/0/18003/coverbig.jpg?v=0cd36c9159952666e130c7248ccc1fb4)
Jess tak terlalu menggubris sekitarnya. Bahkan jikalau ada gempa bumi berkekuatan 10 skala richer sekalipun, Jess tak peduli. Dunianya hanya; kafe, apartemen, rumah Xena, dan An Flower. Hidup damai tanpa ada gangguan, itu harapnya. Akan tetapi, hidupnya memang sudah tak lagi damai. Di mana seorang Dirdja mengekorinya mirip kutil. Menempelinya mirip lintah. Mengajaknya berdebat hingga habis segala sabar yang Jess miliki. Segala cara sudah Jess lakukan untuk menyingkirkan bahkan kalau perlu, ia pinjam tongkat sihir Voldemort untuk mendaraskan mantera; Avada Kedavra. Untuk melenyapkan eksistensi Arslan dari hidupnya, tentu saja. Di mana ujung perselisihan mereka berakhir di ranjang. Menjungkir balikkan kedamaian yang Jess punya juga ... menambah deret perih yang ia alami. Sampai ia berkata dengan suara paling menyedihkan yang ia punya, "Tolong, menjauh dari gue. Tolong." Setelah benar-benar ia sendirian, apa memang ini yang Jess inginkan?
Arslan tampak termangu di tepi ranjang. Apa yang telah ia lakukan?! Menjambaki rambutnya juga rasa percuma lantaran apa yang telah ia lewati, astaga ... Arslan berulang kali menghela napas frustrasi. Bahkan untuk sekadar melirik ke arah ranjang saja, ia tak berani.
Satu lenguh pelan menyapa indera pendengarannya. Suara yang begitu ia kenali. Bagaimana bisa ia lupa? Sejak kali pertama mengenal gadis itu, dirinya sudah mengibarkan bendera perang paling tinggi padanya. Padahal Arslan tak tau berbuat salah di bagian mana. Malah, ia pernah menolong sang gadis dari kejadian yang membuat jantungnya rasa mau lepas dari cangkang.
Tenggelam.
Dan itu disebabkan karena kecerobohan gadis itu sendiri tentu saja. Yang menyebabkan dirinya harus memberi napas buatan? Astaga! Mungkin tingkat refleks Arslan ini tinggi sekali karena ketika gadis itu sudah ia angkat ke tepi kolam, hal yang terlintas di kepalanya adalah gadis itu harus bernapas. Bagaimana pun caranya.
Yang mana, membuat efek domino macam dopamin baginya. Bibir itu kenyal juga manis biarpun tercampur rasa kaporit karena air kolam renang. Belum lagi Arslan merasa ... segalanya pas. Ditambah, semalam! Ya Tuhan! Semalam. Benar. Apa yang telah ia lakukan?!
Ia merasa seperti bajingan kelas kakap tapi ... tapi mana bisa ia menolak konfrontrasi yang gadis itu lakukan? Hingga mereka berakhir di sini. Di ranjang salah satu kamar hotel tempat diadakannya pesta pernikahan sepupunya yang megah juga mewah ini.
"Lo udah bangun?"
Arslan menoleh dengan penuh kejut. Di belakangnya, gadis itu memang belum sepenuhnya bangun. Matanya masih setengah memejam, rambut pink-nya berantakan, dan ... beberapa tanda merah hasta karyanya nyata sekali menghias leher jenjang sang gadis. Arslan lagi-lagi menelan ludah gugup.
Ia tak tau akan seperti apa nasibnya kini.
Hubungan mereka tak pernah dalam skala baik-baik saja. Ditambah kali ini?
"Kenapa lo bengong?"
"Untuk apa saya melamun?"
"Yah ... siapa tau lo nyesel ada di sini."
Arslan tersedak udara yang tiba-tiba masuk ke mulutnya. Apa katanya?
"Eh, harusnya itu pertanyaan lo buat gue, ya? Gue serasa habis ngambil perjaka lo aja."
Pria itu terperangah.
"Oh? Melihat ekspresi lo kayak gitu, gue jadi tambah yakin kalau gue yang ngambil keperjakaan lo. Iya, kan?"
"Saya berhubungan dengan perempuan tapi enggak seperti ini?"
Gadis itu, Jesslyn Rasopati, terkekeh. Menggeleng pelan sembari mengacak rambutnya yang mana gerak itu justeru membuat sebagian tubuh bagian depannya, terlihat jelas. Terutama dadanya yang menyembul indah di sana. Bergoyang pelan seolah mengejek Arslan.
"Pantas aja, sih." Jess menyibak pelan selimutnya. Mempertontonkan tubuhnya yang polos. Tidak. Tidak. Ia tak berniat sengaja hanya saja, ia kebingungan mencari potongan demi potongan pakaiannya yang tercecer. Pasti entah dirinya atau si pria yang seenaknya melempar entah ke sudut mana.
"Pantas apa?"
Jess menghentikan gerak saat dirinya akan turun dari sisi ranjang yang lain. Menghela napas sejenak sembari pura-pura mengingat, padahal sebenarnya ia tengah mencari kata yang pas bagi seorang Arslan Tuan Bar-bar ini. "Pantas kaku. Enggak luwes saat di atas gue."
