/0/16038/coverbig.jpg?v=5adf9c20671e43804570697cd080aa8c)
Tembok China yang kokoh kuat tak tertandingie
"Hey bisa gak berhenti klakson berisik tau." teriak Sintia di atas motor.
"Saya lagi terburu-buru," jawab Arseno dari dalam mobil.
Sintia merasa kesal dengan suara tersebut lalu memutuskan untuk turun dari sepedah.
"Kesempatan nih sudah lama aku gak marah-marah,udah pikiran banyak di tambah lagi suara bising lengkap sudah." gumamnya dalam hati jengkel.
Sintia pun melangkahkan kakinya ke arah mobil Arseno dengan nafas naik turun.
Mobil sedan dengan warna hitam dengan nomor plat yang cantik, menandakan sang pemiliknya bukan orang sembarangan.
"Keluar kamu, kamu kira hanya kamu saja yang terburu-buru?" tanya Sintia sambil mengetuk kaca mobil .
Sintia mengeluarkan sumpah serapah kepada Arseno sang pengendara mobil.
Arseno pun membuka kaca mobilnya,
Melihat Sintia yang marah-marah di jalan, menjadinya pusat perhatian para pengguna jalan lainnya yang tengah terjebak kemacetan.
Jalanan lagi macet di karena ada sebuah kecelakaan lalu lintas di tengah jam sibuk. Kecelakan tersebut membuat kemacetan panjang.
Melihat Sintia marah, ada segelintir orang yang memanfaatkan kejadian tersebut dengan mengambil video dan mengunggahnya ke laman media sosial.
Disisi lain polisi berusaha mengurai kemacetan dengan mengalihkan arus lalu lintas.
Sedangkan di tempat itu Arseno menatap tajam tanpa sepatah kata pun ke Sintia.
Sintia terkejut ternyata pengendara mobil itu sudah sedikit tua, namun tingkahnya seperti anak muda yang keren serta memakai baju yang sedikit fashionable.
dua pengendara itu yang sedang emosi sama-sama salah yang satu kurang sabar, yang satu lagi gampang emosi seperti itu lah gambarannya.
Tak terasa jalanan normal kembali. Arseno yang menyadari itu hendak melajukan mobilnya.
Sintia yang menyadari jalanan sudah normal dia melangkahkan kakinya untuk mengambil sepedanya yang terparkir di bahu jalan.
"Dasar orang sombong mentang-mentang kaya." teriaknya sambil menepikan sepedanya.
Di dalam mobil Arseno tersenyum sinis. Dia meluapkan emosinya dengan menekan klakson berulang kali sehingga Sintia bertambah kesal.
Arseno pun melajukan mobilnya dengan keadaan kesal. Kejadian tadi membuatnya malu karena dia jadi pusat perhatian, bahkan ada orang yang memvideokan dirinya tanpa seizinnya.
"Dasar perempuan kampungan." gumamnya dalam hati.
Arseno melihat jam yang ada di tangan kanannya. Jam yang berwarna hitam elegan nan mewah.
"Huu kurang 10 menit, jika aku telat bisa bahaya."
setelah beberapa menit kemudian sampailah Arseno di kantor. Kantor yang sangat luas, rapi dan bersih serta begitu banyak karyawan bekerja di bawah naungan keluarganya.
"Selamat pagi pak," sapa karyawannya dengan tersenyum.
Arseno pun hanya mengangguk tak menjawab. Dia berjalan dengan gagahnya menunjukan tampang yang identik tegas.
Arseno pun jarang terlihat bicara, dia akan banyak bicara ketika rapat saja, selain dari itu dia akan diam.
Meskipun Arseno bersifat Angkuh tapi dia mendedikasikan dirinya kepada kantor tersebut. Baginya banyak beban yang harus dia pikul untuk kesejahteraan karyawannya.
Arseno pun melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam ruang kerjanya.
Ruangan yang lumayan nyaman dengan dihiasi lukisan gunung di dindingnya.
Seperti biasanya Arseno mulai mengerjakan beberapa tugasnya.
Tok tok tok (suara mengetuk pintu).
"Masuk," ujar Arseno dari dalam.
"Selamat siang pak Arseno, rapat dilaksanakan 5 menit lagi di ruangan rapat no 1 depan." ujar karyawannya.
Arseno pun menganggukan kepalanya sebagai tanda mengerti.
Karyawan tersebut melangkahkan kakinya keluar dan Arseno mulai menyiapkan beberapa lembar kertas yang akan dibawanya.
Arseno pun keluar dari ruangannya, dia berjalan dengan sedikit tergesa-gesa sambil merapikan jasnya.
Dia berjalan dengan langkah tegap dan dengan wajah yang angkuh. Dia mengira kalau dirinya hebat dia merasa kecerdasannya tiada yang menandinginya apalagi ditambah dia adalah anak pemilik perusahan tersebut.
Arseno berjalan menuju lobby dengan melihat smartphonenya yang canggih dengan keluaran terbaru.
"Ahhhhh," teriak terkejut Sintia yang terpental hampir terjatuh bertabrakan dengan Arseno yang sedang menatap layar ponselnya itu.
Sintia mendongakan kepalanya keatas, betapa terkejutnya ketika dia menabrak seorang yang sedang berjalan keluar.
Seorang yang berpakaian rapi dengan setelan jas hitam dan bersepatu hitam mengkilap.
