/0/4025/coverbig.jpg?v=18f94d715d55494fb140bdfc8308bb92)
Prima Jayashree, seorang pewaris keluarga Jayashree yang sudah naik tahta menjadi seorang CEO di perusahaan ayahnya, Jayashree Company. Prima dituntut untuk segera menikah dan memiliki pewaris selanjutnya Jayashree Company. Tuntutan itulah yang membawa Prima untuk liburan ke Jepang demi melepaskan rasa frustasinya. Dipandu oleh teman lama yang bekerja di Jepang, Prisma berkeliling kota Tokyo. Di hari kedua tour, Prima membaca sebuah selebaran yang menyewakan keluarga untuk menemaninya. Berbekal bahasa Jepang yang kurang fasih, Prima kemudian menyewa keluarga dengan anggota seorang istri dan seorang anak. Akan tetapi, di hari terakhir penyewaan, Prima berpikir untuk membawa anggota keluarga sewaannya pulang ke Indonesia. Akankah Prima berhasil membawa keluarga sewaan menjadi keluarga yang sesungguhnya meski harus mendustai Sang Ayah?
Gedung pencakar langit yang berdiri kokoh di tengah kota perindustrian dengan papan nama Jayashree Company itu secara bergantian dimasuki oleh para karyawannya. Di antara orang-orang itu, salah satu pria berwajah tirus, berhidung mancung khas Hindustan tampak gagah dengan setelan jas warna navy dengan dasi double windsor knot. Rambut potongan pomade tersisir rapi kebelakang dengan tambahan minyak rambut membuatnya tampil klimis. Senyum yang mampu meluluhkan hati para pekerja wanita setiap pagi itu mulai memasuki lobi dan melambaikan tangan kepada siapa saja yang berpapasan dengannya.
Prima Jayashree, itulah nama yang diberikan oleh ayahnya saat lahir kedunia. Tumbuh dengan penuh kasih sayang dan dimanja Sang Ayah. Ibunya, sudah meninggal lima belas tahun lalu karena kanker hati. Sebagai satu-satunya pewaris Jayashree Company, apapun yang diminta selalu dituruti oleh ayahnya.
Akan tetapi, kekayaan ayah dan pemenuhan kebutuhan lahir sama sekali belum membuat Prima puas akan hal itu. Terang saja, meski dekat dengan beberapa gadis, tidak ada satu pun yang bisa membuat hatinya bergetar.
"Pagi, Papa!" Prima masuk ke ruangan ayahnya tanpa mengetuk.
"Pagi, Nak! Seperti biasa kamu selalu tampil keren. Sudah cocok gantiin ayah beberapa tahun lagi, nih!" ujar ayahnya.
Prima melebarkan tangan, memperlihatkan penampilan dirinya dengan jas semi formal dengan dalaman kaus turtle neck warna putih.
"Aku setiap hari selalu sekeren Papa."
"Tapi, kamu tidak keren kalau masih jomblo. Papa bisa memperkenalkanmu kepada beberapa putri rekan bisnis Papa. Nanti malam ikutlah dalam acara perayaan kontrak. Ada banyak gadis di sana!" ajak Pak Dev Jayashree. Pria berbadan tambun itu mengulurkan kopi kaleng yang baru saja dia keluarkan dari mesin pendingin mini di atas nakas dekat mejanya.
"Papa gak usah repot-repot. Kalau ada jodoh juga pasti datang sendirinya." Alasan klasik Prima setiap kali diminta ayahnya untuk menikah atau mengajak Sang Putera ke acara-acara formal perusahaan.
"Selalu saja alasanmu begitu!" Pak Dev menepuk pundak puteranya yang tegap nan datar. Pundak itulah yang dia harapkan nantinya untuk meneruskan perusahaan. Pundak yang harus siap menanggung beban kekayaan yang dirasa tidak akan ada habis hingga tujuh keturunan nanti.
Prima melempar pantat di sofa mewah di ruangan ayahnya. Dia memutar tutup kaleng kopi kemudian menenggak sedikit. Tangan yang kekar meraih sebuah katalog furniture rumah di atas meja. Menopang buku tebal itu di atas kaki jenjang yang disilangkan.
"Permisi!" Suara lembut seorang wanita membuat mata Prima teralihkan dari katalog. Wanita dengan rok pendek lima senti di atas lutut dengan atasan berwarna senada itu mengedip nakal ke arah Prima. Rambutnya yang cokelat lurus melewati bahu dibiarkan tergerai dan ujungnya menjuntai melewati bahu. Polesan lipstik warna merah hati menghiasi bibirnya yang tipis. Make up yang natural tidak membuatnya kalah dengan artis Korea. Pokoknya, siapapun lelaki yang berpapasan dengan wanita seakan mampu terhipnotis oleh pesona kecantikannya.
"Pagi, Sayang!" Pak Dev memeluk mesra pinggang wanita yang ramping. Lalu mengecup mesra pipi wanita itu.
Prima tertegun melihat tingkah Sang Ayah langsung di depan mata. Kelopak mata dengan bulu lentik itu mengerjap beberapa kali.
"Ada yang perlu kutandatangi?" tanya Pak Dev pada wanita itu sembari melepaskan tangan yang melingkar di pinggan wanita itu.
"Tentu saja, Tuan!" ucapnya mesra sembari meletakkan map warna biru pudar di atas meja kerja mewah Pak Dev.
Pak Dev mengeluarkan kacamata dari balik saku jasnya kemudian menarik pulpen mewah dari kantong jas di dadanya. Pria itu mengambil tempat di kursi direktur. Memeriksa sebentar dokumen yang diberikan wanita tadi lalu membubuhkan tanda tangan setelah semua dirasa benar.
Selagi Pak Dev lengah, wanita itu menoleh ke arah Prima dan kembali melemparkan kedipan nakal. Bukannya terpesona, Prima malah bergidik geli.
"Sudah!" ucap Pak Dev sembari menutup map kemudian menyerahkannya kembali kepada si wanita.
Wanita itu mendekatkan wajah, menggoda dengan menunjukkan belahan tombol kebanggaan.
"Makasih!" ucap wanita itu genit. Dia menarik map kemudian melambai. Meninggalkan Pak Dev dan puteranya di ruangan itu.
"Apa itu tadi, Pa?" Prima masih terheran dengan wanita itu.
"Calon mama baru!"
"Hah?" Prima menelengkan kepala. Berharap ayahnya hanya bercanda.
Tingkah ayahnya semakin aneh saja beberapa tahun belakangan.
"Mana mungkin calon mamaku sepantaran denganku!" protes Prima pada ayahnya yang sedang tersenyum menyeringai.
"Hahaha, Prima ... Prima! Gak apa kalau Papa bersenang-senang saja sedikit menikmati masa tua. Kamu jangan kalah sama Papa, ya!"
"Pa!"
"Ya sudah, Papa tinggal dulu. Pokoknya kamu harus dapat pacar akhir tahun ini!"
Pak Dev melepas kacamatanya, mengedip nakal ke arah putra semata wayang yang duduk santai di sofa mewah ruang kerja. Sepeninggal ayahnya dari ruangan itu, Prima melengos asal-asalan, menegadahkan kepalanya ke langit-langit sambil bersandar pada daun sofa.
Prima memijat kepalanya yang tidak sakit. Pikirannya mulai melayang jauh tentang bagaiman jika wanita yang barusan itu benar-benar menjadi ibu sambungnya. Bisa-bisa dia ikut campur segala urusan batin Prima. Terlebih lagi, wanita itu ebih cocok menjadi saudara perempuan dibandingkan menjadi ibu karena sepantaran. Prima bergidik geli, dia berdecak, bibirnya kemudian bergetar.
"Sudah mulai jadi sugar daddy!"
Tingkah ayahnya di kantor sama sekali tidak pernah dia bayangkan akan seperti itu. Dibalik wibawa Sang Ayah yang selalu dia kagumi sebagai seorang pemimpin, kecerdasan dalam mengkoordinir tim dan ketegasan tanpa pandang bulu, Prima baru menyadari tingkah ayahnya itu sekarang. Seakan menyindir dirinya yang sampai saat ini masih menikmati masa lajang.
Terang saja, Pak Dev masih terlihat awet muda meski usianya sudah nyaris memasuki usia lima puluh dua tahun. Jika mereka berjalan berdua dalam sebuah kesempatan, Prima dan Pak Dev bahkan terlihat seperti kakak beradik. Kesalahpahaman di mata orang-orang yang sering terjadi. Tidak hanya itu, tubuh Pak Dev masih tampak bugar karena sering menyempatkan diri untuk berolahraga di waktu senggang.
Prastu menemukan seorang wanita tergeletak di trotoar. Wanita itu bernama Erika Hana, seorang manager yang bekerja untuk sebuah industri makanan. Karena janji orang tua keduanya di masa lalu, mereka terpaksa harus bertunangan tanpa cinta.
Selama tiga tahun pernikahannya dengan Reza, Kirana selalu rendah dan remeh seperti sebuah debu. Namun, yang dia dapatkan bukannya cinta dan kasih sayang, melainkan ketidakpedulian dan penghinaan yang tak berkesudahan. Lebih buruk lagi, sejak wanita yang ada dalam hati Reza tiba-tiba muncul, Reza menjadi semakin jauh. Akhirnya, Kirana tidak tahan lagi dan meminta cerai. Lagi pula, mengapa dia harus tinggal dengan pria yang dingin dan jauh seperti itu? Pria berikutnya pasti akan lebih baik. Reza menyaksikan mantan istrinya pergi dengan membawa barang bawaannya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benaknya dan dia bertaruh dengan teman-temannya. "Dia pasti akan menyesal meninggalkanku dan akan segera kembali padaku." Setelah mendengar tentang taruhan ini, Kirana mencibir, "Bermimpilah!" Beberapa hari kemudian, Reza bertemu dengan mantan istrinya di sebuah bar. Ternyata dia sedang merayakan perceraiannya. Tidak lama setelah itu, dia menyadari bahwa wanita itu sepertinya memiliki pelamar baru. Reza mulai panik. Wanita yang telah mencintainya selama tiga tahun tiba-tiba tidak peduli padanya lagi. Apa yang harus dia lakukan?
"Ada apa?" tanya Thalib. "Sepertinya suamiku tahu kita selingkuh," jawab Jannah yang saat itu sudah berada di guyuran shower. "Ya bagus dong." "Bagus bagaimana? Dia tahu kita selingkuh!" "Artinya dia sudah tidak mempedulikanmu. Kalau dia tahu kita selingkuh, kenapa dia tidak memperjuangkanmu? Kenapa dia diam saja seolah-olah membiarkan istri yang dicintainya ini dimiliki oleh orang lain?" Jannah memijat kepalanya. Thalib pun mendekati perempuan itu, lalu menaikkan dagunya. Mereka berciuman di bawah guyuran shower. "Mas, kita harus mikirin masalah ini," ucap Jannah. "Tak usah khawatir. Apa yang kau inginkan selama ini akan aku beri. Apapun. Kau tak perlu memikirkan suamimu yang tidak berguna itu," kata Thalib sambil kembali memagut Jannah. Tangan kasarnya kembali meremas payudara Jannah dengan lembut. Jannah pun akhirnya terbuai birahi saat bibir Thalib mulai mengecupi leher. "Ohhh... jangan Mas ustadz...ahh...!" desah Jannah lirih. Terlambat, kaki Jannah telah dinaikkan, lalu batang besar berurat mulai menyeruak masuk lagi ke dalam liang surgawinya. Jannah tersentak lalu memeluk leher ustadz tersebut. Mereka pun berciuman sambil bergoyang di bawah guyuran shower. Sekali lagi desirah nafsu terlarang pun direngkuh dua insan ini lagi. Jannah sudah hilang pikiran, dia tak tahu lagi harus bagaimana dengan keadaan ini. Memang ada benarnya apa yang dikatakan ustadz Thalib. Kalau memang Arief mencintainya setidaknya akan memperjuangkan dirinya, bukan malah membiarkan. Arief sudah tidak mencintainya lagi. Kedua insan lain jenis ini kembali merengkuh letupan-letupan birahi, berpacu untuk bisa merengkuh tetesan-tetesan kenikmatan. Thalib memeluk erat istri orang ini dengan pinggulnya yang terus menusuk dengan kecepatan tinggi. Sungguh tidak ada yang bisa lebih memabukkan selain tubuh Jannah. Tubuh perempuan yang sudah dia idam-idamkan semenjak kuliah dulu.
Cerita rumah tangga dan segala konflik yang terjadi yang akhirnya membuat kerumitan hubungan antara suami dan istri
Kaluna Evelyn sudah menikah Dengan Eric Alexander Bramastyo selama kurang lebih 10 tahun. Namun, Eric sama sekali tidak mencintai Luna. Ia memiliki kebiasaan yang sering bergonta-ganti wanita. Itulah yang menyebabkan Luna semakin sakit hati, namun ia tidak bisa bercerai dengan Eric karena perjanjian kedua keluarga. Ditengah keterpurukannya, ia mengalihkan rasa sakit hatinya kepada minuman keras. Dan disaat, ia mabuk, ia melakukan kesalahan dengan tidur bersama ayah mertuanya sendiri. Seorang pria dewasa bernama Brian Edison Bramastyo. Yang tidak lain dan tidak bukan, adalah ayah dari Eric sendiri. Brian yang berstatus duda, tidak bisa berkutik ketika Luna mulai menggodanya karena pengaruh minuman keras. Dan setelah kesalahan di malam itu, Luna dan sang papa mertua saling mengulangi kesalahan nikmat yang sama. Brian yang mampu memberikan nafkah batin pada Luna, harus menahan rasa perih karena mengkhianati putranya sendiri, dan menjadi tidak bermoral karena bermain gila dengan sang menantu. Namun apa boleh buat, semua sudah terlanjur dan mereka berdua sama-sama kesepian. Hubungan mereka tetap berlanjut, hingga akhirnya Eric mengetahui hubungan mereka dan menceraikan Luna. Namun, beberapa waktu kemudian, diketahui bahwa alasan Eric menceraikan Luna adalah dia sudah menghamili kekasihnya, yang bernama Bianca. Mereka menjalani hidup masing-masing. Eric pergi jauh dari kehidupan Brian dan Luna. Brian dan Luna pun memilih untuk bersama.
Yolanda mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Setelah mengetahui taktik mereka untuk memperdagangkannya sebagai pion dalam kesepakatan bisnis, dia dikirim ke tempat kelahirannya yang tandus. Di sana, dia menemukan asal usulnya yang sebenarnya, seorang keturunan keluarga kaya yang bersejarah. Keluarga aslinya menghujaninya dengan cinta dan kekaguman. Dalam menghadapi rasa iri adik perempuannya, Yolanda menaklukkan setiap kesulitan dan membalas dendam, sambil menunjukkan bakatnya. Dia segera menarik perhatian bujangan paling memenuhi syarat di kota itu. Sang pria menyudutkan Yolanda dan menjepitnya ke dinding. "Sudah waktunya untuk mengungkapkan identitas aslimu, Sayang."