a musik dari radio yang kebetulan sedang kuputar. Sesekali aku menoleh kearahnya, atau Dara menoleh ke arahku ata
ita pergi itu pun tak pernah hanya berdua jadi wajar saja jika
al seperti itu?" tanyan
" tanyaku balik sera
kembali menoleh kearahnya. Sebelum kembali mela
etulan terjebak situasi seperti tadi saja
sholla yang jelas-jelas ada pengurusnya?, bisa jadikan kalau mereka hanya memanfaatkan s
iku atau tidak yang jelas aku hanya ingin memberi sebagai bentuk rasa syukur kepada sang pencipta." Jelask
itu?, padahal belum tentu akan ada orang yang menyemir di tempatnya?, atau dia mengabaikan tatapan orang yang memandang rendah dirinya. Kamu tahu kenapa dia masih menjalani pekerjaannya?" Tanyaku setelah tadi aku menun
gak tahu kalau aku sering melihatnya memasukkan infaq ke masjid. Itu pula yang awalnya membuatku malu karena di bandingkan dengan rezeki yang kuperolah
n yang terlihat di luar." Ya aku tahu maksud dari kata-katanya, karena mema
u kembali. Aku mungkin bisa menebak jawabannya tapi aku ha
mati jalanan yang tampak lenggang karena memang saat ini masih masuk jam kerja, jadi jalanan tak begitu ramai seperti saat biasanya kita
h aku menempatkan posisi pada siapa aku berhadapan. Aku bisa bersikap baik atau jahat semua itu tergantung partnerku. Hahaha..." Ucapku se
an yang kembali kurasakan. Dara yang merasa terciduk telah
r di tengah-tengah kita hingga
sesaat sebelum ak
erlihat Dara ragu-ragu untuk berbicara. Telapak tangannya sesekali meremas tel
menatap tajam ke arahku. Masih jelas teringat kata-kata bunda yang ingin segera menimang cucu. Tentu saat itu kami saling pandang, merasa tak ada jawaban atas apa di minta oleh bunda. "Kami masih ingin fokus bekerja dulu bun. Aku juga perlu adaptasi dengan keluarga Alfan masih harus mendampingi Kania yang masih perlu kasih sayang dari kita berdua." Jawab Dara saat kami semua sedang menunggu jam terbang pesawat di kantin bandara. Kita memang lebih memi
rlu nunggu lama di depan tadi." Ucapnya sedikit kesal setelah aku mema
nakan. Merenggangkan kedua tanganku yang sedikit pegal karena pulang pergi
u aku. Atau kamu jangan – jangan kamu memang sengaja supaya aku nunggu la
ka. Sepertinya pernikahan kemarin cukup menguras tenagaku, memang tak besar
tapan mata wanita yang tengah tersenyum ke arahku. Kakiku refleks mendekat setelah tadi menutup pintu. Wanita tersebut j
tubuhku erat, kepalanya bahk
kamu