"Maaf, maafin saya, saya tidak sengaja," ujar Sintia dengan terbata-bata dengan nafas yang ngos-ngosan.
Arseno hanya menatapnya dan memasukan smartphonenya kedalam saku celana dengan wajah yang sedikit angkuh.
Sintia hanya menundukan kepalanya tanpa berani menatapnya,
"Mohon maaf saya pergi dulu, sekali lagi saya minta maaf." lanjut Sintia.
Sintia melangkahkan kakinya dengan sedikit berlari melewati Arseno yang tengah berdiri mematung dengan nafasnya naik turun ngos-ngosan.
"Berhenti," sahut Arseno.
Sintia pun tersentak kaget dia pun menghentikan langkahnya.
"Hadehh mimpi apa aku semalam bisa bertemu dengan laki-laki kaya yang angkuh nan sombong." gumamnya dalam hati.
Sintia pun membalikkan badannya dan membalas tatapan tajam Arseno.
"Ngapain kamu kesini ini bukan tempatmu." ujar Arseno merendahkan Sintia.
Arseno pun kembali menatap Sintia kali ini dia menatap Sintia dari atas ke bawah seperti tatapan yang jijik.
"Kamu kesini pakai baju yang sudah luntur, sepatu juga buluk, dan wajahmu kusam pula." lanjut hina Arseno.
Sintia memajukan 1 kali langkahnya mendekati Arseno.
"Terserah aku mau kemana bukan urusanmu laki-laki sombong." tukas Sintia dengan nada tegas dengan menatap tajam Arseno.
Sintia tak mengetahui jika Arseno adalah anak seorang pemilik perusahan yang terkenal di negeri ini.
Arseno pun tersenyum sinis melihat tingkah Sintia yang tak mengetahui siapa dirinya.
Arseno memalingkan pandangannya. "Ngapain aku meladeni perempuan gila," gumamnya dalam hati sambil merapikan jasnya.
Arseno langsung pergi meninggalkan Sintia yang berdiri dengan mata melotot.
"Kutandai mukamu," ujar Arseno sambil menunjukan jari telunjuk ke wajah Sintia.
Sintia pun tak menggubris dengan apa yang diucapkan Arseno, Sintia langsung berlari menuju lift.
"Maaf permisi, saya terburu-buru," ucap Sintia sambil masuk lift.
Semua orang dalam lift menatapnya dengan keheranan, mereka melihat Sintia yang berjalan setengah berlari sehingga di keningnya keluarlah butiran-butiran kecil keringat yang menetes.
Sampailah di lantai 11, Sintia melangkahkan kakinya menuju ruang pak Yandi, orang yang menghubunginya lewat telepon.
Sintia bertanya kepada salah satu karyawan dan karyawan itu memberi tahu ruangan pak Yandi.
Sintia langsung melangkahkan kakinya menuju ruang yang dituju, banyak ruang di lantai tersebut, namun di setiap ruang ada nama di setiap pintunya untuk memudahkan dalam mencarinya.
"Suyandi," ucapnya dalam hati melihat ruangan yang bertulis nama suyandi.
Sintia merapikan bajunya dan rambutnya yang sedikit berantakan.
Lalu Sinta mengusap butiran keringat dengan punggung tangannya.
Setelah Sintia siap, Sintia pun langsung masuk dan memulai interview dengan pak Yandi.
Setelah beberapa lama akhirnya Sintia di terima kerja di kantor tersebut.
Saat Sintia di ruang pak Yandi tiba-tiba ada seorang laki-laki yang menabraknya masuk ke ruangan pak Yandi.
Betapa terkejutnya laki-laki itu yang bernama Arseno itu.
"Kamu lagi, wanita kucel." hina Arseno dengan menyipitkan matanya.
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Kehidupan rumah tangga Vee dan Damar harus berakhir ketika dirinya mengetahui perselingkuhan suaminya dengan asisten rumah tangga mereka. Bercerai dengan Damar bukan berarti permasalahan telah selesai. Vee mendapatkan teror dari istri baru suaminya dan mengakibatkan dia harus kehilangan orang yang paling disayang. Vee tidak tinggal diam. Dibantu sahabatnya, dia mengungkap kejahatan istri baru mantan suaminya hingga membuat Damar yang tadinya tidak mempercayai ucapan Vee menjadi berbalik percaya. Bagaimana cara Vee mengungkap semua kejahatan mantan asisten rumah tangga yang kini telah menjadi istri Damar? Lantas, apa yang akan dilakukan oleh Damar saat mengetahui kebenarannya?
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
Keseruan tiada banding. Banyak kejutan yang bisa jadi belum pernah ditemukan dalam cerita lain sebelumnya.
Rumornya, Laskar menikah dengan wanita tidak menarik yang tidak memiliki latar belakang apa pun. Selama tiga tahun mereka bersama, dia tetap bersikap dingin dan menjauhi Bella, yang bertahan dalam diam. Cintanya pada Laskar memaksanya untuk mengorbankan harga diri dan mimpinya. Ketika cinta sejati Laskar muncul kembali, Bella menyadari bahwa pernikahan mereka sejak awal hanyalah tipuan, sebuah taktik untuk menyelamatkan nyawa wanita lain. Dia menandatangani surat perjanjian perceraian dan pergi. Tiga tahun kemudian, Bella kembali sebagai ahli bedah dan maestro piano. Merasa menyesal, Laskar mengejarnya di tengah hujan dan memeluknya dengan erat. "Kamu milikku, Bella."