Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Sekretaris Cupu Vs Boss Arrogant
Sekretaris Cupu Vs Boss Arrogant

Sekretaris Cupu Vs Boss Arrogant

4.9
140 Bab
245.9K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Mengandung adegan dewasa 21+ Harap bijak memilih bacaan! Permainan dimainkan oleh siapa saja. Di kalangan mana saja, kelas atas atau kelas bawah, mereka memiliki permainannya masing-masing. Sama halnya dengan seorang boss yang memiliki mainannya sendiri. Namun, apakah pantas seorang boss memainkan hati sekretarisnya sendiri? Carla Azannadia merasa hidupnya kurang beruntung, ia terlahir dari seorang ibu yang merupakan pembantu rumah tangga di rumah keluarga Barrack. Tetapi, sebuah kecelakaan pesawat membuat ibunya dan anggota keluarga Barrack meninggal dunia. Ia kini bekerja sebagai seorang sekretaris di perusahaan Royal Group. Namun, ia tak benar-benar menjadi sekretaris, ia diperintahkan oleh Gerald Barrack Amyts untuk menjadi mata-mata. Itulah awal mula dari semua penderitaan yang menimpa Carla. Akankah Carla memiliki cinta sejati yang selalu ia impikan? Bisakah ia lepas dari permainan Bossnya?

Bab 1 Pembunuh Wanita

"Carla, hantarkan makanan ini kepada tuan Gerald," perintah seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah Nita Andriani, ibunya Carla.

"Ibu tahu sendiri kan, bagaimana sikap Gerald kepadaku ketika menghantarkan sarapan ke kamarnya kemarin," sahut Carla dengan tangan yang sibuk mencuci piring.

"Memangnya Gerald bersikap seperti apa? Kok, ibu tidak ingat," ujar Nita yang kini sibuk membereskan piring ke tempatnya sambil mengingat-ingat ucapan Carla.

"Ibu ini, selalu cepat lupa," keluh Carla yang kini selesai mencuci piringnya.

"Kemarin Gerald terus mencegahku kebawah sehingga aku tidak bisa membantu ibu membersihkan rumah besar ini," keluh Carla.

"Tetapi kali ini Gerald yang memintanya, Carl,"

Nita menyodorkan nampan berisi menu sarapan Gerald kehadapan Carla yang langsung disambar oleh Carla.

Carla Azannadia, anak seorang Nita yang merupakan asisten di rumah keluarga Barrack. Ia tumbuh dan berkembang konglomerat ini bersama ibunya lantaran ayahnya meninggal dunia sejak ia masih bayi. Beruntungnya Barrack dan istrinya dengan baik hati mengizinkan mereka tinggal bersama.

Pakaian khas asisten rumah tangga melekat ditubuh Carla yang masih berusia 20 tahun. Meski begitu, kecantikan paras serta kepintarannya tak bisa disembunyikan, wajah berbentuk oval dihiasi dengan rambut kecoklatan sepunggung, alis yang melengkung dengan sempurna, bibir ranum yang hanya dipoles sedikit lipgloss, dan pipi putih yang senantiasa memerah ketika terlalu lelah bekerja.

Carla menjadi lulusan terbaik pertama di SMA Nusa Bangsa dengan nilai ujian nasional terbesar kedua nasional. Ia teramat membanggakan sekolah. Meski begitu, ia tak berniat mencari pekerjaan lain.

Baginya, bekerja di rumah keluarga yang sudah mau menyekolahkannya sampai SMA ditambah mengizinkannya dan ibunya tinggal di rumah besar itu sudah cukup. Beruntungnya lagi, ia bisa bersahabat baik dengan Gerald, anak dari Barrack Adibaskara, pemilik perusahaan Barrack Holdings yang bergerak di bidang properti.

Carla membawa nampan berisi segelas susu, segelas air putih, dan roti panggang selai alpukat di tangannya. Ia bergegas ke kamar Gerald yang berada di lantai tiga. Carla melangkahkan kakinya menuju lift yang berada di dekat ruang makan. Namun, baru saja ia menekan tombol lift, suara bariton milik Barrack memenuhi indera pendengarannya,

"Carla, simpan saja menu makanan Gerald disini dan suruh dia turun sekarang juga," tegasnya.

Carla menundukkan kepalanya dan berjalan menuju meja makan. Ia menyimpan menu sarapan Gerald diatas meja kemudian berpamitan, "Baik, Tuan. Saya permisi dulu."

"Katakan juga padanya bahwa ada hal penting yang harus kita bicarakan," perintah Irina, ibu Gerald.

"Baik, Tuan, Nyonya. Saya permisi dulu."

Lift membawa Carla ke lantai tiga tempat Gerald berada. Penthouse mewah ini terdiri dari lima lantai dan satu ruangan bawah tanah yang menjadi tempat Gerald selaku CEO Barrack Holdings dan ayahnya membicarakan perihal bisnis dan perusahaan. Penthouse besar ini hanya ditempati oleh Barrack, Gerald, Irina dan beberapa asisten rumah tangga yang diizinkan tinggal disini.

Sementara itu adik Gerald, Jossi Barrack Liandry bersekolah di Prancis dan pulang sebulan sekali. Kakaknya, Gustaf Leonard Barrack sudah menikah dengan seorang model cantik asal Singapura, Rania Bernabeu dan menetap di sana.

Pintu lift terbuka, menampilkan ruangan yang serba berwarna abu tua. Carla melangkahkan kakinya menuju kamar Gerald yang berseberangan dengan lift. Ia memasukkan sandi kamar Gerald kemudian masuk kedalamnya. Suasana kamar yang selalu berantakan membuat Carla menggelengkan kepalanya.

"Tuan besar menyuruh anda untuk sarapan di bawah, Tuan. Ada sesuatu yang ingin beliau bicarakan," ucap Carla formal kepada Gerald yang sekarang tengah memunggunginya.

Punggung yang senantiasa selalu tegap dan bahu yang lebar membuat Gerald nampak gagah dari belakang. Meskipun setiap hari Carla melihatnya, tak mengurangi rasa kagum Carla terhadap pria di hadapannya itu.

"Kau selalu saja berkata formal padaku, Carl. Aku tak suka itu," sanggah Gerald sambil berbalik menghadap Carla.

Seketika terpampang dengan nyata wajah tegas khas blasteran Indonesia-Eropa dengan iris mata hitam setajam elang, rambut yang tersisir rapi menampilkan jidatnya yang sempurna, hidung mancung, dan bibirnya, merah merekah, menampilkan senyum yang bisa membuat siapa saja terpesona.

"Maafkan saya, Tuan. Anda ditunggu oleh tuan besar dibawah."

"Carl, sekali lagi kau berkata formal, aku tidak akan turun kebawah," ancam Gerald yang kini mendekatkan dirinya ke arah Carla.

"Baiklah, Gerald. Cepatlah turun atau aku tidak akan membuatkan roti panggang rendah kalori dan alpukat kesukaanmu itu!" Ancam balik Carla.

"Roti itu dibuat oleh ibumu, Carl. Bukan olehmu."

"Kalau begitu, aku akan tetap berbicara formal kepadamu meski kita sedang berdua saja."

Kali ini Gerald luluh. Ia tak bisa berkutik lagi ketika Carla mengatakan hal tersebut, "Baiklah, Carla. Kau menang."

"Aku memang selalu menang melawanmu, Gerald."

"Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu, Carl. Tolong bantu aku, Carla."

"Aku tak mengerti apa yang kau bicarakan."

"Ayah menyuruhku sarapan di bawah karena ia akan memarahiku. Aku kalah tender dengan Royal Group. Tolong bantu aku kali ini, Carl. Jadilah sekretaris di perusahaan itu dan bunuhlah Andra Azbaniar."

Gerald menatap serius iris Carla yang terlihat membesar, menandakan ia tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Gerald. Ia menarik nafas, "Kau memintaku untuk menjadi seorang pembunuh?"

"Tidak, Carla. Kau salah paham."

"Kau menyuruhku menjadi seorang pembunuh, Tuan Gerald Barrack Amyts," tegas Carla.

Carla meninggalkan Gerald yang masih merasa bersalah kepada sahabatnya itu.

Sesaat sebelum pintu kamar Gerald tertutup, ia sempat mengucapkan sesuatu meskipun ia tak yakin Carla mendengarnya, ucapan yang benar-benar tulus dalam hatinya meminta kesediaan Carla dalam siasat yang sebelumnya tidak pernah ia pikirkan.

Lelaki itu menatap pintu yang kini tertutup, menyaksikan Carla yang melenggang dari hadapannya seraya berkata, "Aku mohon, Carla."

Gerald berjalan keluar dari lift dengan punggung yang sudah merosot, mata yang sibuk menatap sepatu pantofel mengkilatnya, dan langkah yang sengaja ia buat selambat mungkin untuk sampai di meja makan. Namun, jarak meja makan dengan lift hanyalah lima meter, tidak ada alasan lain baginya untuk menolak sarapan bersama orang tuanya.

Baru saja Gerald menarik kursi, Barrack sudah menginterupsinya,

"Ayah tidak mau tahu kamu harus mengalahkan Andra dari Royal Group itu, Gerald!" hardik Barrack dengan tatapan tajam yang dilayangkan kepada Gerald.

"Bukankah ayah sudah melihat bagaimana usaha Gerald untuk memenangkan tender itu?" keluh Gerald yang kini menatap ayahnya.

"Ayah yang salah disini...."

"Ayah salah karena memilih kamu sebagai CEO Barrack Holdings. Jika perusahaan ini dikelola oleh Gustaff, mungkin kita bisa memenangkan tender itu," Ketus Barrack yang berbalik menatap tajam Gerald.

"Lantas mengapa ayah memilih saya jika saya tidak kompeten di bidang ini. Sudah saya katakan sedari awal bahwa saya tidak bisa menjadi apa yang ayah inginkan!"

Emosi Gerald sudah sampai puncaknya. Ia meremas kursi yang sedari tadi dipegang hingga buku-buku jarinya memutih.

"Maafkan saya telah lancang, Tuan."

Carla berdiri di belakang Gerald yang masih emosi. Gerald seketika membalikkan badannya dan menatap Carla dengan tatapan tak percaya, bagaimana bisa ia menyela perbincangan penting antara dirinya dan Barrack.

"Saya bersedia untuk menjadi mata-mata di perusahaan Royal Group, Tuan," tutur Carla sambil memberanikan diri menatap mata Barrack.

"Lantas, setelah kau menjadi mata-mata, keadaan perusahaan akan membaik pikirmu?" sembur Barrack yang kini menyilangkan tangannya didepan dada.

"Saya rasa demikian, Tuan. Saya harus menjadi sekretaris pribadinya, dengan begitu saya bisa mencuri berkas-berkas penting milik Andra."

Carla mencoba untuk meyakinkan Barrack yang terlihat tengah mempertimbangkan ide menarik tersebut.

"Jika kau ku perintah untuk membunuhnya saja, apa kau siap?" desak Gerald yang mencoba memastikan keseriusan Carla.

"Saya siap, Tuan."

"Jaminannya?"

"Nyawa saya, Tuan."

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY