Begitu mereka duduk di dalam mobil, Devina langsung berkata tanpa basa-basi, "Langsung saja ke intinya, Arsya. Aku mau menawarkan bantuan untukmu."
Kening Arsyana langsung berkerut mendengar perkataan Devina.
"Bantuan? Maksud Bibi?"
Devina tersenyum tipis, menatap Arsyana di sampingnya dengan tatapan penuh arti.
"Arsyana, aku tahu semua apa yang sudah kamu alami selama ini, karena itu aku akan membantumu."
Tatapan Devina begitu serius, seolah dia ingin meyakinkan Arsyana kalau dia benar-benar ingin membantunya.
Arsyana menggeleng pelan. Dia masih tidak bisa menangkap maksud perkataan bibi sahabatnya itu.
"Bibi Devina, aku mohon. Aku sama sekali tidak mengerti maksud dari perkataanmu. Bantuan? Bantuan apa, maksudmu?!"
Arsyana akhirnya mengungkapkan kebingungannya.
"Aku tahu, kalau kamu sekarang ini sedang membutuhkan banyak uang. Uang untuk biaya pengobatan ibumu, dan untuk melunasi hutang-hutang ayahmu."
Karin kembali mengulas senyuman tipis, sambil melipatkan kedua tangannya di dada dengan santai. Tatapannya masih sama, seakan menyiratkan niatan lain yang terselubung.
Kening Arsyana semakin mengkerut tak mengerti, namun dia tetap menyimak dengan seksama apa yang dikatakan oleh lawan bicaranya itu..
"Baiklah, singkat saja Arsyana. Aku akan membantumu, asal ..."
Devina menjeda sejenak, sebelum kembali melanjutkan, " Kamu mau mengandung anak dari suamiku, Kelvin. Lalu memberikan anak yang sudah kamu lahirkan dengan sukarela padaku. Dan syaratnya–"
"Tunggu!"
Arsyana langsung memotong dengan telapak tangannya yang terangkat.
"Maksud Bibi dengan–"
"Biarkan aku selesaikan bicaraku dulu, Arsya!"
Devina balas memotong dengan nada yang lebih tegas, membuat Arsyana spontan menutup mulutnya.
"Syaratnya gampang. Kamu hanya perlu tidur satu malam dengan suamiku, Kelvin. Pastinya kamu tahu Kelvin, Kelvin Daviandra. Semua orang di kota ini tahu tentang dia."
Devina terkesan begitu santai saat melanjutkan penjelasannya. Dia tersenyum tipis, menikmati raut wajah Arsyana yang terperangah menatapnya dengan tak percaya.
Suasana menjadi hening sejenak, mencerna apa yang barusan di katakan oleh Devina kepadanya.
"Kenapa?" tanya Devina, tiba-tiba memecahkan keheningan.
"Nggak mungkin, kan, kamu tidak mengenal suamiku, Kelvin Daviandra. Sang pewaris utama salah satu dari 5 perusahaan terbesar di negara kita?" lanjutnya, penuh rasa bangga sekaligus mengejek.
"Tentu saja aku mengenalnya. Aku pasti mengenal siapa-siapa saja yang memiliki sangkutan hutang-piutang dengan ayahku."
Arsyana menjawab dengan nada rendah, sambil memalingkan wajahnya dari Devina yang terus menatapnya dengan tatapan merendahkan.
"Berhutang?!" pekik Devina, terkejut.
Kali ini Devina yang dibuat terkejut oleh Arsyana dengan pernyataannya.
"Hm."
Arsyana bergumam kecil, sambil berusaha untuk tetap bersikap tenang menanggapi permintaan Devina sebelumnya.
"Ah, baiklah-baiklah. Aku tak peduli soal itu," tepis Devina, tak mau ambil pusing.
"Jadinya bagaimana, apa kamu mau Arsyana?" tanya Devina, penuh harap. Senyuman manis terulas tipis di wajah cantik Devina yang begitu terawat.
"Aku akan membayarmu dengan sangat mahal. Satu miliar. Satu miliar Arsyana!"
Tak tanggung-tanggung, Devina langsung menawarkan nominal uang yang cukup menggiurkan untuk Arsyana, agar gadis itu tak menolak tawarannya.
Namun, Arsyana masih tetap diam. Dia menyimak perkataan Devina dengan seksama, sambil berusaha memindai mimik wajah Devina untuk mendeteksi tingkat keseriusannya.
"Bahkan, aku bisa memberikanmu lebih dari itu, kalau kamu berhasil melahirkan anak laki-laki untuk suamiku," lanjut Devina kembali, memberikan tawaran yang lebih besar.
"Bibi, sepertinya kamu sudah tidak waras!"
Arsyana mulai angkat bicara, tanpa ragu dia langsung mencerca Devina. Napasnya mulai terasa memburu seiringan dengan luapan emosi yang tertahan kuat di dalam dadanya. Bahkan, Rona wajahnya mulai merah padam, karena merasa dirinya saat ini tengah di permainkan oleh Devina. Dia pun langsung mengeluarkan botol air mineral dari dalam tas ranselnya, membuka tutup botol dengan kasar, dan menenggak air mineral di susul menghela napas sekaligus dengan kasar. Lalu dia tanpa ragu langsung meraih gagang pintu mobil disamping untuk membukanya, tapi pintu itu langsung terkunci otomatis karena ulah sopir di yang duduk didepan mereka.
"Buka!"
Arsyana mulai berteriak membentak ke arah sopir. Dan dia semakin panik, saat sopir itu tak kunjung membukakan pintu mobil. Arsyana mulai merasakan bahwa situasinya saat ini tidaklah main-main.
"Kau benar-benar naif sekali Arsyana. Dasar angkuh!"cerca Devina sinis.
"Kamu masih bisa bertingkah angkuh, seolah kamu memang tidak membutuhkan uang itu. Padahal, kamu sangat membutuhkan uang itu, Arsyana," cibir Devina, sambil tersenyum mengejek.
"Aku memang sangat membutuhkan banyak uang Bi. Tapi, bukan berarti aku akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya," bantah Arsyana, dengan tegas menepis cercaan Devina.
"Aku tak tahu, apa yang Karin katakan padamu tentangku. Tapi yang jelas, aku sama sekali tidak berminat dengan tawaran gilamu itu, bibi cantik!"lanjut Arsyana, dengan penuh penekanan di setiap katanya.
Mendengar itu, Devina justru menyeringai jahat, tatapannya justru semakin sulit untuk diartikan. Auranya terkesan mengerikan, hingga Arsyana bergidik ngeri saat berkontak mata dengannya.