Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / THE EXECUTOR
THE EXECUTOR

THE EXECUTOR

5.0
5 Bab
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Marcella Salvatore, agent pembunuh organisasi Mafia yang secara tidak sengaja bertemu dengan Jonathan Johnson, seorang Interpol Internasional, setelah melenyapkan targetnya. Kisah cinta yang manis pun di mulai antara sang agent pembunuh cantik dengan interpol international tampan yang sama-sama menyamar. Siapa sangka, target buruan sang interpol tampan adalah wanita yang dia cintai dan berulang kali dia lamar untuk diperistri. Di sisi lain, Marcella juga mendapat perintah untuk melenyapkan seseorang yang tak lain adalah Jonathan, sang interpol tampan yang sudah memberinya cinta dan harapan. Haruskah cinta yang bersemi diantara Marcella dan Jonathan pupus dan mengakhiri impian mereka untuk hidup bahagia bersama? Bagaimana jika Michael Salvatore sang bos mafia, Papa angkat Marcella, sebenarnya menaruh hati pada Marcella dan selalu mengosongkan posisi istri dalam hidupnya hanya untuk Marcella seorang? Siapakah yang akan di pilih Marcella sang agent pembunuh cantik nan seksi itu? Jonathan sang interpol atau Michael sang Papa angkat, yang selalu mencintai, memaafkan dan menerima bagaimanapun keadaannya.

Bab 1 MARCELLA SALVATORE

Ciiiiitttt ...!!!!

Bunyi nyaring sangat memekakkan telinga terjadi di jalan raya yang sedang di guyur hujan lebat.

Marcella menginjak rem mobilnya sampai berdecit, rodanya membekas jelas di atas aspal sepanjang seratus meter dan mobil yang dia kemudikan dengan putranya berumur lima tahun duduk di kursi penumpang, terpelanting terbalik beberapa kali lalu mendarat posisi atap mobil berada di bawah, melintang di badan jalan setelah menghantam pilar jalan layang yang juga membuat body mobil mewah tersebut ringsek remuk.

Jalanan sangat sepi, mobil Marcella awalnya berjalan normal kecepatan 60km/jam. Tiba-tiba mobil Marcella di dorong dan di tabrak oleh truk yang remnya blong dari belakang dengan kecepatan sangat kencang.

Marcella berusaha berbelok ke jalan lain dan sialnya jalan tersebut merupakan turunan yang cukup curam sehingga dia menginjak rem sampai berdecit dan mobilnya terpelanting.

Selama beberapa menit, mobil Marcella terbalik, tidak ada seorangpun yang atang untuk menolongnya.

Penduduk setempat, pengendara mobil dan motor yang melintasi tempat kejadian lebih memilih mengangkat ponsel untuk mengambil photo atau video ketimbang menyelamatkan Marcella dan putranya yang masih berada di dalam mobil.

Jalanan yang tadinya lengang tiba-tiba menjadi macet bukan hanya karena mobil Marcella yang melintang di tengah jalan, tetapi juga antusias orang yang ingin mengambil photo dan video kecelakaan di depan mata mereka.

"Dik, Dika ...kamu ga papa, Sayang?" panggil Marcella menoleh cepat kepada putranya.

Marcella baru saja menjemput anaknya, Dika Sulistio dari sekolah bermainnya setara TK, berjarak sekitar lima ratus meter di belakang posisi mobil Marcella saat ini terbalik.

Mata Dika menatap Marcella, darah mengucur deras dari kepalanya, dasbor mobil juga ringsek parah tepat di depan Dika.

"Ma, Mama ga apa-pa 'kan?" tanya Dika lirih menyingkirkan darah di depan mata dan wajahnya agar bisa menatap Marcella lebih jelas.

"Iya, Sayang. Mama ga apa-pa. Ayuk, Mama bantu Dika keluar ya. Kaki Dika ga papa 'kan?" sahut Marcella cepat juga meringis sedih melihat kaki Dika, seperti terjepit sisi samping pintu yang remuk ke dalam.

Marcella menyambar kemeja serta baju olahraga Dika yang dia gantung di bangku belakang untuk menekan luka pada kepala anaknya tapi segera kemeja dan baju olahraga serta telapak tangan Marcella bersimbah darah Dika.

Lengan Marcella sendiri juga tertusuk kaca pecah tidak dia rasakan sama sekali, fokusnya lebih menyelamatkan Dika, putranya.

Dika mengangguk, sedikit senyum di bibirnya, "Dika ga apa-pa, tapi kaki Dika ga bisa rasain apa-apa, Ma," tutur Dika pelan.

