Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Terjebak Di Antara 2 Suami
Terjebak Di Antara 2 Suami

Terjebak Di Antara 2 Suami

5.0
5 Bab
4 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Harap bijak 21+ ( mengandung konten dewasa dan kekerasan) Nasib Arina mengira suami pertamanya sudah meninggal dunia saat bertugas. Ternyata ia kembali saat Arina sudah memiliki suami lagi. Bagaimana perjalanan cinta Arina. Akankah kembali pada suami pertamanya yang menyimpan banyak rahasia saat dinyatakan hilang dan meninggal dunia? Ataukah tetap bersama suami kedua yang mencintai Arina melebihi dirinya sendiri?

Bab 1 Mimpi Buruk

"Arinaa ...." Semua orang berteriak memanggil nama seorang gadis berusia 23 tahun yang tiba-tiba tubuhnya luruh ke lantai karena pingsan.

"Berita ini pasti mengejutkan Arina kita harus segera membuatnya sadar dan bersiap menuju ke bandara. Jenazah Zardan tiba dalam dua jam lagi," kata wanita paruh baya dengan wajah yang masih cantik itu, prihatin akan nasib putri semata wayangnya itu. Bagaimana tidak, baru enam bulan menikah, kini harus menyandang status janda.

Zardan Bramanta, suami yang merupakan seorang sersan mayor di kesatuan Tentara Nasional Indonesia dinyatakan gugur dalam menjalankan tugas. Jenazah dikabarkan tiba di bandara Sukarno Hatta tepat pukul sepuluh pagi.

"Ma, bagaimana ini, Arina belum bangun juga," ucap lelaki yang menjadi ayah dari gadis itu. Dia menggosokkan minyak angin di telapak kaki Arina dan di sekitar area hidungnya.

"Sabar, Pa. Kita harus berusaha terus, kasihan jika dia tidak bisa memberikan penghormatan terakhir pada mendiang suaminya."

"Arina ... bangun, Nak. Kita harus ikut upacara pemakaman suamimu. Berikan penghormatan terakhir untuk suamimu." Mama terus mengguncang tubuh ini hingga akhirnya diri ini pun terbangun. Pusing kepala tidak Arina Nareswara-- biasa dipanggil Arina hiraukan, ia kembali mengingat suaminya yang gugur di medan perang.

"Ma ... Mas Zardan, Ma ... Dia meninggalkan Arina untuk selamanya. Mas Zardan tidak kembali lagi, Ma. Arina sendirian, tidak ada lagi mas Zardan, Ma ...." Arina terisak, air mataku lagi-lagi mengalir deras dari kelopak mata ini yang sudah membengkak.

"Sabar, Na. Kamu harus sabar. Kamu harus harus kuat. Zardan kini sudah tenang dan berada di surga Allah. Dia telah berjihad untuk negaranya. Kamu tidak boleh menghalanginya menuju ke surga-Nya," hibur sang mama sembari memeluk tubuh anak perempuannya.

Arina bersedih, ia terus melaung meluapkan kesedihan hatinya. Lelaki yang belum genap satu tahun ia nikahi itu, kini telah menghadap sang Pencipta.

"Sudahlah, Na. Jangan terus bersedih, kita harus secepatnya menuju ke pemakaman militer suamimu." Sandi menenangkan dan menguatkan hati putri semata wayangnya. Dua Minggu sudah semenjak dinyatakannya kabar hilangnya Zardan oleh sang atasan, kini kabar kematiannya sudah dinyatakan secara resmi oleh markas besar kesatuan tentara.

"Mari, Papa. Arina sanggup, Arina kuat, Pa," jawab Arina dengan isak tangis yang membuat hati siapapun yang melihatnya akan terharu. Keluarga Arina pun bersiap menuju ke bandara, barulah setelah itu rombongan bersama menuju ke taman makam pahlawan. Di sana akan digelar upacara pemakaman secara militer.

Rombongan beriringan dari bandara menuju ke pemakaman. Diri Arina terus menangis melihat peti mati yang tidak boleh dibuka. Arina tidak diijinkan untuk melihat wajah suami Arina untuk yang terakhir kalinya. Dengan alasan untuk mempercepat proses pemakaman jenazah yang sudah tiga hari dari tempat peperangan.

Keluarga Zardan Bramantya-suami pertama Arina pun juga menelan pil kekecewaan lantaran tidak bisa melihat wajah sang putra untuk terakhir kalinya.

"Arina, walau kini Zardan sudah tidak ada, kamu tetaplah putri mami. Seringlah kamu main ke rumah mami dan papi. Jangan sampai kepergian Zardan membuat kita berjauhan. Kamu tetaplah putri mami. Bukan begitu, Papi, Rama?" Ibu mertua Arina memeluk menantunya ini dengan hangat setelah selesai upacara pemakaman Zardan.

"Benar, Mami. Arina tetaplah menjadi putri kita. Sayang, jangan sungkan kalau mau main ke rumah mami dan papi," sahut papi Toni Prawira-ayah Zardan.

"Benar, Mbak Na. Mbak Arina sudah Rama anggap kakak perempuan Rama sendiri," sambung Rama- adik laki-laki Zardan berusia 18 tahun.

Arina menatap ketiga keluarga Zardan satu persatu sambil tersenyum. Hampa yang kini dirasakan oleh diri Arina. Kehidupan yang indah dulu tidak akan bisa Arina rasakan kembali.

"Insyaallah, Mi. Arina akan sering main ke rumah mami dan papi. Akan tetapi Arina tidak bisa janji, karena semua kenangan akan mas Satria semua ada di sana," jawab Arina lirih. Suara Arina serak, tenggelam dalam derasnya air mata. Ibu mertua Arina pun memeluk Arina dengan air mata yang ikut terurai.

Tiga tahun pun berlalu.

Arina menjalani kehidupan dengan menyibukkan diri dalam pekerjaannya. Arina berharap dengan sibuk bekerja, dia mampu melupakan semua kenangan tentang Zardan.

Saat ini di ruang keluarga Arina, Arina duduk bersama papa dan mamanya. Raut wajah serius tersirat di raut wajah mereka.

Brak ...

Papa marah lalu menggebrak meja makan karena kesal menahan emosinya melihat Arina masih dengan pendirian yang sama untuk tetap menunggu Zardan kembali pulang.

"Arina! Ini sudah tahun ketiga semenjak Zardan dinyatakan menghilang dan meninggal dunia. Mau sampai kapan kau akan terus menyendiri. Apa kamu ingin sampai papamu ini meninggal baru kau akan menikah lagi, hah!" ucap Sandi dengan nada penuh penekanan.

"Pa, Arina yakin jika Mas Satria masih hidup. Arina masih ingin menunggunya, Pa," jawab Arina dengan menundukkan wajah, air matanya sudah mengembun karena takut pada amarah Sandi.

Sudah berulang kali orang tua Arina berusaha menjodohkan dengan lelaki pilihannya tapi selalu Arina tolak. Arina merasa jika Zardan masih hidup, jenazah yang tiga tahun lalu dimakamkan bukanlah milik Zardan. Arina selalu mengatakan seperti itu tiap kali Sandi memintanya untuk menikah lagi.

"Nak, tidakkah kau kasihan dengan papamu yang sudah semakin tua. Kami ingin memiliki cucu yang bisa mewarisi semua harta kami. Zardan sudah tenang di alam sana. Sudah saatnya kau melanjutkan hidupmu," bujuk Yeni- ibu Arina.

Arina semakin menunduk dan terisak, antara cintanya dan kewajiban sebagai seorang anak, telah membuat hati Arina dilema.

"Arina, secara agama kalian sudah bercerai. Kedua mertuamu juga sudah merelakan dan mengembalikanmu pada kami nak. Papa mohon sebelum Papa pergi menghadap Yang Kuasa, Papa bisa melihatmu bahagia dan memberikan keturunan pada kami." Suara Sandi mulai melunak. Dia tidak bisa melihat air mata putri semata wayangnya itu tertumpah.

Kepala Arina mendongak, menatap sendu lelaki yang selalu ada untuk Arina itu. Dia adalah lelaki pertama yang selalu mencintai dan melindungi Arina. Arina tidak tega melihat kulit yang sudah mulai mengeriput dan rambut yang sudah mulai memutih semua itu mengiba pada putrinya.

"Nak, kami hanya ingin engkau bahagia. Jika permintaan kami ini terlalu berlebihan dan membuatmu tertekan maka lupakanlah permintaan kami ini." Yeni menghapus air mata Arina dan mengecup kening ini dengan penuh kasih sayang. Dia menyerah dengan keras kepala putrinya ini. Mendengar ucapan ibunya, Arina merasa semakin tidak enak dan gelisah.

"Papa ... apakah papa bahagia jika Arina menerima perjodohan ini?" tanya Arina dengan menatap sendu mama dan papanya bergantian.

"Tentu saja, Nak, kami akan sangat bahagia dan tenang karena kau sudah memiliki seseorang yang akan menjagamu kelak, disaat kami sudah tidak ada di dunia ini lagi." Papa mengusap kepalaku dengan lembut, lelaki yang menginjak kepala enam itu menatap Arina dengan lembut.

Arina pun tersenyum, setelah mengambil napas dalam-dalam lalu mengembuskannya pelan, Arina menjawab pertanyaan Sandi.

"Baiklah Pa, Ma ... Arina menyetujui perjodohan ini," ucap Arina dengan mantap.

"Benarkah itu, Arina?"

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 5 Kembalinya Zardan   04-25 14:43
img
1 Bab 1 Mimpi Buruk
06/04/2025
2 Bab 2 Firasat
07/04/2025
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY