/0/3782/coverbig.jpg?v=257f762159c1268ce587f41a803191f4)
Ara Qubilah Iskander, gadis cantik berdarah Turki yang sejak dari kecil sangat mengagumi Chandra Syauqi Abimana, pria remaja yang tak lain adalah adik dari mamanya. Ara menganggap Chandra sebagai pangeran yang selalu menjadi pahlawan untuknya. Namun berbeda dengan Chandra, pria remaja itu menganggap Ara gadis yang selalu menyusahkannya, bahkan tidak membiarkannya hidup dengan tenang. Hingga pada suatu malam, Chandra dan Ara terlibat dalam sebuah kesalah pahaman hingga membuat mereka berselisih, bahkan membuat Chandra membenci Ara. Akankah keduanya bisa akur kembali? Dan apakah Ara masih menganggap Chandra sebagai pahlawan untuknya? Seputar novel bisa follow IG @ropiah_201
Hari telah berganti minggu, dan bulan telah berganti tahun. Dua anak kecil dengan rentan usia yang tak jauh berbeda kini telah tumbuh menjadi sosok remaja yang cantik dan tampan. Mereka tumbuh di tengah keluarga yang hangat dan harmonis.
Keduanya sering dipertemukan dalam suatu acara keluarga. Meski jarak yang cukup jauh memisahkan mereka didua negara namun keduanya menjalin keakraban.
Ara Qubilah Iskander, gadis berusia tujuh belas tahun dibesarkan di Turki dengan kasih sayang yang melimpah yang ia dapatkan pada semua anggota keluarga, dan menjadikannya gadis periang dan manja, namun begitu menjadikan Ara gadis dengan prilaku baik dan santun.
Gadis itu terus saja merajuk dan merengek agar keinginannya bersekolah di Indonesia dapat di penuhi oleh kedua orang tuanya. Tujuan utamanya adalah ingin lebih dekat dengan pamannya yang tak lain adalah adik dari anne Ika, namun Ara lebih menganggap sosok Chandra sebagai pangeran impiannya ketimbang menganggap Chandra sebagai pamannya.
"Aku berjanji saat berada di Indonesia tidak akan menyusahkan oma Cyra dan Opa Chaka, aku akan menjadi gadis manis, tidak banyak tingkah dan penurut."
"Ayo lah Anne, ayolah Baba, boleh ya boleh ya."
Ara terus saja merayu kedua orang tuanya agar diberi izin, segala upaya sudah iya lakukan untuk mengambil kepercayaan kedua orang tuanya, Ara ingin merasakan suasana dan pengalaman baru dalam hidupnya.
"Baiklah baba akan mengizinkan."
Mendengar kata itu yang terucap dari baba Esad membuat Ara berloncat kegirangan, layaknya seorang anak kecil yang mendapatkan mainan baru.
Meski banyak pesan yang ia harus ingat dari kedua orang tuanya serta Nine ikut memberikan wejangan untuknya, namun tidak membuat gadis itu merasa bosan. Ia sudah sangat senang akan bertemu seseorang yang sebentar lagi akan selalu dapat ia lihat setiap hari.
"Ara apa kamu sudah mengerti dengan apa yang kita katakan?"
Gadis itu mengangguk dengan semangatnya.
"Apa?"
Ara terlihat berpikir, ia kurang mendengarkan, pikirannya sudah tertuju pada satu nama.
"Iya aku ingat Anne, Anne tenang saja," katanya sambil menyengir.
"Benarkah? sepertinya yang anne perhatikan kamu tidak ingat satupun perkataan anne," tebak Ika.
Ara menyengir semakin lebar, memperlihatkan deretan gigi putihnya, anne Ika selalu dapat menebak apa yang putrinya pikirkan serta apa yang akan Ara lakukan, anne Ika mama yaang terbaik yang Ara punya.
Anne Ika berdecak dengan tingkah putrinya itu, baginya Ara masihlah putri kecilnya hingga kapanpun.
Satu minggu setelah mengurus semua keperluan Ara dari surat-surat kepindahan sekolahnya, serta barang-barang pribadinya sudah Ara persiapkan. Dan selama satu minggu itu juga anne Ika, baba Esad serta nine El terus saja berpesan ini dan itu hingga membuat Ara hafal di luar kepala.
Karena sayangannya keluarga pada Ara membuat mereka tidak rela melepas kepergian Ara, mereka akan berjauhan dengan gadis manja itu.
Selama kurang lebih dua belas jam perjalanan Ara dari Turki menuju Indonesia, namun tidak membuat rasa lelah melandanya, ia sangat bahagia dan bersemangat.
Chandra Syauqi Abimana, anak bungsu dari Chaka Abimana, pria remaja yang tak banyak bicara, tidak suka diganggu dalam urusan pribadinya namun meski begitu banyak yang menggilainya karena ketampanannya yang menurun dari daddy nya.
Chandra sudah dapat mencium gelagat yang tidak mengenakan, mulai hari ini setelah ia mengetahui putri dari kakaknya akan tinggal di Indonesia membuatnya menjadi malas, gadis itu selalu menyusahkannya bahkan cenderung merepotkannya, bahkan gadis itu selalu menempel bagaikan perangko, membuat Chandra terusik ketenangannya.
Dan hari ini Chandra diminta oleh bunda Cyra untuk menjemput kedatangan Ara di bandara. Belum apa-apa sudah merepotkannya saja, pikir Chandra.
Ara melambaikan kedua tangannya, dengan senyum jenakanya, gadis remaja itu segera berlari ke arah Chandra, meninggalkan koper miliknya tertinggal di belakang. Meski dari kejauhan Ara sudah dapat melihat Chandra, pria tampan itu terlihat sangat kontras meski berada di antara kerumunan hingga mudah untuk Ara menemukan pangeran idolanya itu atau memang matanya hanya berfokus pada satu orang saja.
Sedangan Chandra berdecak, ia membalikan badannya, belum apa-apa ia sudah pusing terlebih dahulu melihat Ara yang begitu bersemangat, belum lagi pesan yang diberikan oleh kakaknya yang semakin membuat sakit kepala.
"Andra selama Ara di sana kamu harus menjaganya, awasi dia. Ara itu terkadang sangat ceroboh dan mudah percaya dengan orang lain, dia selalu berpikir jika semua orang itu baik."
"Andra kakak titip Ara padamu, temani dia ke manapun, hanya kamu yang kakak percaya."
Bla ... bla ... bla ...
Banyak lagi perkataan kakaknya yang membuat Chandra pusing dan terus berputar-putar di kepalanya.
Chandra berpikir jika kakaknya saat ini sedang menitipkan anaknya yang berusia lima tahun padanya, banyak sekali pesan yang dikatakannya itu, padahal kenyataannya adalah usia merekaa hanya terpaut satu tahun.
"Andra!" teriak Ara sudah merentangkan tangannya ingin memeluk pria itu.
Namun saat jarak mereka hanya sekitar tiga jengkal lagi, Andra menempelkan jari telunjuknya pada kening Ara.
"Mau apa kamu Ara?" katanya datar.
"Mau peluk, memangnya Andra tidak merindukanku? kita sudah beberapa bulan tidak bertemu," ocehnya.
"Tidak ada peluk-peluk ya Ara," tegasnya.
Ara mencebikan bibirnya. "Dasar pelit."
Chandra tidak memperdulikan ocehan Ara, Chandra berbalik dan melangkah pergi.
"Ehh Andra mau ke mana?" tanya Ara.
"Pulang, memangnya kamu ingin menginap di sini," katanya tanpa berbalik ke arah Ara.
"Bantu bawakan kopernya, apa Andra tidak kasihan pada Ara."
Andra mendengus dan menghentikan langkahnya, ia berbalik badan menghadap Ara, gadis itu sudah tersenyum semeringah.
"Salah sendiri kenapa kamu membawa barang begitu banyak, padahal di mansion barang-barangmu sudah sangat banyak, apa kamu ingin mengubur mansion dengan barang-barangmu Ara. Jadi bawa sendiri."
Kembali melanjutkan langkahnya.
Seketika senyum secerah mentari itu pudar dari bibir Ara, ia mencebikan bibirnya dan segera mengambil kopernya yang tadi sempat ia tinggal di belakang.
"Andra tungguin Ara!" teriak gadis itu.
"Cepatlah sedikit," sahut Andra.
Ara cemberut sambil mengikuti Andra dari belakang.
Ara terus saja menggerutu hingga ia tidak memperhatikan depan.
Duk!
"Aaww." Ara memegang keningnya yang tidak sengaja menabrak punggung Chandra.
Chandra berbalik badan, berdecak sambil menggeleng. Ara tidak pernah berubah menurut Chandra, gadis itu selalu ceroboh.
"Lain kali gunakan matamu dengan benar Ara." Menarik koper yang berada di tangan Ara.
Ara tersenyum dengan tangan yang masih memegang keningnya, meski Chandra terlihaat acuh dan tidak perduli padanya namun kenyataannya Chandra yang selalu ada untuk membantunya.
"Kenapa masih berdiri di situ, aku akan meninggalkanmu Ara."
"Ehh iya." Berlari menyusul Andra, Ara melingkarkan tangannya pada lengan Chandra.
"Ara."
"Sedikit saja, pelit banget, Ara sudah jinak tidak akan menggigit juga"
"Ara."
"Iya-iya Ara tidak menyentuh Chandra lagi."
Keduanya berjalan menuju mobil untuk pulang ke mansion.
Besambung ....
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?
Sejak kecil Naura tinggal bersama dengan asisten Ayahnya bernama Gilbert Louise Tom, membuat Naura sedari balita sudah memanggilnya "Dady". Naura terus menempel pada laki-laki yang menyandang gelar duda tampan dan kekar berusia 40 tahun. Diusianya yang semakin matang laki-laki itu justru terlihat begitu menggoda bagi Naura.
Aku bingung dengan situasi yang menimpaku saat ini, Dimana kakak iparku mengekangku layaknya seorang kekasih. Bahkan perhatian yang diberikan padaku-pun jauh melebihi perhatiannya pada istrinya. Ternyata dibalik itu semua, ada sebuah misteri yang aku sendiri bingung harus mempercayai atau tidak.
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Sayup-sayup terdengar suara bu ustadzah, aku terkaget bu ustazah langsung membuka gamisnya terlihat beha dan cd hitam yang ia kenakan.. Aku benar-benar terpana seorang ustazah membuka gamisnya dihadapanku, aku tak bisa berkata-kata, kemudian beliau membuka kaitan behanya lepas lah gundukan gunung kemabr yang kira-kira ku taksir berukuran 36B nan indah.. Meski sudah menyusui anak tetap saja kencang dan tidak kendur gunung kemabar ustazah. Ketika ustadzah ingin membuka celana dalam yg ia gunakan….. Hari smakin hari aku semakin mengagumi sosok ustadzah ika.. Entah apa yang merasuki jiwaku, ustadzah ika semakin terlihat cantik dan menarik. Sering aku berhayal membayangkan tubuh molek dibalik gamis panjang hijab syar'i nan lebar ustadzah ika. Terkadang itu slalu mengganggu tidur malamku. Disaat aku tertidur…..