Setelah sedikit usaha dan Marcella menendang kencang pintu yang menjepit kaki Dika, akhirnya anak semata wayangnya tersebut bisa dia tarik dan bawa keluar dari mobil yang juga dia tendang agar pintunya terbuka.

Marcella masih sempat menarik tas berisi dompet serta ponselnya di belakang sandaran kursi duduk Dika sebelum dia membopong tubuh anaknya keluar dari mobil, melihat orang-orang yang berdiri di pinggir jalan juga sudah merangsek maju ke tengah mendekati mobilnya, mengangkat ponsel dengan kamera terarah ke arahnya dan putranya.

Seorang sopir taksi menarik lengan kiri Marcella untuk masuk ke dalam taksinya, langsung membawa wanita yang menggendong putranya tersebut segera pergi dan terhindar dari menjadi tontonan warga sekitarnya yang baru kemudian terlihat ingin membantu, tetapi Marcella dan putranya sudah di bawa ke rumah sakit oleh bapak sopir taksi.

"Dika, jangan tidur, Sayang ...sebentar lagi kita sampai rumah sakit," mohon Marcella yang melihat mata Dika seperti berat untuk terbuka.

"Iya, Ma, Dika ga tidur kok. Kepala Dika kenapa, Ma? Kenapa darahnya terus keluar? Hujan darah ya, Ma?"

Marcella mendekap tubuh anaknya erat-erat. "Dika akan baik-baik aja. Jangan tidur, Sayang!" bisiknya lirih menciumi wajah Dika yang sudah berlumuran darah.

Hati Marcella seperti di remas tangan tidak kasat mata, perih, nyeri, sakit, sesak menjadi satu.

"Terima kasih banyak Pak, sampai di sini aja." ujar Marcella kepada sopir begitu taksi sampai di depan lobi rumah sakit.

Baru saja Marcella turun dari mobil, tubuhnya oleng yang cepat bapak supir taksi menolongnya agar tidak terjatuh bersama putra dalam pelukannya. Lengan kanan Marcella tiba-tiba jatuh terkulai pada sisi tubuhnya.

Sopir taksi mengambil alih membopong tubuh Dika dan menuntun Marcella masuk ke ruangan UGD.

"Ma ..." panggil Dika semakin lirih juga panik pada suaranya.

"Ya, Sayang. Bertahanlah. Dika akan baik-baik aja, hem?" kepala Marcella berdenyut dan berkali-kali dia mengerjapkan matanya yang mengabur.

Para Dokter dan perawat di ruangan UGD dengan cepat menangani Marcella dan Dika. Kesadaran Marcella semakin menipis, kepalanya sangat pusing, pecahan kaca pada lengan kanannya baru saja di cabut dan darah mengucurkan deras.

Persendian lengan kanan Marcella sebenarnya bergeser tetapi dia sebelumnya tidak merasakannya, memaksakan membopong Dika keluar dari dalam mobilnya.

Marcella tidak berdaya dan jatuh pingsan sedangkan Dika masih tersadar, terbaring lemas di atas brangkar bersebelahan dengan Marcella.

"Selamatkan mereka, mereka korban tabrak truk yang rem-nya blong!" mohon sopir taksi dengan tangan bergetar memegang tangan Dokter yang menggeleng setelah dia menangani Dika.

Kini, Dika sudah terbujur kaku dengan wajah menoleh menatap Mamanya, Marcella.

Beberapa saat sebelumnya, tangan Dika mencari dan mencoba meraih tangan Marcella yang para perawat mendekatkan brangkarnya ke brangkar Ibunya.

Namun setelah tangan Dika merasakan tangan Mamanya tersebut, bibirnya berbisik lirih, "Dika sayang Mama ..." sampai akhirnya tidak ada lagi pergerakan dari tubuh Dika, bibirnya tersenyum menatap Marcella.

"Bagaimana Ibunya? Tolong selamatkan Ibunya!"

Suhali, sopir taksi tidak tega melihat kondisi Marcella yang dalam keadaan pingsan dan di bius, putranya sudah pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.

Sebelumnya, taksi Suhali kebetulan berada tepat di samping ketika truk tersebut menambah kecepatan langsung menabrak mobil Marcella.

Tubuh Suhali bergetar saat itu, karena mungkin saja jika dia mengendara lebih cepat, dirinya lah yang akan menjadi korban. Suhali merasa sangat marah melihat penduduk dan orang di sekitar yang lebih memilih mengangkat ponsel dengan cepat ketimbang menyelamatkan korban kecelakaan.

Suhali memutar balik taksinya dan menyelamatkan Marcella bersama putranya, dia tidak sempat untuk peduli kepada pengemudi truk yang mungkin nasibnya juga sangat mengenaskan.

Suhali mengurus administrasi untuk Marcella dan juga Dika. Dia tidak menyangka orang yang Suhali antar sebelumnya ke dekat sekolah taman kanak-kanak yang memang hanya di peruntukkan untuk anak orang-orang kaya, memberikan gepokan uang padanya dan kini uangnya masih bersisa banyak setelah membayar semua biaya perawatan, pengobatan serta ruangan VVIP untuk Marcella.

Dua hari kemudian, tangan kiri Marcella mencengkeram meja tempat dibaringkan tubuh Dika yang sudah terbujur kaku di ruangan mayat.

Hati Marcella sangat sedih dan pilu karena merasa gagal menjadi ibu, gagal menyelamatkan putranya yang tampan dan selalu menjadi pelipur hatinya selama ini.

"Maafin Mama, Sayang! Mama gagal nyelamatin kamu. Maafin Mama ..." tangis pilu Marcella sambil bertumpu pada meja tempat tubuh Dika diletakkan.

"Pendarahan pada kepalanya, membuatnya tidak bisa bertahan. Tapi di saat terakhirnya dia masih sadar, mencari tangan Ibu dan mengatakan sayang sama Ibu." tutur perawat yang ikut membantu di ruang UGD saat menyelamatkan Marcella dan Dika.

Suhali harus kembali pada pekerjaannya, dia meninggalkan sedikit uang kepada perawat agar menjaga Marcella di ruang perawatan kelas VVIP yang sudah Suhali pesankan karena Suhali yakin Marcella berasal dari keluarga kaya yang tidak mungkin akan menginap di kelas biasa.

Mata tua Suhali juga sempat melihat tas yang di tarik Marcella, sangat mengetahui jika itu adalah brand mahal.

Tetapi perawat menolak uang dari Suhali, dia tetap menjaga dan mendampingi Marcella sampai pasiennya tersebut siuman dari pingsan juga dari pengaruh obat bius saat lengan kanannya yang terluka di jahit oleh Dokter.

Marcella masih merunduk pada sisi wajah Dika. Meskipun sulit untuk ikhlas tetapi hidup masih tetap harus berjalan. Dengan tangan bergetar, Marcella menandatangani surat pengurusan mayat anaknya agar segera di makamkan.

Keadaan juga pikiran Marcella tidak bisa berpikir jernih. Dia baru siuman setelah dua hari di rumah sakit tetapi Ibu Antony-mertuanya tidak ada datang mencarinya atau menghubungi ponselnya sekalipun.

Marcella sudah sangat hapal gaya hidup Ibu mertuanya yang mungkin saat ini sedang berada dalam pelukan laki-laki bayarannya.

Perawat yang menjaga Marcella juga berkata belum ada yang mencari Marcella ataupun mengurus Dika kecuali sopir taksi yang setiap pagi dan sore datang, meminta bagian kamar jenazah untuk membersihkan tubuh Dika, sehingga saat Marcella datang ke ruang jenazah, keadaan Dika sudah bersih, tampan namun sangat dingin.

Marcella kembali ke ruangan rawat inapnya bersama perawat yang setia membantu memegangi pinggangnya saat berjalan.

Baru saja Marcella duduk di depan jendela, merunut ulang kejadian dalam pikirannya, ponselnya berbunyi.

"Cella, please maafkan aku! Aku belum bisa pulang. Saat ini di cafe sedang sangat ramai dan tidak ada bartender yang menggantikanku, rekan bisnisku juga sedang pergi berlibur ke Eropa dan bartender yang biasa kerja bersamaku sedang cuti pulang ke negaranya di Mesir. Och, please Cella-ku Sayang, segera aku akan minta pulang begitu temanku kembali, hem? Jaga kesehatanmu, oke?" ucap Antony di videocall dengan wajah sedih menatap Marcella.

Marcella menatap lurus wajah Antony pada layar ponselnya, pria yang dia cintai dan demi hidup bersama pria itu, Marcella rela keluar dari pekerjaannya hidup sebagai istri dan ibu rumah tangga biasa.

Entah kenapa permintaan maaf dari Antony terlihat sangat palsu, dari ucapannya yang bertubi-tubi tadi, tidak satu kalipun Antony menyebut nama Dika, putra semata wayang mereka.

Marcella mengangguk pelan dan garis senyum di sudut bibirnya tertarik ke atas seperti seringai. Marcella tidak bertanya, siapa yang memberikan kabar pada Antony kalau dirinya kecelakaan, karena Marcella baru saja tersadar langsung pergi ke ruang jenazah bersama perawat yang menceritakan jika putranya Dika tidak selamat.

Sudah tiga tahun Antony pergi ke Dubai dan menjalin kerjasama dengan kenalannya yang orang lokal Dubai, membuka bisnis cafe di sana.

Kemampuan Antony dalam meracik minuman, membuatnya memegang sendiri posisi bartender di cafe mereka tersebut tapi kini Marcella berpikir jika suaminya seperti karyawan yang berkerja pada orang lain bukan salah satu owner cafe-nya.

"Aku sudah mengirimkan uang untuk biaya rumah sakitmu. Maafkan aku, beberapa bulan lalu omset sempat menurun tidak bisa mengirimkan uang untuk kalian," tutur Antony lagi di depan kamera ponselnya.

"Siapa yang memberitahumu aku ada di rumah sakit? Apakah kamu tau tentang Dika, anak kita ..."

"Ssstttt ...maafkan aku, Cella, please maafkan aku! Dika sudah tenang di surga, jangan ditangisi lagi, Sayang. Yang penting kamu baik-baik aja, Ibuku sebentar lagi akan mengurus kepulangan jenazah Dika. Maafkan aku, segera aku kembali untukmu begitu bartender atau temanku datang ke sini menggantikan aku." bujuk Antony cepat memotong ucapan Marcella yang ingin menangis.

Marcella menutupi mulutnya dengan punggung tangan dan airmatanya jatuh bercucuran.

"Cell, Cella ...please jangan buat aku semakin merasa bersalah seperti ini. Aku janji tidak akan pergi jauh lagi darimu. Ibu mungkin sedang dalam perjalanan ke rumah sakit sekarang. Nanti kamu kasih Ibu sedikit uang jajan dari yang aku kirimkan ke rekeningmu ya."

Marcella mengangguk lalu videocall di putuskan oleh Antony.

Kepala Marcella tersandar pada sandaran kursi, tiga tahun Antony di Dubai namun sejak enam bulan terakhir kedekatannya dengan Dika semakin berkurang.

Antony sudah seperti tidak peduli akan Dika yang adalah darah dagingnya sendiri. Ketika ada Dika saat Antony videocall, tatapan matanya sudah tidak seperti dulu yang menatap Dika penuh cinta, rindu dan kasih sayang.

Ponsel Marcella berdering dari Ibu Mertuanya.

"Marcella, Ibu baru mendengar berita kecelakaanmu. Maaf, Ibu mungkin bisa datang ke rumah sakit agak malam. Kamu bisa urus sendiri jenazah Dika, 'kan? Ibu sudah dalam perjalanan kembali dari luar kota." ucap Leni, ibu mertua Marcella.

"Iya, Bu. Tidak apa-apa! Aku sudah mengurus jenazah Dika, cucu Ibu, sore ini akan di makamkan dan ada orang dari rumah sakit yang mau membantu mengurus semuanya." sahut Marcella menarik napas panjang dan mengeluarkannya perlahan-lahan agar pikirannya bisa tetap tenang menghadapi Ibu Mertuanya.

"Oh, itu bagus, Cella. Nanti kamu kasih tau Ibu makamnya Dika. Ibu akan langsung ke makam aja. Uhm, Antony ada kirimkan kamu uang 'kan? Antony sudah bilang Ibu, kamu bisa kirimkan bagian untuk Ibu dulu?"

"Ya, Bu! Segera ku kirimkan. Ibu hati-hati di jalan." sindir Marcella halus.

Panggilan telpon di putuskan oleh Leni dan segera masuk pesan ke ponsel Marcella dari Leni agar segera mengirimkan uang jatahnya dari Antony.

Marcella menggelengkan kepalanya pelan, lalu mengirimkan uang untuk Leni melalui mobile banking dan mengirimkan screenshootnya ke chat Leni yang di baca centang dua biru tetapi tidak ada balasan apapun meskipun itu terima kasih.

Tubuh Marcella terasa lelah, luka pada bahu kanannya cenat-cenut ngilu. Pikiran dan hati Marcella sangat sedih, "Dika ...Mama sendiri, Nak!" bisiknya yang kembali menangis teringat akan Dika.

Terdengar suara ketukan pada pintu ruangan Marcella dan segera Marcella menghapus airmata di wajahnya.

Ketika pintu terbuka muncul seseorang yang tidak pernah Marcella membayangkan akan bertemu kembali tapi kini sudah berdiri gagah di hadapannya.

Sang pria langsung meraih tubuh Marcella dan memeluknya erat. Kembali Marcella menumpahkan airmata, membasahi pundak pria setengah baya yang masih sangat tampan kebapakan di depannya.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 5 5.   04-28 20:49
img
2 Bab 2 2.
28/04/2025
3 Bab 3 3.
28/04/2025
4 Bab 4 4.
28/04/2025
5 Bab 5 5.
28/04/2025
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY