Unduh Aplikasi panas
Beranda / Lainnya / Maaf, Aku Tidak Pantas Buatmu
Maaf, Aku Tidak Pantas Buatmu

Maaf, Aku Tidak Pantas Buatmu

5.0
6 Bab
260 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

“Maaf, sepertinya aku tidak pantas buatmu ….” Sudah satu bulan lamanya laki-laki saleh ini masih termenung memikirkan jawaban yang diberikan oleh perempuan yang didambakannya. Kata-kata seperti itu bukannya sering digunakan untuk menolak seseorang dengan cara yang lembut bukan? Kata-kata seperti itu bukannya sering digunakan untuk menolak seseorang dengan cara yang lembut? Itulah yang dilakukan Iffah kepada Irfan. Mengapa Iffah menolak niat baik seseorang yang mungkin bagi sebagian perempuan, Irfan adalah laki-laki idaman? Apakah Irfan jelek? Tidak! Justru dia memiliki wajah putih bersih dan badan yang tinggi ideal. Apakah Irfan tidak pintar? Salah! Bahkan dia jadi salah satu lulusan terbaik di kampusnya. Agamanya bagaimana? Tekun! Sering kali dia menjadi imam di mushola dekat rumahnya. Terus apa lagi? Apa yang menjadi alasan Iffah menolak Irfan? Dibalik alasan yang masih abu-abu, kini hadirlah sosok Rayhan. Seorang lulusan Malaya University yang mendekati Iffah. Entah bagaimana keputusan yang diambil Iffah. Apakah Iffah lebih memilih Rayhan? Atau sebenarnya mencintai Irfan dalam diam?

Bab 1 Maaf, Aku Tidak Pantas Buatmu

“Maaf, sepertinya aku tidak pantas buatmu ….”

Sudah satu bulan lamanya Irfan masih termenung memikirkan jawaban yang diberikan oleh perempuan yang didambakannya.

Kata-kata seperti itu bukannya sering digunakan untuk menolak seseorang dengan cara yang lembut?

Itulah yang dilakukan Iffah kepada Irfan.

Mengapa Iffah menolak niat baik seseorang yang mungkin bagi sebagian perempuan, Irfan adalah laki-laki idaman?

Apakah Irfan jelek?

Tidak! Justru dia memiliki wajah putih bersih dan badan yang tinggi ideal.

Apakah Irfan tidak pintar?

Salah! Bahkan dia jadi salah satu lulusan terbaik di kampusnya.

Agamanya bagaimana?

Tekun! Sering kali dia menjadi imam di mushola dekat rumahnya.

Terus apa lagi? Apa yang menjadi alasan Iffah menolak Irfan?

Mungkinkah, status keluarga Irfan yang sederhana sebab dibuat pertimbangan?

Apabila ini akar permasalahannya, maka benar adanya. Irfan bukanlah golongan dari keluarga kaya.

Pun apabila itu alasannya, Irfan rasa dunia ini tak adil. Mengapa materi dijadikan parameter utama sebuah jawaban. Tak adakah pertimbangan-pertimbangan yang lebih utama daripada itu?

Irfan masih memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang ada. Dia masih tak menyangka perempuan itu menolaknya tanpa memberikan alasan.

“Lupakan saja Iffah!”

Apa yang dikatakan Awi kepada Irfan tidak semudah ucapan lisan. Sudah 5 tahun lamanya Irfan menyukai Iffah, bahkan saat itu masih dibangku sekolah. Diam-diam Irfan menyisipkan doa untuk Iffah, berharap Allah mendekatkan dengan perempuan yang disukainya itu.

Irfan mengakui bahwa Iffah sejatinya perempuan yang baik. Tidak suka banyak mengobrol dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Auratnya tertutup dengan balutan jilbab yang sempurna.

Bagaimana Irfan bisa melupakan Iffah?

Bagi Irfan, Iffah adalah dambaan. Teman-temannya pun mengakui bahwa Iffah adalah bidadari yang kesasar di dunia. Wajahnya cantik, putih, senyumnya manis, tutur katanya sopan, walau diberikan anugerah besar seperti itu, dia memilih menjadi perempuan yang asing, tidak suka pamer foto di media sosial.

“Kan dia cantik, mungkin banyak yang suka!”

Awi kembali berbicara kepada Irfan. Irfan masih sulit menerimanya. Irfan yakin bahwa Iffah adalah perempuan yang menjaga dirinya dengan baik. Walau tidak sering bertemu dengannya, tidak sering bisa chat dengannya, Irfan tahu dari teman-teman perempuan Iffah. Iffah enggan dirayu, digombali oleh para buaya-buaya.

Bukankah Irfan dan Iffah memiliki kesamaan?

Apabila Iffah demikian, pun dengan Irfan yang sampai sekarang berusaha menjaga dirinya, tidak mudah mengatakan cinta kepada perempuan, berucap tegas saat mengobrol dengan perempuan. Lalu apa lagi yang salah?

Irfan kembali merenung, mengingat-ingat sebulan yang lalu ketika berada di rumah Iffah. Bu Aisyah, bundanya Iffah terkaget ketika Iffah menolak lamaran Irfan. Bundanya sampai-sampai terus mempertanyakan keputusan yang diambil oleh putrinya seamata wayang itu.

Apakah Iffah tidak mau memikirkan dulu sebelum menolaknya?

Berulang kali Bu Aisyah menyampaikan pandangannya kepada Iffah. Beliau mengatakan bahwa Irfan adalah laki-laki yang baik, bertanggung jawab, tidak plin-plan, artinya memiliki prinsip. Apabila berani datang ke rumah ini, berarti dia sudah serius dengan Iffah.

Tetap saja!

Iffah menggelengkan kepala. Iffah tidak banyak berbicara. Tidak ada alasan penolakan yang keluar dari lisannya, kecuali satu kalimat yang dikatakan itu.

Bu Aisyah kembali mengingatkan putrinya agar berpikir jernih. Lebih baik istikharah terlebih dahulu daripada memutuskan sesuatu dengan gegabah. Beliau tidak mau terjadi sesuatu yang merugikan putrinya.

Irfan itu laki-laki soleh loh, Nak!

Iffah diam mendengarkan penjelasan bundanya. Bu Aisyah masih berharap putrinya kembali menarik perkataannya. Bukankah apabila ada laki-laki soleh yang mendatangi keluarga perempuan untuk niat yang baik, maka tidak ada alasan untuk tidak menerimanya?

Iffah masih diam. Setelah itu meninggalkan perbincangan itu.

Kini, harapan Irfan untuk mempersunting Iffah telah gagal. Hati Irfan menjadi tidak karuan. Irfan sadar sebagai muslim yang baik, harus bisa menerima setiap apa yang menjadi takdir.

Sabar!

Irfan sudah mencoba bersabar. Tetap saja dia tidak bisa bohong kalau hatinya masih sakit. Hatinya bak gelas yang jatuh ke lantai. Pecah! Sulit tuk diperbaiki.

Bagaimana dengan Iffah?

Irfan tidak tahu-menahu bagaimana keadaan Iffah setelah itu. Mungkin Iffah tidak lagi memerdulikan Irfan. Tiada tempat bahkan sedikit pun dihatinya untuk Irfan.

“Mungkin Iffah sudah punya laki yang disukainya!”

Awi kembali berbicara. Apa benar seperti itu? Jika demikian, mengapa Iffah tidak jujur saja kepada Irfan?

Apakah Iffah ragu akan alasannya itu bisa membuat Irfan bertambah sakit?

Justru dengan jawaban tanpa alasan menyebabkan hati Irfan tidak menentu. Perasaannya serasa dipompa, terasa naik turun. Sakit. Sakit sekali!

Bu Aisyah juga tidak tahu banyak tentang masalah itu.

Irfan lelah akan keadaan ini. Begini ya rasanya apabila terlalu suka pada perempuan yang bahkan belum tahu dia jodohnya atau bukan.

Ikhlas … ikhlas … sulit sekali mengikhlaskan sesuatu yang sudah tertanam dihati. Rasa-rasanya hati terasa hampa. Rasa-rasanya hati terasa sesak.

‘Mana imanmu? Mana taqwamu?’

Batin Irfan memberontak! Hanya karena perempuan mengapa engkau menjadi lemah, Irfan. Apa tidak malu pada Allah yang senantiasa paling dekat, paling sayang, paling cinta kepada hambanya. Dan kini lebih memilih memikirkan perempuan yang jelas-jelas sudah menolak niat baikmu, Irfan?

Mengapa engkau menjadi tidak bersemangat seperti dulu? Tidakkah kau tahu bahwasanya di atas ‘arasy sana sedang merindu tahajudmu?

Kini Irfan, kau bukanlah yang dulu. Malammu digunakan sibuk memikirkan perempuan itu, sampai-sampai melupakan waktu qiyamulailmu, Al Quran tak lagi dibuka, Subuh seringkali dibuat tidur, dengan dalih tidak mood, letih, capek.

“Kamu bukan Irfan yang ku kenal!”

Awi lagi-lagi menampar hati Irfan dengan lisannya. Bagaimana Irfan bersikap, sedang hatinya masih menyimpan file bernama Iffah. Irfan tidak tahu bagaimana cara menghapus file itu. Tapi, apakah benar Irfan ingin menghapusnya? Jujur, iya atau enggak?

Kenyataannya tidak! Daripada dihapus, Irfan memilih memberikan password paling rumit untuk file bernama Iffah dalam hatinya. Irfan berdalih itulah satu-satunya cara dia bisa melupakannya. Melupakan tidak harus dihilangkan, tetapi cukup dikunci dengan sangat kuat hingga dia tak mampu lagi melihat isi dari filenya.

Irfan sendiri berharap lupa akan password yang diberikannya sendiri. Biarlah file itu mengendap, lupa, bersama perasaan.

Irfan harus menjadi dirinya seperti yang dulu-dulu. Tentang perempuan? Ahh, dia sementara ini tak ingin membahas itu dulu. Hatinya yang bak gelas yang jatuh ke lantai tadi, serpihan pecahannya perlahan disatukan kembali.

Memang tidak bisa sempurna seperti sediakala. Tetapi setidaknya, serpihan di lantai tadi tidak ikut melukai seseorang yang melewatinya. Yaah, Irfan tidak mau karena sikapnya menjadikan orang terdekatnya ikut tersakiti.

Maafkan emosi Irfan. Maafkan kegaulauan Irfan. Irfan akan bangkit dan menunjukkan kepada tuhan, bahwa dia tetap Irfan yang dulu, yang senantiasa mewarnai kesehariannya dengan sesuatu yang bermanfaat, disetiapnya berisi kebaikan-kebaikan.

Tentang Iffah, Irfan tak lagi peduli!

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY