/0/21529/coverbig.jpg?v=ba769898226d749118ed7754d2af4424)
Hidup Alina selalu dipenuhi duri. Di malam ulang tahunnya, ia menemukan tunangannya berselingkuh dengan sahabat yang ia anggap seperti saudara sendiri. Tidak cukup sampai di situ, malam kelam itu berubah menjadi mimpi buruk ketika ia dipaksa menyerahkan kehormatannya kepada seorang pria asing demi melunasi hutang keluarganya. Namun, takdir membawa Alina ke pernikahan tanpa cinta dengan seorang pria misterius bernama Nathaniel, seorang miliarder dingin yang menyembunyikan masa lalu kelamnya. Pernikahan ini bukan hanya tentang mengikat janji, tetapi juga tentang pertarungan harga diri, balas dendam, dan rahasia besar yang perlahan terkuak. Ketika Nathaniel mulai mematahkan tembok keras hatinya, Alina harus memilih: membalas semua rasa sakitnya atau menyerahkan hatinya sekali lagi.
Malam itu, langit gelap dan berawan, seakan merasakan kepedihan yang menyelimuti hati Alina. Angin malam yang dingin menderu melalui lorong-lorong sempit apartemennya di pusat kota, seakan berbisik tentang kekecewaan dan penyesalan. Di balik jendela, siluet kota bercahaya dengan gemerlap lampu yang seolah menertawakan kesedihannya.
Alina memandang cermin di hadapannya, melihat wajahnya yang pucat, mata yang bengkak karena menangis, dan rambut yang berantakan seperti tak peduli lagi. Malam itu, seharusnya menjadi malam yang penuh kebahagiaan-hari di mana ia seharusnya merayakan ulang tahunnya bersama orang-orang terdekat. Namun, semua itu hanyalah mimpi buruk yang tak pernah ingin ia alami.
"Ini semua salahku," gumamnya, suaranya seperti angin yang merintih. Namun, saat ia mengingat wajah tunangannya, Dimas, bersama sahabatnya yang ia anggap saudara, Pratama, yang berusaha mendekapnya di dalam pelukan pria itu, amarahnya meledak, meluap seiring air mata yang kembali mengalir.
Malam itu, saat ia memutuskan untuk keluar dari apartemen kecilnya, dunia seolah berhenti. Langkahnya yang terhuyung-huyung menapaki jalanan basah di bawah cahaya lampu jalan yang redup. Ia tak tahu harus kemana, tak tahu harus berbuat apa. Pikiran-pikiran gelap menyelimuti, menghantui, dan menuntut jawaban atas kenyataan pahit yang baru saja dihadapinya.
Hingga malam yang semakin larut, langkahnya berhenti di sebuah taman kecil yang terletak di ujung jalan. Bangku kayu yang sudah usang di taman itu menantangnya untuk duduk, menunggu apapun yang akan terjadi. Ia memejamkan mata, mencoba mencari ketenangan di antara desiran angin dan suara dedaunan yang bergesekan.
Tiba-tiba, suara derap langkah kaki yang berat mendekat, menyadarkannya. Alina membuka matanya perlahan, memandang ke arah sumber suara. Seorang pria berdiri di hadapannya, mengenakan jas hitam yang rapi, dengan ekspresi yang sulit dibaca. Wajahnya yang tajam dan mata sehitam malam, penuh dengan misteri.
"Maaf, apakah kamu baik-baik saja?" Suara pria itu, dalam dan serak, membawa sesuatu yang aneh. Entah apa itu-rasa perhatian, kekhawatiran, atau mungkin hanya rasa ingin tahu yang kosong.
Alina menelan ludah, mencoba menahan isak yang semakin memuncak di tenggorokannya. Tanpa sadar, ia mengangguk, namun tubuhnya mulai gemetar. Ia tahu, hanya dalam sekejap, dunia telah berubah begitu cepat.
Pria itu memandangnya dengan tajam, seolah berusaha menembus dinding yang dibangun di sekeliling hatinya. "Malam ini, kamu tak sendirian," katanya, seolah ia memahami penderitaan di balik tatapan Alina.
Alina membuka mulutnya untuk berkata sesuatu, namun kata-kata itu terhenti di ujung bibirnya. Apa yang bisa ia katakan? Apa yang bisa menjelaskan semua kebingungannya? Kepedihan itu menyesakkan dada, membuatnya tak bisa berpikir jernih.
Pria itu menghela napas, seolah sudah membuat keputusan besar dalam hati. "Aku bisa membantumu. Tapi, ada harga yang harus dibayar."
Alina menatapnya, bingung dan takut. Harga apa yang dimaksud? Dan apakah ia benar-benar siap untuk membayar harga itu, untuk keluar dari kegelapan malam yang menjeratnya? Namun, sebelum ia bisa bertanya, pria itu meraih tangannya, lembut namun tegas, seakan mengajaknya melangkah ke arah yang tak pasti.
Di saat itu, di malam yang gelap dan penuh dengan kesedihan, Alina tahu satu hal pasti: hidupnya tak akan pernah sama lagi.
"Selama tiga bulan, aku terperangkap dalam permainan ini, Kieran. Apa kau memang berniat menghancurkan segalanya? Apa semua ini hanya permainan bagimu?" teriak Nara dengan mata yang hampir meneteskan air mata, suaranya bergetar penuh kebingungan dan kekecewaan. Di hadapannya, pria dengan sosok tinggi dan tampan berdiri tegak, wajahnya datar dan matanya tajam seperti pisau. "Apakah kau benar-benar tidak peduli dengan pernikahan ini?" tanya Nara, suaranya menjadi lirih, hampir seperti bisikan angin di tengah hutan yang sunyi. Kieran menghela napas, mengalihkan pandangannya sejenak, kemudian menatap Nara dengan ekspresi yang sulit dibaca. "Dengarkan aku baik-baik, Nara. Aku menikahimu karena itulah yang diinginkan ayahku. Bukan karena aku mencintaimu. Jangan pernah berharap itu, meskipun aku harus menanggung rasa malu menjadi suami dari seorang gadis yang hanya dikenal sebagai putri petani desa," jawabnya dengan nada dingin, nada suara yang membuat daging di tubuh Nara menggigil. Nara terpaku, lidahnya terasa kaku di mulut, matanya membulat lebar saat kata-kata Kieran menyusup ke dalam hatinya seperti jarum yang menusuk perlahan. Perasaan itu, yang selama ini dia pendam, seolah-olah mencair, berubah menjadi sepasang mata yang berisi air mata yang sudah tak mampu ia tahan lagi. Kieran menatapnya, terlihat sejenak ragu, namun segera mengalihkan pandangannya. Pernikahan ini adalah hasil dari utang yang ditinggalkan oleh ayah Nara, utang yang tidak sempat dibayar hingga akhir hayatnya. Kieran, pewaris dari keluarga terkaya di kota, diikat oleh perjanjian yang mengharuskannya menikahi Nara, mengikat hidup mereka dalam kontrak pernikahan selama sembilan puluh hari. Di dalam rumah tua yang kini jadi rumah mereka, Nara merasa semakin terperangkap. Hatinya bergejolak dengan pertanyaan yang tak kunjung terjawab-apakah selama tiga bulan ini mereka hanya akan terus hidup dalam kebencian, ataukah ada secercah harapan di balik semuanya?
Keseruan tiada banding. Banyak kejutan yang bisa jadi belum pernah ditemukan dalam cerita lain sebelumnya.
ADULT HOT STORY 🔞🔞 Kumpulan cerpen un·ho·ly /ˌənˈhōlē/ adjective sinful; wicked. *** ***
Hari itu adalah hari yang besar bagi Camila. Dia sudah tidak sabar untuk menikah dengan suaminya yang tampan. Sayangnya, sang suami tidak menghadiri upacara tersebut. Dengan demikian, dia menjadi bahan tertawaan di mata para tamu. Dengan penuh kemarahan, dia pergi dan tidur dengan seorang pria asing malam itu. Dia pikir itu hanya cinta satu malam. Namun yang mengejutkannya, pria itu menolak untuk melepaskannya. Dia mencoba memenangkan hatinya, seolah-olah dia sangat mencintainya. Camila tidak tahu harus berbuat apa. Haruskah dia memberinya kesempatan? Atau mengabaikannya begitu saja?
Haris dan Lidya sedang berada di ranjang tempat mereka akan menghabiskan sisa malam ini. Tubuh mereka sudah telanjang, tak berbalut apapun. Lidya berbaring pasrah dengan kedua kaki terbuka lebar. Kepala Haris berada disana, sedang dengan rakusnya menciumi dan menjilati selangkangan Lidya, yang bibir vaginanya kini sudah sangat becek. Lidah Haris terus menyapu bibir itu, dan sesekali menyentil biji kecil yang membuat Lidya menggelinjang tak karuan. “Sayaaang, aku keluar laghiiii…” Tubuh Lidya mengejang hebat, orgasme kedua yang dia dapatkan dari mulut Haris malam ini. Tubuhnya langsung melemas, tapi bibirnya tersenyum, tanda senang dan puas dengan apa yang dilakukan Haris. Harispun tersenyum, berhasil memuaskan teman tapi mesumnya itu. “Lanjut yank?”
Menikahi single mom yang memiliki satu anak perempuan, membuat Steiner Limson harus bisa menyayangi dan mencintai bukan hanya wanita yang dia nikahi melainkan anak tirinya juga. Tetapi pernikahan itu rupanya tidak berjalan mulus, membuat Steiner justru jatuh cinta terhadap anak tirinya.
Rumornya, Laskar menikah dengan wanita tidak menarik yang tidak memiliki latar belakang apa pun. Selama tiga tahun mereka bersama, dia tetap bersikap dingin dan menjauhi Bella, yang bertahan dalam diam. Cintanya pada Laskar memaksanya untuk mengorbankan harga diri dan mimpinya. Ketika cinta sejati Laskar muncul kembali, Bella menyadari bahwa pernikahan mereka sejak awal hanyalah tipuan, sebuah taktik untuk menyelamatkan nyawa wanita lain. Dia menandatangani surat perjanjian perceraian dan pergi. Tiga tahun kemudian, Bella kembali sebagai ahli bedah dan maestro piano. Merasa menyesal, Laskar mengejarnya di tengah hujan dan memeluknya dengan erat. "Kamu milikku, Bella."