Lagi-lagi Arslan dibuat melongo. "Kamu ...," Dirinya kehilangan kata-kata lagi. Benar. Segala ucapannya menghilang kala Arslan harus berhadapan dengan gadis ini. Memejam sejenak. Menghukum gadis ini adalah hal yang paling cepat melintasi isi kepalanya. Tanpa ragu, Arslan berbalik dan segera merengkuh pinggang gadis itu. Membuat pekikan Jess membahana di kamar hotel mewah ini.
Tak menyangka kalau dirinya sudah kembali berada di bawah kukungan Arslan kembali. Sorot mata pria itu tajam menghunus, siap menerkamnya kapan saja. Jess takut? Tidak. Justeru ia selalu tertantang untuk membuat sang arogans itu bertekuk lutut padanya. Lewat sorot mata yang tak pernah ada main-mainnya, Jess menumpahkan bara api. Menyulutnya. Hingga ia sendiri terbakar.
Tanpa sisa.
Tanpa kendali.
Juga ... sarat permohonan serupa candu yang kembali menghias kamar ini. Bersatu padu dalam desah yag seirama menambah pagi kali ini, terlalu berbeda dilewatkan oleh dua insan yang seringnya tarik menarik ego. Mengabaikan permainan mereka sudah dalam batas bahaya. Yang mana ... hati mereka taruhannya.
Akan tetapi, seolah mereka sepakat jikalau hari ini adalah milik mereka. Saling membalas satu sama lain tak kalah menggebu. Tak kalah saling ingin unjuk lihai.
"Kalau saya memang kurang luwes, Jess," Arslan menyempatkan diri berkata sebelum benar-benar memasuki gadis yang tampak berang saat ia mempermainkannya. Seringai licik Arslan beri sebagai tanda, kalau dirinya lah yang berkuasa.
"Lo mau bilang apa, sih? Cepat!"
Arslan terkekeh. "Sabar, Sayang. Bilang dulu kalau saya yang kamu ambil perjakanya, sudah luwes memenuhi keinginan kamu." Tadinya ujung milik Arslan tepat berada di bibir bawah Jess namun, ia tarik. Membuat gadis itu sontak makin menggeram kesal. Hingga dengan seenaknya jemari Arslan menggantikannya.
"ARSLAN!"
"What?"
"FUCK YOU!"
"I wanna fuck you, Babe."
"Just do it!"
"Bilang dulu mau saya tadi." Arslan begitu menikmati bagaimana perubahan ekspresi gadis itu. Terutama caranya mendesah. Indah sekali. "Atau ... sudah cukup puas seperti ini?"
Jess memejam kala Arslan mendesaknya dalam satu hentak. Merasakan dengan amat bagaimana pria itu memenuhinya. Ia menunggu untuk Arslan bergerak karena iramanya untuk bergerak belum jua dimulai.
"Ar?" Jess mengerjap bingung.
"Menunggu sesuatu, Jess?"
"Lo ngerjain gue?" Jess sedikit mendorong Arslan yang benar-benar dekat di atasnya tapi pria itu terkekeh.
"Call my name, Jess." Arslan menekan kembali. "Rasakan saya yang menurut kamu enggak luwes ini."
Jess menggeleng, bukan untuk menolak tapi sungguh apa yang terjadi di dalam tubuhnya serupa candu yang kian mencekik. Kepalanya pening mendadak. Napasnya makin terengah. Matanya mulai buram menatap Arslan yang masih menyeringai di atasnya.
"Ar ...," desahnya.
BLURB Seri Dirdja-1 Kisah Xena, anak bungsu Dirdja. Misinya balas dendam. Dikabulkan Tuhan, ia bersyukur. Jika tidak, ia akan cari peluang. Terutama pada Riga. Mereka berdua sejenis. Yang satu liar dibalut lugu, satu lagi dingin dengan suhu sepanas musim kemarau. Cinta dan dendam, bersisian. Berdampingan. Persis seperti mereka. *** Cover by LANA MEDIA
Blurb : Ditinggal selingkuh. Mandul. Dijadikan seorang ibu rumah tangga biasa. Berujung perceraian dengan satu ton tuduhan yang membuatnya merasa kerdil. Apalagi yang kurang bagi Kala? Semuanya berkumpul jadi satu, merobek sisi kemanusiaannya perlahan. Membuatnya mempertanyakan satu hal pada Sang Pencipta, kenapa harus dirinya? Kendati demikian, ada setitik waras yang masih ia punya. Saat mata mereka mengudara, Kala sadar, dirinya sudah tertawan. Pada satu sosok polos yang kelahirannya tak diinginkan oleh sang ibu. Sosok kecil bernama Sheryl Amanta Versha. Pusarannya makin mengerucut, hingga mempertemukan pada secercah rasa yang ia tampik demikian keras. Berhasil kah, ia dengan jalan yang dipilih? *** PS : Biar kalian enggak bingung, judul ini aku ganti untuk menyesuaikan kebutuhan. Judul aslinya KALA MANTARI Jika ingin versi cetaknya bisa hubungi IG Aku ya. Cha.riyadi8888
Kisah Daddy Dominic, putri angkatnya, Bee, dan seorang dosen tampan bernama Nathan. XXX DEWASA 1821
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Keramat. Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia. Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku...
Keseruan tiada banding. Banyak kejutan yang bisa jadi belum pernah ditemukan dalam cerita lain sebelumnya.
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?