/0/7050/coverbig.jpg?v=728900793c32abdedc3805fd06ce364e)
Jelita Almeera gadis dengan nama cantik namun tak secantik fisiknya. Jelita memiliki wajah yang sangat tidak cantik pada masa itu kerap menjadi bahan perundungan di bangku sekolah. Sedangkan Arveen pria yang memiliki wajah nyaris sempurna dan telah lama di sukai Jelita justru mempermainkannya, sampai beberapa tahun kemudian takdir mempertemukan kembali keduanya Jelita pun berkerja di perusahaan yang dinaungi Arveen, kedekatan mereka perlahan terjalin beriringan dengan terungkapnya kematian kakak Jelita beberapa tahun lalu yang ternyata melibatkan anggota keluarga Arveen.
"Kikan, ayo sarapan," ujar lembut wanita paruh baya, seraya meletakan beberapa lau pauk di meja makan, memanggil nama putri sulungnya beberapa kali,"Jelita, panggil kakak mu Kikan," sambung ibu Nita melihat Jelita putri keduanya yang baru keluar dari kamarnya.
"Baik bu,"
Jelita melagkah menunju kamar kakaknya, memanggilnya beberapa kali seraya mengetuk pintu.
"Bu, kak Kikan tidak menjawab, kamarnya terkunci," adu Jelita mengahampiri ibunya.
"Yasudah biar ibu yang membangunkan," Ibu Nita pun segera menuju kamar putrinya,"Kikan, bangun nak, sudah siang ayo kita sarapan," ujar lembut ibu Nita memanggil beberapa kali, namun tetap tidak tidak ada jawaban dari dalam kamar,"Kikan," tetap memanggil namun dengan nada yang panik karena tdak biasanya Kikan bangun siang terlebih tidak menyahut saat di panggil.
"Bu, Jelita panggil tetangga saja ya untuk mendobrak pintu,"
Sama seperti ibunya, Jelita pun mulai panik, bahkan Jelita mencoba menghubungi Kikan terdengar jelas nada dering ponsel Kikan dari dalam kamar, menandakan Kikan tengah berada di dalam.
"Ya Jelita, cepat panggil tetangga,"
Jelita pun bergegas pergi keluar rumah meminta tolong pada para tetangga, mendegar penjelasan dari Jelita beberapa tetangga segera masuk ke dalam rumah, sedang ibu Nita masih berusaha memanggil seraya mengetuk pintu, berharap Kikan akan menyahut dari dalam.
"Kita dobrak saja ya bu," ujar salah seorang tetangga.
"Iya pak, di dobrak saja," ibu Nita pun setuju.
Dua orang pria pun segera mendobrak pintu kayu itu. Dengan beberapa kali dorongan yang kuat pintu itu pun ambruk.
"Kikan !! "
Ibu Nita berteriak histeris, objek yang pertama di lihatnya adalah Kikan yang sudah tidak berdaya, kakinya mengantung di atas ranjang, dengan seutas tali yang membelit di lehernya.
"Kak Kikan ! "
Jelita pun menangis histeris melhat Kikan yang sudah tergantung tak beryawa.
"Kita harus menelepon polisi," ujar salah seorang tetangga, tidak ada yang berani menyentuh jasad Kikan selain pihak yang berwenang.
Suara isak tangis terdengar memilikan dari dalam rumah sederhana itu, air mata wanita paru baya yang baru saja kering pasca di tinggal suaminya harus kembali pecah melihat putri sulungnya yang tiba tiba harus meninggal dengan cara yang mengenaskan, ibu Nita terus memeluk jasad putrinya wajah cantiknya kini sudah membiru. Tidak lama kemudian polisi datang, jasad Kikan pun segera di bawa ke rumah sakit untuk di lakukan autopsi.
"Di makan dulu bu,"
Jelita mengahmpiri ibu Nita yang tengah terduduk lesu di ruang tengah dengan pandangan kosongnya, meletakan sepiring nasi dan lauk di meja.
Ibu Nita hanya menggeleng pelan,"Makan bu, nanti ibu bisa sakit," bujuk Jelita duduk di sebelah sang ibu meraih tangan yang sudah keriput itu.
"Apa mungkin Kikan di bunuh?"
Ibu Nita menatap Jelita, ia yakin jika putrinya itu pasti di bunuh, kerena tidak mungkin Kikan bunuh diri. Kikan gadis yang cantik, pintar dan di senangi banyak orang, di mata ibu Nita putrinya itu menjalani hidup yang sempurna, terlebih setelah mendapatkan beasiswa di salah satu universitas ternama di Jakarta, Kikan yang menjelang detik detik lulus dari SMA nya itu pun tampak begitu ceria jadi tidak ada alasan untuk Kikan mengakhiri hidupnya, fikir ibu Nita.
"Kita tunggu hasil autopsi besok ya bu," balas Jelita tidak bisa menerka jika Kikan di bunuh atau memang murni bunuh diri."Sekarang ibu makan dulu ya," bujuknya kembali, menatap khawatir sang ibu karena tidak ada makanan yang masuk sejak pagi tadi.
Keesokam harinya polisi pun kembali mendatangi kediaman ibu Nita, dengan membawa hasil autopsi yang menyatakan Jika Kikan murni bunuh diri, tidak ada tanda tanda penganiayaan di tubuhnya, mendengar hal tersebut tangis ibu Nita kembali pecah, ia tidak menyangaka jika Kikan akan melakukan hal itu juga tidak mengerti hal apa yang mendasari Kikan sampai nekad untuk bunuh diiri, selanjutnya jasad Kikan pun di serahkan untuk di makamkan.
Tanah merah pemakaman itu masih basah, ibu Nita dan Jelita berjongkok membaca lantunan ayat ayat suci Al Quran bersama para pelayat lainya, satu persatu setelahnya para pelayatpun meninggalkan area pemakaman, ibu Nita kembali menangis terisak, jemarinya mengusap nisan yang bertuliskan Kikan Clarissa.
"Kikan, kenapa kamu meninggalkan ibu seperti ini?" lirih ibu Nita, bukan tidak mengiklaskan tapi cara Kikan menjemput ajalanya sendiri yang membuat perasaan ibu Nita tersayat, entah permasalahan seperti apa yang tengah di hadapi Kikan sehingga dia memilih jalan pintas itu.
"Kita harus berusaaha mengiklasaknya bu," Jelita mengusap bahu ibu Nita, berusaha menenagkan tangis wanita yang di cintainya itu.
Hampir satu jam mereka di pemakaman meratapi kepergian Kikan, mereka pun kembali ke rumah sore itu.
"Ibu istirahat saja ya, biar Jelita yang masak untuk makan malan," ujar Jelita menatap wajah ibunya yang tampak lelah dengan matanya yang sembab. Ibu Nita mengganguk pelan, lalu masuk ke kamarnya.
Jelita pun masuk ke kamarnya, mengganti pakainya, ia kleuar dari kamar dan hendak ke dapur untuk memasak makan malam, langkah kakinya terhenti di depan kamar Kikan. Jelita membuka daun pintu yang tertutup itu, Jelita memutar pandanganya, kamar sederhana itu tampak sepi, kelopak matanya mulai berembun mengingat Kikan yang biasanya selalu tersenyum jika adiknya itu masuk ke kamar dan bersanda gurau denganya, kini tidak ada lagi senyum manis itu.
Jelita duduk di tepi ranjang, mengahapus air matanya yang terjatuh, ini terlalu tiba tiba, membuat dadanya sesak kehilangan kakak perempuan satu satunya.
"Apa ini?" Jelita memicingkan matanya, melihat secarik kertas di atas nakas, membuka dan perlahan membaca tulisan di sana.
Kau sudah mengahncurkan hidupku, kelak aku akan menemuimu di neraka.
Seketika Jelita bergedik ngeri membaca secarik surat yang penuh terseirat akan dendam itu, Jelita mengeryitkan dahinya, tidak tau untuk siapa sepenggal kalimat itu di tunjukan. Sepengetahuanya sang kakak adalah sosok yang baik dan ramah tidak mungkin jika Kikan mempunyai musuh. Tapi secarik surat itu mematahkan pemikiran Jelita, ia yakin jika di akhir hidupnya Kikan mempunyai masalah yang begitu berat hingga bertekat mengakhiri hidupnya.
"Aku harus menemukan untuk siapa surat ini di tunjukan," batin Jelita.
"Jelita," panggil ibu Nita masuk ke dslam kamar Kikan,"Jelita, kamu sedang apa di sini?" tanyanya melihat Jelita yang duduk di tepi ranjanng.
"Ti-tidak aku hanya akan merapihkan kamar kak Kikan," Jelita buru buru menyebunyikan surat tersebut di balik tubuhnya, ia memilih untuk tidak mencaritakan hal tersebut kepada ibunya, takut jika hal itu semakin membuat ibujnya merasa sedih.
"Yasudah, cepat ya, kita masak bersama saja," balas ibu Nita mulai bisa tersenyum tipis, ia tidak ingin mengurung diri di kamar dan menangis tntu akan membuat arwah Kikan di sana tidak tenang.
"Iya bu, sebentar ya,"
Ibu Nita pun menutup pintu, Jelita berdiri dari duduknya, ia menagmbil buku di meja belajar Kikan berniat akan menyelipkan surat tersebut di dalam lembar buku itu.
"Apa ini?" mata Jelita memicing melihat selembar foto yang terjatuh dari buku itu.
Jelita meraih foto itu tampak Kikan yang tengah berfoto bersama teman temannya mengenakan seragam SMA.
"Dia manis sekali," puji Jelita melihat senyum ceria Kikan di foto itu bersama teman temnnya, namun ada satu hal yang ganjil di foto itu, pria yang berdiri si samping Kikan tampak merangkulnya mesra tapi wajah pria itu tidak terlihat jelas, wajanhnya di tutupi dengan coretan pulpen, seolah Kikan ingin menyingkirkan pria itu di foto.
"Apa ini pacar kak Kikan?" Jelita mengeryitkan dahinya, selama ini Kikan tidak pernah bercerita tentang pacarnya. Jelita mengerti pasti tidak enak bercerita tentang asmara pada siswi SMP seperti dirinya.
Jelita termenung, bukan hanya foto pria itu saja yang terasa janggal, tapi tentang teman teman Kikan di foto sepertinya Kikan gadis yang mudah bersosialisasi tapi di pemakaman tidak ada satupun teman sekolahnya yang datang.
Sasy Mentari seorang gadis 19 tahun yang masih melanjutkan kuliahnya di salah satu universitas memutuskan untuk menikah dengan kekasihnya yang sudah dikenalnya setahun yang lalu. Satya adalah kekasih Sasy pria yang berprofesi sebagai dosen itu terlihat begitu sempurna untuknya hingga Sasy mantap menikah dengannya namun sejak hari pertama menikah sikap Satya berubah 180 derajat, seakan tak lagi mencintai Sasy dalam sekejap. Alasan apa yang membuat Satya berubah tiba tiba? dan apakah Sasy sanggup atas sikap Satya yang setiap detik seakan meremukan perasaanya?
Pernikahan tiga tahun tidak meninggalkan apa pun selain keputusasaan. Dia dipaksa untuk menandatangani perjanjian perceraian saat dia hamil. Penyesalan memenuhi hatinya saat dia menyaksikan betapa kejamnya pria itu. Tidak sampai dia pergi, barulah pria itu menyadari bahwa sang wanita adalah orang yang benar-benar dia cintai. Tidak ada cara mudah untuk menyembuhkan patah hati, jadi dia memutuskan untuk menghujaninya dengan cinta tanpa batas.
Livia ditinggalkan oleh calon suaminya yang kabur dengan wanita lain. Marah, dia menarik orang asing dan berkata, "Ayo menikah!" Dia bertindak berdasarkan dorongan hati, terlambat menyadari bahwa suami barunya adalah si bajingan terkenal, Kiran. Publik menertawakannya, dan bahkan mantannya yang melarikan diri menawarkan untuk berbaikan. Namun Livia mengejeknya. "Suamiku dan aku saling mencintai!" Semua orang mengira dia sedang berkhayal. Kemudian Kiran terungkap sebagai orang terkaya di dunia.Di depan semua orang, dia berlutut dan mengangkat cincin berlian yang menakjubkan. "Aku menantikan kehidupan kita selamanya, Sayang."
Sayup-sayup terdengar suara bu ustadzah, aku terkaget bu ustazah langsung membuka gamisnya terlihat beha dan cd hitam yang ia kenakan.. Aku benar-benar terpana seorang ustazah membuka gamisnya dihadapanku, aku tak bisa berkata-kata, kemudian beliau membuka kaitan behanya lepas lah gundukan gunung kemabr yang kira-kira ku taksir berukuran 36B nan indah.. Meski sudah menyusui anak tetap saja kencang dan tidak kendur gunung kemabar ustazah. Ketika ustadzah ingin membuka celana dalam yg ia gunakan….. Hari smakin hari aku semakin mengagumi sosok ustadzah ika.. Entah apa yang merasuki jiwaku, ustadzah ika semakin terlihat cantik dan menarik. Sering aku berhayal membayangkan tubuh molek dibalik gamis panjang hijab syar'i nan lebar ustadzah ika. Terkadang itu slalu mengganggu tidur malamku. Disaat aku tertidur…..
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"
Firhan Ardana, pemuda 24 tahun yang sedang berjuang meniti karier, kembali ke kota masa kecilnya untuk memulai babak baru sebagai anak magang. Tapi langkahnya tertahan ketika sebuah undangan reuni SMP memaksa dia bertemu kembali dengan masa lalu yang pernah membuatnya merasa kecil. Di tengah acara reuni yang tampak biasa, Firhan tak menyangka akan terjebak dalam pusaran hasrat yang membara. Ada Puspita, cinta monyet yang kini terlihat lebih memesona dengan aura misteriusnya. Lalu Meilani, sahabat Puspita yang selalu bicara blak-blakan, tapi diam-diam menyimpan daya tarik yang tak bisa diabaikan. Dan Azaliya, primadona sekolah yang kini hadir dengan pesona luar biasa, membawa aroma bahaya dan godaan tak terbantahkan. Semakin jauh Firhan melangkah, semakin sulit baginya membedakan antara cinta sejati dan nafsu yang liar. Gairah meluap dalam setiap pertemuan. Batas-batas moral perlahan kabur, membuat Firhan bertanya-tanya: apakah ia mengendalikan situasi ini, atau justru dikendalikan oleh api di dalam dirinya? "Hasrat Liar Darah Muda" bukan sekadar cerita cinta biasa. Ini adalah kisah tentang keinginan, kesalahan, dan keputusan yang membakar, di mana setiap sentuhan dan tatapan menyimpan rahasia yang siap meledak kapan saja. Apa jadinya ketika darah muda tak lagi mengenal batas?