Unduh Aplikasi panas
Beranda / Likantrof / Putra Rahasia Sang Alfa, Penawarku yang Dicuri
Putra Rahasia Sang Alfa, Penawarku yang Dicuri

Putra Rahasia Sang Alfa, Penawarku yang Dicuri

5.0
15 Bab
1 Penayangan
Baca Sekarang

Selama tiga tahun, aku sekarat karena racun. Satu-satunya harapanku adalah penawar dosis tunggal, Ramuan Kelopak Rembulan. Suamiku, Alpha Yudha, telah memainkan perannya sebagai pasangan yang setia, dan aku percaya dia akan menyelamatkanku. Tapi melalui ikatan batin kami yang memudar, aku mendengar perintah rahasianya kepada tabib kawanan. "Berikan Ramuan Kelopak Rembulan pada ibu Elara Cantika." Alasannya menghancurkan duniaku berkeping-keping: "Elara memberiku seorang putra. Putra yang sehat dan kuat." Dia punya keluarga rahasia. Tiga tahun perawatan penuh kasihnya adalah kebohongan. Dia hanya menungguku mati. Dia bahkan membawakanku sisa sup mereka, memanggilku "serigala sakit," dan menodai rumah suci orang tuaku dengan selingkuhannya dan anak mereka. Dia berencana memberi tahu kawanan bahwa obatku dicuri, mengubah kematianku menjadi tragedi demi keuntungannya sendiri. Dia pikir aku serigala lemah yang sekarat. Dia tidak tahu badai macam apa yang baru saja dia bangunkan. Malam itu, aku mengumpulkan sisa kekuatanku dan memutuskan ikatan batin kami. Rasa sakitnya menyiksa jiwa, tapi aku tetap berjalan keluar dari rumah penuh kebohongan itu, hanya meninggalkan cincin kawinku. Aku tidak akan mati. Aku akan hidup untuk melihat dunianya terbakar habis.

Konten

Bab 1

Selama tiga tahun, aku sekarat karena racun. Satu-satunya harapanku adalah penawar dosis tunggal, Ramuan Kelopak Rembulan. Suamiku, Alpha Yudha, telah memainkan perannya sebagai pasangan yang setia, dan aku percaya dia akan menyelamatkanku.

Tapi melalui ikatan batin kami yang memudar, aku mendengar perintah rahasianya kepada tabib kawanan.

"Berikan Ramuan Kelopak Rembulan pada ibu Elara Cantika."

Alasannya menghancurkan duniaku berkeping-keping: "Elara memberiku seorang putra. Putra yang sehat dan kuat." Dia punya keluarga rahasia. Tiga tahun perawatan penuh kasihnya adalah kebohongan. Dia hanya menungguku mati.

Dia bahkan membawakanku sisa sup mereka, memanggilku "serigala sakit," dan menodai rumah suci orang tuaku dengan selingkuhannya dan anak mereka. Dia berencana memberi tahu kawanan bahwa obatku dicuri, mengubah kematianku menjadi tragedi demi keuntungannya sendiri.

Dia pikir aku serigala lemah yang sekarat. Dia tidak tahu badai macam apa yang baru saja dia bangunkan.

Malam itu, aku mengumpulkan sisa kekuatanku dan memutuskan ikatan batin kami. Rasa sakitnya menyiksa jiwa, tapi aku tetap berjalan keluar dari rumah penuh kebohongan itu, hanya meninggalkan cincin kawinku. Aku tidak akan mati. Aku akan hidup untuk melihat dunianya terbakar habis.

Bab 1

SUDUT PANDANG KANIA:

Selama tiga tahun, Racun Bunga Serigala telah menjadi racun dingin yang menggerogoti pembuluh darahku. Racun itu membuat serigala di dalam diriku tertidur, hanya menjadi hantu yang merintih di benakku, dan merantai tubuhku di tempat tidur ini. Tapi hari ini, ada harapan. Sekuntum Kelopak Rembulan yang mekar sempurna, satu-satunya penawar yang diketahui, akhirnya siap. Tabib kawanan mengatakan ramuan itu akan disiapkan saat malam tiba.

Harapan adalah sesuatu yang rapuh dan asing.

Aku berbaring diam, napasku dangkal, dan fokus pada satu-satunya koneksi yang tidak bisa diputuskan oleh racun: Ikatan Batin Pasangan. Itu adalah benang tipis yang usang, menghubungkanku dengan suamiku, Alpha Yudha Prayoga. Biasanya, itu adalah sumber kenyamanan. Hari ini, itu adalah saluran menuju kehancuranku.

Komunikasi Batin adalah koneksi yang dimiliki semua anggota kawanan, cara untuk berkomunikasi tanpa suara. Tapi ikatan antara Pasangan seharusnya menjadi saluran suci dan pribadi. Ikatanku dengan Yudha telah melemah, tetapi terkadang, ketika emosinya kuat, aku bisa menangkap gema pikirannya.

Saat ini, pikirannya adalah raungan yang memekakkan telinga, tidak ditujukan untukku. Dia sedang berkomunikasi batin dengan Bramantyo, kepala tabib kawanan.

"Berikan Ramuan Kelopak Rembulan pada ibu Elara Cantika," suara batin Yudha memerintah, tajam dan mutlak.

Kata-kata itu tidak masuk akal. Pikiranku terasa berkabut, lambat. Ini pasti sebuah kesalahan.

Jawaban Bramantyo ragu-ragu, diliputi kebingungan. "Tapi Alpha... ramuan itu untuk Luna Kania. Ini satu-satunya kesempatannya."

Rasa dingin yang mengerikan merayapiku, lebih berat dari racun itu sendiri. Jantungku, yang biasanya berdetak sangat lemah, mulai berdebar kencang di tulang rusukku.

Respons Yudha sedingin es, tapi aku merasakan kilatan di baliknya-gambaran singkat dan tajam dari wajah pucatku sendiri, yang dengan cepat disingkirkan. "Elara memberiku seorang putra. Putra yang sehat dan kuat. Ibunya yang akan mendapatkan ramuan itu. Itu perintah terakhirku."

Seorang putra.

Dua kata itu bergema di ruang hampa dadaku. Seorang putra. Dia punya anak dengan wanita lain. Kesadaran itu tidak datang dengan banjir air mata, tetapi dengan keheningan yang menakutkan dan menghancurkan jiwa.

Serigala di dalam diriku, yang sudah bertahun-tahun tidak benar-benar kurasakan, mengeluarkan lolongan panjang yang menyedihkan di benakku, suara penderitaan murni.

Selama tiga tahun, Yudha telah memainkan peran sebagai suami yang setia. Dia membawakanku makanan, membacakan buku untukku, memegang tanganku saat aku menggigil karena demam. Dia memberi tahu kawanan bahwa dia melakukan segalanya untuk menyelamatkan Pasangan takdirnya. Itu semua bohong. Kebohongan yang indah dan kejam.

Seolah untuk memastikannya, komunikasi batin lain menyentuh pikiranku. Yang ini lebih lembut, dipenuhi tawa seorang wanita dan celoteh bahagia seorang anak. Itu Yudha, berbicara dengan selingkuhannya, Elara.

"Bima mencari ayahnya," suara Elara mendesah manja. "Kapan kau pulang?"

"Segera, sayangku," suara Yudha hangat, nada yang sudah bertahun-tahun tidak kudengar ditujukan padaku. "Aku hanya harus memeriksa... beberapa hal di sini. Aku akan ke sana malam ini."

Hubungan batin itu terputus. Keheningan di ruangan itu memekakkan telinga.

Beberapa menit kemudian, pintu berderit terbuka. Yudha masuk, wajahnya topeng sempurna dari kepedulian yang penuh kasih. Dia tampan, dengan rambut gelap dan mata berwarna langit badai. Dia adalah Alpha-ku, Pasanganku. Dan dia adalah orang asing.

"Bagaimana perasaanmu, sayangku?" tanyanya, suaranya selembut madu.

Dia bergerak untuk duduk di tempat tidur, tapi aku tersentak menjauh. Aromanya lebih dulu menerpaku. Itu bukan aroma urusan kawanan, dokumen dan keringat prajurit. Itu adalah aroma manis dan memuakkan dari betina lain. Aroma Elara.

"Kau bersamanya," bisikku, kata-kata itu menggores tenggorokanku yang kering.

Dia membeku. "Apa yang kau bicarakan? Aku sedang rapat dengan Gamma."

"Jangan bohong padaku, Yudha," kataku, suaraku mendapatkan sedikit kekuatan. "Aku bisa mencium baunya di tubuhmu."

Sekilas kepanikan melintas di matanya sebelum dia menutupinya. Dia pikir inderaku sama tumpulnya dengan tubuhku. Dia salah.

Dia tidak menjawab. Dia hanya berdiri di sana, kebohongannya menggantung di udara di antara kami. Aku memejamkan mata, fokus pada koneksi yang berbeda. Orang tuaku, mantan Alpha dan Luna, telah membangun rumah yang kuat, kediaman Alpha. Sebagai putri satu-satunya, darahku terikat pada fondasinya. Rasanya seperti mencelupkan pikiranku ke dalam air es, upaya yang menguras tenaga dan menyakitkan, tetapi aku mendorong inderaku ke arahnya, mencarinya.

Dan aku menemukannya.

Bukan di masa sekarang, tapi di masa lalu. Sihir kediaman itu menyimpan gema, kenangan. Aku melihat visi Yudha di ruang tamu megah, tempat ayahku dulu mengadakan dewan. Dia sedang memangku seorang anak laki-laki berambut gelap di lututnya. Bima. Elara ada di sampingnya, berseri-seri, dan di lehernya ada rantai perak dengan liontin batu bulan yang indah. Batu bulanku. Yang Yudha katakan padaku sedang dibuat khusus untuk ulang tahunku yang akan datang.

Visi itu bergeser, dan napasku tercekat. Mereka berada di kamar tidur orang tuaku. Di tempat tidur mereka. Kesucian tempat itu dinodai, cinta mereka menjadi noda pada kenangan keluargaku.

Rasa sakitnya luar biasa, beban fisik yang mengancam akan menghancurkanku. Tapi di bawah rasa sakit itu, sesuatu yang lain bergerak. Amarah yang dingin dan keras.

Dia tidak hanya mengkhianatiku. Dia telah mencemarkan warisan orang tuaku.

Jemariku gemetar saat aku meraih token kecil berukir di meja samping tempat tidurku. Sebuah batu komunikasi. Aku menekan ibu jariku ke atasnya, menyalurkan sisa energiku.

"Tante Elina," aku mengirim pesan putus asa melalui sihir kuno, menjangkau saudara perempuan ibuku di Kawanan Batu Hitam. "Dia memberikan obatku. Dia punya anak dengan wanita lain. Aku sekarat."

Hening sejenak, lalu suaranya, yang diliputi amarah dan duka, bergema kembali di benakku. "Bertahanlah, Kania. Aku akan menjemputmu."

Koneksi itu memudar. Aku membiarkan batu itu jatuh dari jemariku, keputusanku sudah bulat. Aku tidak akan mati di sini, di tempat tidur penuh kebohongan ini. Aku akan pergi ke Kawanan Batu Hitam. Dan aku akan menemukan cara untuk bertahan hidup. Jika bukan untuk diriku sendiri, maka untuk kesempatan melihat dunia Yudha terbakar habis.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 15   11-06 21:52
img
img
Bab 1
29/10/2025
Bab 2
29/10/2025
Bab 3
29/10/2025
Bab 4
29/10/2025
Bab 5
29/10/2025
Bab 6
29/10/2025
Bab 7
29/10/2025
Bab 8
29/10/2025
Bab 9
29/10/2025
Bab 10
29/10/2025
Bab 11
29/10/2025
Bab 12
29/10/2025
Bab 13
29/10/2025
Bab 14
29/10/2025
Bab 15
29/10/2025
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY