu. Aku bisa sendiri dan harus mulai membiasakan diri," Mila melangkah pergi dan tak menghiraukan Arfan.

Aldan si sulung seakan mengerti posisi ibunya yang selalu dihina oleh sang nenek. Tanpa banyak bicara, Aldan mengikuti langkah Mila.

Di jalan, Mila mengusap air matanya. Hati yang terus menerus luka tak kunjung sembuh karena kembali disayat. Ucapan ibu mertua yang selalu menghakimi juga suami yang dahulu menjadi penengah kini terlihat lebih membela ibunya. Sebenarnya, Mila bimbang untuk meminta pisah karena anak-anak yang sangat dekat dengan ayahnya. Tapi, Mila semakin tersiksa dengan rumah tangga ini.

"Bunda. Jangan nangis lagi, ya. Ada Aldan sama adek disini. Aldan akan jadi anak baik," ucap Aldan lirih menggenggam tangan ibunya.

Mila hanya tersenyum simpul ke arah Aldan. Ponsel Mila berdering tanda panggilan masuk. Mila segera menerima panggilan masuk yang ternyata dari kantor tempat bekerjanya dulu.

"Baik, Pak. Besok saya akan datang ke kantor jam 8 pagi," ucap Mila dengan wajah sumringah.

******

Paginya, Mila tengah berpakaian rapi. Dia sengaja pulang ke rumah ibunya karena akan datang ke kantor untuk interview. Kebetulan Aldan juga sedang libur sekolah.

"Kamu beneran gak ada masalah 'kan? Ibu perhatikan mata kamu sembab seperti habis menangis. Jangan dipendam sendiri. Cerita sama ibu," ucap Ibu lembut.

"Mila akan cerita semuanya nanti. Sekarang, Mila minta tolong Ibu untuk jaga anak-anak. Mila berangkat dulu, Bu. Assalamu'alaikum," Mila mencium tangan Ibunya dan melangkah pergi.

Arfan yang baru tiba di rumah Ibunya Mila segera menghadang isterinya.

"Mila. Kamu mau kemana?" tanya Arfan.

"Aku mau ke kantor tempat kerja dulu. Maaf, Mas. Kalau kamu datang kesini hanya untuk berdebat. Lebih baik kamu pergi aja. Lagi pula kamu harus ke kantor 'kan? Aku pergi dulu. Assalamu'alaikum," ucap Mila mencium tangan Arfan.

Arfan segera menarik tangan sang isteri.

"Aku antar saja. Kamu akan terlambat kalau naik kendaraan umum," ujar Arfan.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY